Direktur Eksekutif Indo Barometer, M Qodari, mengatakan bahwa pilkada DKI Jakarta sangat ditentukan oleh konstelasi politik nasional. Oleh karena itu, kemungkinan kontestasi pilkada DKI Jakarta akan diramaikan oleh dua pasang calon, yaitu antara partai pendukung koalisi pemerintah dan partai koalisi oposisi.
"Kita tahu hubungan PDIP dengan Partai Gerindra sangat erat, sebagaimana tercermin dari gestur politik dari Ibu Mega dan Pak Prabowo. Karena itulah, kemudian saya melihat kalau ada Pilkada Jakarta 2022, kecenderungan koalisi di antara keduanya sangat besar," kata Qodari dalam pesan suaranya kepada Republika, Jumat (29/1/2021).
Baca Juga: Usul Pilkada Kembali ke 2022-2023, DPR Muluskan Anies ke Pilpres 2024?
Dia memprediksi, calon kuat yang akan diusung oleh PDI Perjuangan adalah Menteri Sosial Tri Rismaharini. Sebab, Risma dianggap cukup berhasil memimpin Kota Surabaya selama dua periode.
"Pilkada (Surabaya) yang kedua menang di atas 80 persen, sebagai sebuah penanda tingkat kepercayaan masyarakat Surabaya kepada Bu Risma," ujarnya.
Sementara, sosok yang paling mungkin mendampingi Risma adalah Wakil Gubernur DKI Jakarta petahana Ahmad Riza Patria. Apalagi, PDI Perjuangan dan Partai Gerindra sama-sama memiliki banyak kursi di DPRD DKI Jakarta.
"Gabungan PDIP dan Gerindra itu secara presentase sudah sekitar 40 persen dari kursi DPR di DKI Jakarta," tuturnya.
Sementara itu, di koalisi oposisi, Qodari melihat, PKS kemungkinan akan berkoalisi dengan Partai Demokrat. PKS diprediksi bakal mengusung Gubernur DKI Jakarta petahana Anies Baswedan. Di kursi wakil, kemungkinan Partai Demokrat akan menempatkan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
"Tentu ini tidak mudah, mungkin karena Pak SBY punya hitungan sendiri atau menghendaki Agus menjadi calon gubernur seperti 2017, tapi ini tidak mudah karena di Jakarta kursinya Demokrat ada 10, secara presentase 9,4 begitu, jadi dengan syarat pencalonan 20 persen itu tidak mudah," ungkapnya.
Menurutnya, langkah berkoalisi dengan PKS dinilai paling realistis, mengingat kursi yang dimiliki PKS sebanyak 16 kursi. Sementara, jika hanya berkoalisi dengan PAN dinilai masih kurang untuk memenuhi syarat pencalonan.
"PAN cuma 9 kursinya 8,5 persen, jadi gak cukup 20 persen. Jadi, akhirnya harus realistis bergabung dengan PKS yang kursinya 16 yang secara suara itu 15,1 persen," ucapnya.
Kendati demikian, dia melihat, Pilkada DKI Jakarta masih tentantif apakah akan digelar 2022 atau 2024. Hal tersebut lantaran sampai saat ini RUU Pemilu masih dalam proses penyusunan di DPR.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum