Publik Dituduh Mendukung Junta, Ratusan Ribu Rakyat Myanmar Marah: Kami Cinta Demokrasi!
Ratusan ribu orang berunjuk rasa di Myanmar pada Rabu (17/2/2021), menolak pernyataan militer bahwa publik mendukung penggulingan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi.
Para demonstran mengatakan mereka tidak akan takut mengakhiri pemerintahan militer.
Baca Juga: Myanmar Bakal Jadi Bahasan Utama dalam Dialog Indonesia dan Brunei
“Demonstrasi sebagian besar berlangsung damai, tetapi pasukan keamanan melepaskan tembakan di kota Mandalay setelah gelap dalam konfrontasi dengan para pekerja kereta api yang mogok kerja,” ungkap warga setempat.
Penentang kudeta 1 Februari sangat skeptis terhadap jaminan junta bahwa akan ada pemilu yang adil dan militer akan menyerahkan kekuasaan.
Janji itu diungkapkan saat polisi mengajukan tuntutan tambahan terhadap Suu Kyi.
“Kami mencintai demokrasi dan membenci junta,” tegas Sithu Maung, anggota terpilih dari Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang dipimpin Suu Kyi.
Maung mengatakan kepada puluhan ribu orang di Pagoda Sule, lokasi protes di kota utama Yangon.
“Kita harus menjadi generasi terakhir yang mengalami kudeta,” ujar dia.
Protes di kota-kota di penjuru Myanmar adalah yang terbesar sejak demonstrasi harian dimulai pada 6 Februari untuk mengecam kudeta yang menghentikan transisi menuju demokrasi.
Sebelum pemerintahan sipil yang dipimpin Suu Kyi, lebih dari setengah abad Myanmar dikendalikan oleh junta militer.
Juru bicara junta Brigadir Jenderal Zaw Min Tun mengatakan tentara tidak akan lama berkuasa dan 40 juta dari 53 juta penduduk Myanmar mendukung kudeta tersebut.
Sithu Maung mengolok-olok klaim itu dengan berkata, "Kami menunjukkan di sini bahwa kami tidak termasuk 40 juta itu."
Selain demonstrasi di negara yang memiliki beragam etnis, gerakan pembangkangan sipil telah memicu mogok kerja yang melumpuhkan banyak fungsi pemerintahan.
Tentara mengumumkan pengaduan polisi telah diajukan terhadap enam selebriti lokal sesuai undang-undang anti-penghasutan karena mendorong pegawai negeri bergabung protes.
Tuduhan itu bisa membawa hukuman penjara dua tahun.
"Jika kita tidak memenangkan pertempuran ini, masa depan kita, masa depan generasi kita, masa depan anak-anak kita, akan hilang," tegas aktor Pyay Ti Oo, salah satu dari enam pengunjuk rasa.
Tentara merebut kekuasaan setelah komisi pemilu menolak tuduhan kecurangan pemilu 8 November yang dimenangkan partai Suu Kyi.
Tentara mengatakan perebutan kekuasaan sejalan dengan konstitusi dan tetap berkomitmen pada demokrasi.
Negara-negara Barat mengecam kudeta tersebut dan menuntut Suu Kyi segera dibebaskan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: