Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Persiapan Indonesia dari Raja Hulu Jadi Raja Hilir CPO

        Persiapan Indonesia dari Raja Hulu Jadi Raja Hilir CPO Kredit Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Indonesia telah mendapatkan julukan raja minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dunia sejak tahun 2006 silam setelah berhasil menggeser posisi Malaysia. Sepanjang perjalanannya, industri perkebunan kelapa sawit nasional terus tumbuh pesat seiring dengan berbagai produk inovatif dalam bentuk pangan, oleochemical, hingga bahan bakar nabati yang berhasil dikembangkan.

        Mengingat besarnya potensi yang dimiliki komoditas ini, Pemerintah Indonesia tengah berupaya mengubah posisi Indonesia dari Raja CPO tersebut menjadi Raja Hilir Sawit pada 2045 mendatang. Untuk mewujudkan target tersebut, pemerintah telah menyiapkan sejumlah kebijakan di antaranya pengenaan bea keluar (duty) dan pungutan ekspor (levy), serta mandatori biodiesel untuk substitusi solar impor.

        Baca Juga: Harga CPO Meningkat, Pemerintah Kenakan Bea Keluar Awal Tahun 2021

        Deputi II Bidang Pangan dan Agribisnis, Kemenko Perekonomian, Musdhalifah Machmud, menuturkan bahwa sejak beberapa tahun terakhir, ekspor produk hilir sawit Indonesia sudah jauh lebih besar dari produk hulu. Pada 2006, ekspor hulu masih sekitar 60–70 persen. Namun sekarang, ekspor produk hilir justru mencapai 60–70 persen dan produk hulu hanya sekitar 30–40 persen.

        "Kita punya target mengembangkan hilirisasi lebih jauh lagi, lebih luas lagi, agar nilai tambah sawit optimal dan daya saingnya tinggi. Kita ingin ubah posisi Indonesia dari saat ini Raja CPO menjadi Raja Hilir pada 2045 nanti," ungkap Musdhalifah di Jakarta, belum lama ini.

        Lebih lanjut Musdhalifah menjelaskan, terdapat empat kebijakan yang ditempuh pemerintah untuk mengubah Indonesia menjadi Raja Hilir Sawit dunia. Selain pengenaan bea keluar dan pungutan ekspor serta mandatori biodiesel untuk substitusi solar impor, kebijakan lainnya berupa pemberian insentif pajak berupa tax allowance, tax holiday, serta pembebasan bea impor atas mesin serta barang dan bahan modal.

        Selain itu, pengembangan kawasan industri terintegrasi, yakni integrasi industri hilir dengan fasilitas/jasa Pelabuhan. Tak ketinggalan, sistem Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) untuk industri hilir sawit nasional juga terus dikembangkan dan diterapkan untuk memenuhi tuntutan global terhadap aspek keberlanjutan.

        Dia juga menuturkan, pemerintah telah menyiapkan tiga jalur hilirisasi industri CPO. Pertama, hilirisasi oleopangan (oleofood complex) dengan produk minyak goreng sawit, margarin, vitamin A, vitamin E, shortening, ice cream, creamer, dan cocoa butter atau specialty fat.

        Kedua, hilirisasi oleokimia (oleochemical complex) dengan produk biosurfaktan (contoh: produk detergen, sabun, dan sampo), biolubrikan (biopelumas), dan biomaterial (contoh bioplastik). Ketiga, hilirisasi biofuel (biofuel complex) dengan produk berupa biodiesel, biogas, biopremium, bioavtur, dan lain-lain.

        Di sisi lain, Kementerian Perindustrian terus mendorong pengembangan industri pengolahan kelapa sawit nasional. Kapasitas produksi industri pengolahan kelapa sawit dan turunannya mencapai 93,5 juta ton pada kuartal III-2020 atau meningkat dari periode yang sama 2019 sebesar 87,05 juta ton.

        Jenis ragam produk hilir yang dihasilkan industri dalam negeri juga bertambah, dari yang semula 126 produk pada 2014 menjadi 170 produk pada 2020, yang didominasi produk pangan dan bahan kimia dari sumber terbarukan. Saat ini, posisi Indonesia dari sisi jumlah produk hilir yang dihasilkan bersaing dengan Malaysia.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Ellisa Agri Elfadina
        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: