Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Ribka Tjiptaning, menyatakan sikap bahwa dirinya menolak untuk mengikuti program vaksinasi Covid-19. Ia mengaku masih menyimpan ragu dengan keamanan vaksin Covid-19 tersebut.
Hal tersebut dikatakan langsung olehnya dalam Rapat Kerja Komisi IX dengan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin yang digelar pada Selasa (12/1/2021).
Terkait itu, Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, tampak sangat kecewa. Menurutnya, sebagai anggota DPR, Ribka Tjiptaning harus mencerminkan semangat menuntaskan pandemi Covid-19.
"Tanggung jawab semua orang sebagai wakil rakyat, publik figur, pemimpin adalah memberikan semangat agar pandemi Covid-19 ini cepat selesai oleh solusi-solusi yang rasional," katanya di Gedung Pakuan, Kota Bandung, Rabu (13/1/2021).
Baca Juga: Ribka Tjiptaning Ogah Divaksin Sinovac, PDIP Bereaksi, Sampai Bawa-Bawa Bu Megawati
Kang Emil menilai sikap Ribka Tjiptaning yang enggan mengambil risiko karena menganggap uji klinis vaksin Sinovac yang digelar Bio Farma dan Tim Uji Klinis dari Universitas Padjadjaran (Unpad) itu belum tuntas. Namun, Kang Emil menegaskan bahwa anggapan tersebut salah.
"Tidak mau ambil resiko karena Bio Farma melangsungkan tesnya belum selesai. Saya kira wajar kalau tesnya belum selesai, tapi kan mungkin ada miss-komunikasi ya. Bio Farma itu tesnya sudah selesai," tegasnya.
Kang Emil menjelaskan, tuntasnya uji klinis ditandai dengan keluarnya izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terkait penggunaan vaksin Sinovac dalam keadaan darurat atau emergency use authorization (EUA).
"Makanya diumumkan oleh BPPOM kan keberhasilan (efikasi vaksin Sinovac)-nya," ujarnya.
Baca Juga: Ribka PDIP Pertanyakan Kenapa Tes SWAB Dikomersialkan, Beda Harga Beda Hasilnya?
Berkaca pada penolakan Ribka Tjiptaning, Kang Emil mengajak semua pihak untuk menyampaikan fakta-fakta terkait vaksin Sinovac bahwa vaksin tersebut sudah siap diedarkan dan disuntikkan dalam program vaksinasi COVID-19. Terlebih, tambah Kang Emil, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun telah mengeluarkan fatwa bahwa vaksin Sinovac suci dan halal.
"Jadi, saya kira mari sampaikan fakta-fakta. Kalau BPPOM sudah berfatwa, kalau MUI sudah berfatwa, artinya vaksin itu sudah siap diedarkan dan siap digunakan sebagaimana kita mendapatkan vaksin-vaksin lain di luar pandemi Covid-19," tandasnya.
Adapun, Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menegaskan bahwa PDIP sejak awal memberikan dukungan atas program pemberian vaksin pemerintahan Jokowi-KH Ma'ruf Amin.
Terkait pernyataan Ribka Tjiptaning yang kontroversial, Hasto mengatakan, jika melihat pernyataan secara menyeluruh sebagai satu kesatuan pesan maka apa yang disampaikan Ribka Tjiptaning adalah mengingatkan garis kebijakan politik kesehatan yang seharusnya kedepankan kepentingan dan keselamatan masyarakat.
"Mbak Ribka Tjiptaning menegaskan agar negara tidak boleh berbisnis dengan rakyat. Jangan sampai pelayanan kepada rakyat, seperti yang tampak dari pelayanan PCR, di dalam praktik dibeda-bedakan. Bagi yang bersedia membayar tinggi, hasil PCR cepat sedangkan bagi rakyat kecil seringkali harus menunggu 3 hingga 10 hari, hasil PCR baru keluar," katanya.
Baca Juga: Ribka PDIP Pertanyakan Kenapa Tes SWAB Dikomersialkan, Beda Harga Beda Hasilnya?
Menurut Hasto, komersialisasi pelayanan inilah yang dikritik Ribka Tjiptaning. Sebab pelayanan kesehatan untuk semua dan harus kedepankan rasa kemanusiaan dan keadilan.
"Vaksin untuk rakyat sangat penting. Ini sikap partai. Dalam keputusan Rapat Kerja dengan Menteri Kesehatan tersebut, sikap Fraksi PDI Perjuangan DPR RI juga mendukung. Kritik agar pelayanan publik tidak dikomersialisasikan adalah bagian dari fungsi DPR di bidang pengawasan," tuturnya.
Sementara itu, Direktur Utama PT Bio Farma (Persero) Honesti Basyir menegaskan bahwa vaksin Covid-19 asal China yakni Sinovac tidak memiliki efek samping, apalagi sampai melumpuhkan organ tubuh manusia.
Honesti menyebut perkara lumpuh yang pernah dialami oleh sejumlah orang di Sukabumi, Jawa Barat, usai mendapatkan vaksin polio pada 2005 silam bukanlah kesalahan bahan vaksin yang digunakan.
Namun, perkara itu karena adanya kenaikan (outbreak) virus baru yang dibawa oleh Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dari luar negeri ke Indonesia.
"Jadi, ada outbreak polio di 2005 itu di desa di daerah Sukabumi. Outbreak itu terjadi bukan karena strain polio yang ada di Indonesia, tetapi ada strain asing yang dibawa dari luar oleh TKI Indonesia yang pulang kampung," tegasnya.
Sebelumnya, Ribka Tjiptaning menolak untuk divaksinasi Covid-19 di mana dia lebih memilih membayar denda daripada disuntik vaksin Covid-19.
"Saya tetap tidak mau divaksin, meski sampai usia 63 tahun bisa divaksin. Saya sudah 63 (usia) nih, mau semua usia boleh, tetap (tidak mau). Di sana pun hidup di DKI semua anak-cucu saya dapat sanksi Rp5 juta, mending gue bayar, mau jual mobil, kek," ujar Ribka.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil