Pakar epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia, Syahrizal Syarif, mengatakan bahwa langkah pemerintah untuk menjadikan hasil tes rapid antigen sebagai alat diagnostik konfirmasi kasus positif adalah langkah yang baik.
Namun, Syahrizal memberikan catatan mengenai langkah tersebut. Menurutnya, bukan stok dari antigen yang menjadi perhatian, melainkan kinerja puskesmas dalam melakukan tracing kontak.
Baca Juga: Deteksi Covid-19: Swab PCR Paling Akurat
"Tapi, apakah puskesmas mampu melakukan penelusuran kontak dengan baik?" ujarnya beretorika dalam diskusi yang digelar KPC PEN di saluran YouTube, Kamis (11/2/2021).
Setidaknya, untuk satu kontak positif, perlu ditelusuri hingga 30 kontak per kasus. Hal ini yang menurut Syahrizal harus dioptimalkan.
"Kalau tidak, antigen yang disebar ke 34 provinsi jadi percuma," ujarnya.
Ia menyarankan, perlu ada insentif kepada puskesmas agar mampu melakukan tracing kontak untuk kasus positif yang ditemukan. Kapasitas lab PCR di Indonesia yang belum memadai ditengarai menjadi dasar pengambilan kebijakan ini.
Pedoman WHO juga menyebut bahwa rapid test antigen dapat digunakan untuk diagnostik penelusuran kontak selain hasil PCR.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Bernadinus Adi Pramudita
Editor: Puri Mei Setyaningrum