Galaknya Pangdam Jaya, Mayjen Dudung Abdurachman, terhadap Front Pembela Islam (FPI) tak ada apa-apanya dibanding kegarangan Menko Polhukam, Mahfud MD. Kalau Dudung cuma mencopot baliho dan spanduk FPI, Mahfud langsung membuat FPI "almarhum".
Tak hanya membubarkan FPI, Mahfud melarang seluruh kegiatan FPI termasuk seluruh lambang FPI dan apapun jenisnya yang berkaitan dengan FPI.
Baca Juga: Mahfud MD: Dulu Namanya PNI, Kemudian Lahir PDI Perjuangan
Mahfud menjelaskan, keputusan pembubaran FPI ini didasari karena FPI tidak lagi memiliki legal standing, baik sebagai ormas maupun organisasi biasa. Pembubaran ini sudah sesuai aturan dan perundang-undangan. Salah satunya adalah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-Undang Ormas bernomor 82 PUU 11 Tahun 2013 tertanggal 23 Desember 2014.
Karena FPI tidak punya legal standing, pemerintah pusat dan daerah harus menolak semua kegiatan yang dilakukan FPI.
"Jika ada sebuah organisasi mengatasnamakan FPI, itu tidak ada dan harus ditolak, karena legal standing-nya tidak ada," tegas Mahfud.
Pelarangan kegiatan FPI dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) enam pejabat, yakni Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, Kapolri, dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme. Surat tersebut kemudian dibacakan oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward OS Hiariej.
Ada beberapa alasan yang dijadikan pertimbangan pemerintah dalam membubarkan FPI di antaranya FPI dituding kerap mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat. Selain itu, tujuan dasar organisasi tersebut juga bertentangan dengan konstitusi negara.
Pemerintah mencatat sebanyak 35 anggota FPI terlibat tindak pidana terorisme dan 29 orang di antaranya telah dijatuhi pidana. Tak hanya itu, 206 orang terlibat berbagai tindak pidana umum lainnya dan 100 di antaranya telah dijatuhi pidana.
"Anggota FPI kerap kali melakukan berbagai tindakan sweeping di tengah-tengah masyarakat yang sebenarnya hal tersebut menjadi tugas dan wewenang aparat penegak hukum," kata Edward.
Dalam SKB tersebut, pemerintah juga melarang seluruh kegiatan dan penggunaan simbol FPI di wilayah Indonesia. Aparat penegak hukum akan menindak seluruh kegiatan yang masih menggunakan simbol FPI. Masyarakat juga diminta melaporkan kegiatan yang mengatasnamakan dan memakai simbol FPI. Keputusan ini berlaku sejak 30 Desember 2020.
Sebelum mengakhiri keterangannya, Mahfud memperlihatkan sebuah rekaman video yang menampilkan Rizieq Shihab, Imam Besar FPI, sedang memberikan tausiyah yang mendukung kelompok teroris ISIS. Entah di mana dan kapan acara itu digelar.
Dalam video berdurasi tiga menit itu, Rizieq menyebut ada yang baik dari ISIS yaitu bercita-cita menegakkan syariat Islam. Dan apa yang baik harus didukung. Hadirin menjawab "dukung" dengan kompak.
Menurut Mahfud, video itu sebagai bukti atas keputusan pemerintah. Setelah pemutaran video itu, Mahfud menutup acara tanpa memberikan kesempatan kepada wartawan untuk bertanya.
Baca Juga: FPI Baru Dibubarkan Langsung Ganti Nama, Astaga! Reaksi Mahfud MD Nggak Nyangka...
Keputusan tersebut tentu saja mengejutkan para petinggi FPI. Tak lama setelah keputusan itu keluar, Sekertaris Umum FPI, Munarman, berencana memberikan tanggapan melalui konferensi pers di Markas FPI pukul 16.15 WIB. Namun, acara tersebut tak jadi terlaksana.
Pasalnya, sebelum pengurus FPI berkumpul, sekitar pukul 4 sore, seratusan aparat gabungan TNI-Polri berseragam lengkap mendatangi Markas FPI di Petamburan III, Jalan Petamburan, Jakarta. Pasukan dipimpin Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Heru Novianto, dan Komandan Kodim Jakarta Pusat, Kol Inf Luqman Arief.
Setiba di lokasi, aparat langsung menurunkan baliho bergambar Rizieq yang dipajang di depan gang. Petugas juga mencopot berbagai atribut yang masih dipasang di sekitar Markas FPI. Sejumlah polisi berpakaian preman menginterogasi warga yang berada di sana. Polisi juga meminta warga menunjukkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) untuk membuktikan bahwa mereka adalah warga sekitar.
Keputusan pemerintah membubarkan FPI itu menuai polemik. Sekretaris Umum Pengurus Pusat PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, ikut merespons melalui akun Twitter resminya, @Abe_Mukti. Dia meminta pemerintah bersikap adil.
Pemerintah jangan hanya tegas kepada FPI. Kalau ternyata ada ormas lain yang tidak memiliki Surat Keterangan Terdaftar (SKT), ormas itu juga harus ditertibkan. Begitu juga kalau ada ormas yang kegiatannya meresahkan masyarakat.
"Tegakkan hukum dan keadilan untuk semua," ujarnya.
Ketua Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU), Marsudi Syuhud, ikut menanggapi. Kata dia, persoalan FPI ada di kedudukan hukum atau legal standing. Karena itu, ia menyarankan FPI memenuhi legal standing tersebut jika masih ingin melaksanakan kegiatan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: