Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Bambang Haryo: Pembangunan Dermaga Eksekutif Baru Bukan Solusi Kasus Monopoli ASDP

        Bambang Haryo: Pembangunan Dermaga Eksekutif Baru Bukan Solusi Kasus Monopoli ASDP Kredit Foto: Agus Aryanto
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Rencana PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) membangun dermaga eksekutif baru khusus untuk kapal ferry swasta di lintasan Merak-Bakauheni dinilai tidak tepat serta upaya mengalihkan isu monopoli dan pelanggaran hak-hak konsumen kapal eksekutif oleh BUMN itu. 

        Menurut Bambang Haryo Soekartono, pemerhati dan praktisi transportasi laut, pembangunan dermaga eksekutif baru tidak menyelesaikan masalah di Merak-Bakauheni akibat monopoli dan pelanggaran hak konsumen untuk mendapatkan pelayanan kapal eksekutif sesuai dengan standar, baik dari segi ukuran, usia kapal, kecepatan, maupun kenyamanan.

        "Meskipun dermaga eksekutif baru akan dikhususkan untuk kapal swasta, itu bukan solusi. ASDP jangan mengalihkan isu monopoli dan pelanggaran hak konsumen dengan membangun dermaga eksekutif baru yang sampai saat ini belum jelas perencanaannya. Fokus dulu membenahi dermaga eksekutif yang sudah ada dengan menempatkan kapal-kapal sesuai standarisasi eksekutif seperti yang sudah ada di kapal-kapal ferry swasta terbaik," ungkapnya, Jumat (12/2/2021).

        Bambang Haryo yang juga Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Jawa Timur mengatakan, Merak-Bakauheni justru butuh tambahan dermaga ekonomi supaya kapal-kapal di lintasan tersibuk di Indonesia itu bisa beroperasi secara optimal untuk melayani masyarakat.

        Saat ini di lintasan Merak-Bakauheni terdapat 7 pasang dermaga, termasuk satu dermaga eksekutif, sedangkan armada yang beroperasi 74 unit sehingga setiap dermaga digilir untuk 10-11 kapal. Padahal, kata Bambang Haryo, tiap dermaga ekonomi idealnya melayani 6 kapal (4 kapal operasi dan 2 kapal off) atau total 36 kapal ekonomi per hari.

        Akibat dermaga lebih sedikit, hanya 35% dari 74 kapal ferry yang dapat beroperasi di lintasan itu per tahun. Sisanya terpaksa lego jangkar di luar area pelabuhan menunggu giliran operasi.

        Kekurangan dermaga ekonomi menyebabkan utilisasi kapal-kapal di lintasan itu sangat rendah (under-utilize) sehingga menimbulkan ekonomi biaya tinggi. Bebannya tidak hanya ditanggung oleh operator kapal, konsumen juga dirugikan karena tarif menjadi mahal karena biaya operasional kapal tinggi, waktu tempuh pelayaran lebih lama, dan ketersediaan kapasitas angkut tidak maksimal.

        "Untuk menyesuaikan jadwal operasi yang terbatas, kapal-kapal ekonomi terpaksa mengurangi kecepatannya. Padahal kecepatan mereka banyak yang di atas 15 knot atau bisa 1 jam pelayaran seperti standar kapal eksekutif, tetapi 'dipaksakan' jadi 2-3 jam. Kondisi ini akibat jumlah kapal banyak tetapi dermaganya kurang, " paparnya. 

        Berdasarkan kondisi itu, anggota DPR RI periode 2014-2019 ini mengatakan, Pelabuhan Merak dan Bakauheni idealnya memiliki 2 kali lipat jumlah dermaga saat ini atau 14 pasang dermaga supaya 70% armada di lintasan itu bisa beroperasi.

        "Tugas pemerintah dan ASDP adalah segera menambah dermaga ekonomi, bukan bangun dermaga eksekutif lagi. Rakyat jangan ditekan supaya bayar lebih mahal untuk mendapat kecepatan waktu tempuh dengan menggunakan dermaga eksekutif," tegas Bambang Haryo.

        Ketua Dewan Pembina DPP Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) ini mengatakan, kapal ekonomi bisa memberikan kecepatan seperti standar kapal eksekutif jika jumlah dermaga memadai. Bahkan, pelayanannya bisa lebih baik jika disediakan fasilitas terminal yang layak seperti di dermaga eksekutif.

        "Terminal yang dikelola ASDP belum bagus, fasilitasnya minim dan banyak yang rusak. Kalau ASDP tidak mampu sebaiknya serahkan saja kepada BUMN lain yang lebih baik," ujarnya.

        Menurut dia, kapal-kapal ekonomi di Merak-Bakauheni sudah sejajar dengan kapal-kapal eksekutif. Bahkan tahun pembuatannya lebih muda, fasilitas lebih lengkap, dan ukurannya lebih besar. "Kecepatannya juga banyak di atas 15 knot, sedangkan kapal eksekutif mayoritas justru 13 knot ke bawah," lanjutnya. 

        Daripada membangun dermaga eksekutif baru, Bambang Haryo mengatakan ASDP sebaiknya memberikan tempat bagi operator swasta terbaik yang sering mendapat penghargaan dari Kemenhub dan Presiden RI untuk ikut melayani dermaga 6 (eksekutif) yang sudah ada agar tidak dituding monopoli. "Harap diingat, dermaga itu dibangun menggunakan full APBN, yakni APBN 2012 dan PMN (Penyertaan Modal Negara) 2016-2017," tandasnya.

        Bambang Haryo juga mempertanyakan pernyataan Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi yang menyatakan dermaga eksekutif baru segera dibangun pada tahun ini dengan target penyelesaian sebelum Lebaran tahun ini. "Impossible bisa selesai sebelum Lebaran. Sosialisasi dan perencanaannya saja belum," ujarnya.

        Rencana pembangunan dermaga eksekutif baru itu menyusul gugatan Gapasdap atas monopoli dermaga eksekutif oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) yang memicu reaksi keras dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan tanggapan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). 

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ferry Hidayat

        Bagikan Artikel: