Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Sebelum Kudeta, IMF Akui Terlanjur Kirim Uang Rp4,9 Triliun ke Myanmar

        Sebelum Kudeta, IMF Akui Terlanjur Kirim Uang Rp4,9 Triliun ke Myanmar Kredit Foto: Reuters/Yuri Gripas
        Warta Ekonomi, Washington -

        Dana Moneter Internasional (IMF) pekan lalu mengirim uang tunai USD350 juta (Rp4,9 triliun) pada pemerintah Myanmar.

        Dana tersebut bagian dari paket bantuan darurat tanpa pamrih untuk membantu negara itu memerangi pandemi virus corona.

        Baca Juga: Militer Myanmar Siap-siap Gelar Pemilu Ulang, PBB: Benar-benar Harus Dicegah

        Beberapa hari kemudian, para pemimpin militer merebut kekuasaan dan menahan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi dan pejabat terpilih lainnya. Departemen Luar Negeri (Deplu) Amerika Serikat (AS) pada Selasa menyebut aksi militer itu sebagai kudeta.

        Tampaknya hanya sedikit yang dapat dilakukan IMF untuk menarik kembali dana tersebut. “Dana itu adalah program pembiayaan COVID-19 yang mencair cepat dengan hampir tanpa persyaratan dan disetujui oleh dewan IMF pada 13 Januari,” ungkap sumber yang mengetahui pembayaran dan pakar keuangan internasional.

        “Kami mengikuti perkembangan yang sedang berlangsung dengan cermat. Kami sangat prihatin tentang dampak peristiwa itu terhadap ekonomi dan rakyat Myanmar," ujar juru bicara IMF dalam pernyataan yang diemailkan ke Reuters pada Selasa, mengkonfirmasikan pembayaran telah diselesaikan pekan lalu.

        Presiden AS Joe Biden menghadapi Myanmar sebagai krisis internasional pertamanya sejak menjabat kurang dari dua pekan lalu. Dia telah mengancam sanksi baru terhadap para jenderal.

        Departemen Luar Negeri AS mengatakan akan meninjau bantuan luar negerinya ke negara Asia Tenggara itu.

        Amerika Serikat adalah pemegang saham dominan di IMF, yang telah memberi Myanmar USD700 juta dalam pembiayaan darurat virus corona selama tujuh bulan terakhir, termasuk pembayaran pekan lalu, termasuk USD116,6 juta melalui Fasilitas Kredit Cepat IMF dan USD233,4 juta melalui Instrumen Pembiayaan Cepat.

        IMF mengatakan dalam pernyataan pada 13 Januari, “Uang itu akan membantu Myanmar memenuhi kebutuhan neraca pembayaran mendesak yang timbul dari pandemi COVID-19, terutama langkah-langkah pemulihan pemerintah untuk memastikan stabilitas ekonomi makro dan keuangan sambil mendukung sektor-sektor yang terkena dampak dan kelompok rentan."

        Tidak seperti program pembiayaan reguler IMF, yang mengucurkan dana sedikit demi sedikit karena tolok ukur kinerja terpenuhi untuk reformasi kebijakan yang disepakati, bantuan darurat virus corona telah dikirim dengan cepat, seringkali sekaligus.

        “Ini bukan program yang dinegosiasikan, tidak ada persyaratan dan tidak ada tinjauan berwawasan ke depan dengan pencairan terkait dengan tinjauan tersebut,” ujar Stephanie Segal, mantan ekonom IMF dan pejabat Departemen Keuangan AS yang sekarang bekerja di Center for Strategic and Studi Internasional di Washington.

        "Saya tidak mengetahui adanya preseden di mana uang yang telah disetujui oleh dewan IMF dapat ditarik kembali," ujar Segal.

        Sejak awal krisis COVID-19 tahun lalu, IMF telah memberikan pembiayaan darurat ke 80 negara.

        “Waktu pencairan terakhir ke Myanmar sangat disayangkan,” ungkap dua sumber yang mengetahui pembayaran tersebut.

        Dua sumber itu menyebut risiko penggunaan pembiayaan cepat yang memberi pemerintah keleluasaan atas bagaimana mereka membelanjakan uang tersebut.

        “Skenario kasus terbaik adalah bahwa pemerintah Myanmar yang bangkit dari kekacauan politik saat ini akan membelanjakan uang tersebut secara tepat karena ingin memiliki hubungan yang produktif dengan IMF,” papar salah satu sumber.

        Mitra IMF di Myanmar adalah Bank Sentral Myanmar. Sumber tersebut menyatakan harapannya Bank Sentral Myanmar dapat mempertahankan independensi dari Kementerian Keuangan.

        Tetapi pada Selasa, militer Myanmar yang berkuasa menunjuk Than Nyein sebagai gubernur bank sentral baru negara itu, mengembalikannya ke jabatan yang sebelumnya dia pegang antara 2007-2013, selama pemerintahan junta terakhir.

        Bank Dunia, yang telah memberikan lebih dari USD150 juta dalam pembiayaan ke Myanmar sejak pandemi dimulai setahun yang lalu, mengatakan pada Senin bahwa pihaknya sangat prihatin tentang kudeta militer itu.

        Bank Dunia memperingatkan bahwa Myanmar berisiko mengalami kemunduran besar pada transisi negara dan prospek pembangunannya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: