Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Ngeri Betul! Segitunya Belain Anak, SBY Kasih Tanda-Tanda Demokrat Siap...

        Ngeri Betul! Segitunya Belain Anak, SBY Kasih Tanda-Tanda Demokrat Siap... Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dikabarkan sudah memberikan lampu hijau untuk melakukan perlawanan terkait upaya kudeta kepemimpinan putranya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), yang diduga dilakukan oleh kader, mantan kader, dan oknum di lingkaran Istana.

        Hal ini disampaikan langsung oleh Kepala Badan Pembinaan Organisasi, Kaderisasi, dan Keanggotaan (BPOKK) Partai Demokrat Herman Khaeron dalam kegiatan Tanya Jawab Cak Ulung bertajuk Imbas Skenario Kudeta Politik Menyasar AHY yang digelar secara virtual oleh RMOL, Kamis (4/2/2021).

        Herman Khaeron mengatakan apapun yang dilakukan oleh Demokrat secara kelembagaan termasuk "melawan" pihak-pihak yang diduga ingin mengkudeta kepemimpinan di Partai Demokrat telah dilaporkan dan mendapatkan persetujuan dari Majelis Tinggi Partai.

        Baca Juga: Elite PKPI Makin Keras! Kasihan AHY Dibego-begoin Eks Orang Demokrat, Kasihan...

        "Jadi apapun yang kami lakukan, kami laporkan kepada beliau (SBY)," jelasnya.

        Lanjutnya, ia menegaskan bahwa pihaknya masih menunggu klarifikasi dari pihak terkait di lingkaran Istana terkait upaya kudeta kepemimpinan Partai Demokrat.

        "Kita sebetulnya itu saja, bagaimana menunggu proses klarifikasi dan konfirmasi terhadap keterlibatan lingkaran utamanya Presiden. Kemudian, tetap bahwa secara konstitusi partai memproses terhadap kader-kader internal," katanya.

        Sambungnya, kader yang tidak aktif tidak bisa diproses. "Misalnya Pak Darmizal sudah keluar dari partai, Max sudah keluar juga," jelasnya.

        Kecuali, ujarnya, bagi mereka yang masih terikat dengan konstitusi partai dan kepengurusan partai. "Ya itu masih bisa diproses nanti di Dewan Kehormatan dan Mahkamah Partai," tandasnya.

        Baca Juga: AHY Makin Bonyok-Bonyok, Sekarang Disikat Habis Dewi Tanjung: Nggak Pantas Jadi Ketum, RT Dulu Deh

        Sebagaimana diketahui, sehari sebelum muncul isu kudeta, Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono sempat menge-tweet soal cara berpolitik lebih bermoral dan beradab. SBY menyampaikan pesannya ini untuk para pemegang kekuasaan politik.

        "Bagi siapapun yang memegang kekuasaan politik, pada tingkat apapun, banyak cara berpolitik yang lebih bermoral dan lebih beradab. Ada tiga golongan manusia, yaitu the good, the bad, dan the ugly. Kalau tidak bisa menjadi the good janganlah menjadi the ugly. *SBY*," tulis SBY di akun Twitternya, @SBYudhoyono.

        Cuitan SBY itu mirip disampaikan dengan politikus Demokrat, Rachland Nashidik. Tapi, Rachland dengan menyebut langsung nama Kepala Kantor Staf Presiden Jenderal (Purn) Moeldoko

        "Selamat malam, Jenderal Moeldoko. Kalau tak mampu jadi the good, jangan jadi the bad, apalagi the ugly," tulis Rachland di akun Twitternya, @RachlanNashidik.

        Nama Moeldoko dikaitkan dengan upaya kudeta kepemimpinan AHY. Elite Demokrat pertama yang menyebut manuver politik eks Panglima TNI itu adalah Ketua Badan Pemenangan Pemilu DPP Demokrat Andi Arief.

        Andi mengatakan Moeldoko terlibat dalam upaya pengambilalihan kepemimpinan Demokrat dan dapat restu dari Jokowi. Ia menyampaikan demikian karena banyak pertanyaan siapa figur yang hendak mendongkel kepemimpinan AHY.

        "Banyak yang bertanya siapa orang dekat Pak Jokowi yang mau mengambil alih kepemimpinan AHY di Demokrat, jawaban saya KSP Moeldoko," kata Andi Arief melalui akun Twitternya, @Andiarief.

        Baca Juga: Elite PKPI Makin Keras! Kasihan AHY Dibego-begoin Eks Orang Demokrat, Kasihan...

        Andi lantas melanjutkan alasan kenapa AHY berkirim surat ke Pak Jokowi. "Karena saat mempersiapkan pengambilalihan menyatakan dapat restu Pak Jokowi," ujar Andi.

        Sementara itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan tidak akan membalas surat yang dilayangkan oleh AHY terkait adanya dugaan upaya kudeta oleh orang-orang di lingkaran Istana. Hal tersebut dikatakan langsung oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno.

        "Jadi kami sudah menerima surat itu. Kami rasa tidak perlu menjawab surat tersebut," katanya di Jakarta, Kamis (21/2/2021).

        Sementara itu, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko sudah menyatakan bahwa meski ia memang pernah bertemu dengan sejumlah kader dan bekas petinggi Demokrat namun ia tidak pernah berniat untuk melakukan kudeta di tubuh partai Demokrat.

        "Saya ini orang luar, tidak punya hak apa-apa gitu loh, yang punya hak kan mereka di dalam. Apa urusannya? Tidak ada urusannya, wong saya orang luar," kata Moeldoko pada Senin (3/2).

        Baca Juga: AHY Makin Bonyok-Bonyok, Sekarang Disikat Habis Dewi Tanjung: Nggak Pantas Jadi Ketum, RT Dulu Deh

        "Saya ini siapa sih? Saya ini apa? Biasa-biasa saja. Di Demokrat ada Pak SBY, ada putranya Mas AHY, apalagi kemarin dipilih secara aklamasi. Kenapa mesti takut ya? Kenapa mesti menanggapi seperti itu? Biasa-biasa saja begitu. Jadi dinamika dalam sebuah apa partai politik itu biasa," ungkap Moeldoko.

        Moeldoko menegaskan dirinya tidak ingin mengambil alih kepemimpinan Partai Demokrat. Apalagi, ujarnya, ia mengatakan sangat menghormati sosok SBY.

        "Beliau pernah jadi atasan saya. Senior saya yang saya hormati, saya respek kepada beliau," ujarnya.

        Adapun, Direktur Eksekutif Sudut Demokrasi Riset dan Analisis (SUDRA) Fadhli Harahab meyakini, isu kudeta berembus karena SBY mulai panik lantaran elektabilitas putra kesayangannya itu tak kunjung meningkat alias belum moncer di papan survei.

        "Kepanikan SBY karena dukungan terhadap AHY belum menunjukan kenaikan signifikan," kata Fadhli.

        Baca Juga: Kudeta AHY Buat Nyapres, Demokrat 'Serang' Moeldoko: Bikin KTA Dulu

        Analis politik asal UIN Jakarta itu menilai, kepanikan itu terlihat karena SBY menyadari berbagai momentum politik ke depan juga cukup berat. Isu normalisasi Pilkada Serentak yang tadinya mendapat dukungan mayoritas parpol tiba-tiba berubah arah menjadi pukulan bagi 'Demokrat' karena dinilai menutup jalan bagi AHY untuk membuktikan diri.

        "Momentum Pilkada Serentak, khususnya DKI sebetulnya adalah ajang bagi AHY sebelum melenggang ke Pilpres 2024. Namun, momen itu mendapat hadangan sehingga kemungkinan besar Pilkada digelar setelah Pilpres 2024," ujarnya.

        Karenanya, Demokrat mulai memainkan strategi lain untuk dapat meraih simpati masyarakat melalui isu "intimidasi" di internalnya. Fadhli menganggap, isu ini mengingatkan pola playing victim yang dinilai ampuh untuk merengkuh citra elektoral dari masyarakat.

        "Citra yang ingin dibangun adalah adanya intimidasi dari pihak istana yang ingin memecah belah partai Demokrat," pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: