AS Kemungkinan Hapus Kesepakatan Senjata dengan Arab Saudi Gegara...
Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden tengah berusaha untuk menghentikan kesepakatan senjata dengan Arab Saudi dan membatasi penjualan senjata hanya untuk senjata defensif, menyusul kekhawatiran atas pelanggaran hak asasi manusia.
Demikian laporan yang dirilis oleh Reuters mengutip sejumlah sumber.
Baca Juga: Di Tengah Panasnya Tensi Politik, PM Armenia Ungkit Masa Lalu: Apa Senjata Rusia dari Tahun '80-an?
Empat sumber mengatakan kepada Reuters para pejabat sedang meninjau peralatan dan pelatihan yang termasuk dalam kesepakatan senjata baru-baru ini dengan Arab Saudi. Itu dilakukan dalam upaya untuk menangguhkan penjualan senjata ofensif dan hanya mengizinkan penjualan produk-produk pertahanan.
"Penjualan senjata yang dianggap defensif, seperti sistem pertahanan rudal anti-balistik Terminal High Altitude Area Defense (THAAD) yang dibuat oleh Lockheed Martin atau sistem pertahanan rudal Patriot yang dibuat oleh Lockheed dan Raytheon - akan tetap diizinkan berdasarkan kebijakan baru," kata laporan itu seperti dikutip dari Al Araby, Minggu (28/2/2021).
Namun, penjualan produk seperti amunisi berpemandu presisi (PGM) dan bom berdiameter kecil, yang telah diperantarai di bawah pemerintahan Donald Trump, dapat ditangguhkan.
"Mereka mencoba untuk mencari tahu di mana Anda menarik garis antara senjata ofensif dan barang-barang pertahanan," lapor Reuters, mengutip seorang ajudan kongres yang akrab dengan masalah tersebut, menjelaskan prosesnya.
Peninjauan senjata juga akan memengaruhi perjanjian senilai USD23 miliar dengan Uni Emirat Arab (UEA) - mitra penting AS lainnya di wilayah tersebut.
Pada hari terakhirnya menjabat, Trump telah menandatangani kesepakatan senjata dengan UEA, yang mencakup penjualan hingga 50 jet F-35, 18 drone bersenjata, dan senjata lainnya, dengan dalih bahwa UEA akan menggunakan senjata tersebut untuk mencegah ancaman Iran.
Laporan itu muncul setelah Washington menghentikan setengah miliar dolar dalam kesepakatan senjata dengan Riyadh awal tahun ini karena kekhawatiran korban sipil dalam perang yang dipimpin Saudi di Yaman.
"Fokus kami adalah mengakhiri konflik di Yaman bahkan saat kami memastikan Arab Saudi memiliki semua yang dibutuhkan untuk mempertahankan wilayahnya dan rakyatnya," kata seorang juru bicara Departemen Luar Negeri AS.
Ia menambahkan bahwa Presiden AS Joe Biden telah berjanji untuk mengakhiri dukungan militer AS kampanye militer melawan pemberontak Yaman pimpinan Arab Saudi.
Setelah Biden menjabat awal tahun ini, timnya telah bekerja untuk menyesuaikan kembali hubungannya dengan Arab Saudi - sekutu utama AS, yang menjadi perhatian serius Washington terkait hak asasi manusia.
Pemerintahan Biden pada hari Jumat merilis sebuah laporan intelijen AS yang sensitif tentang pembunuhan terhadap jurnalis Arab Saudi Jamal Khashoggi, seorang penduduk AS yang menulis untuk The Washington Post, pada 2018 lalu.
Laporan tersebut menemukan bahwa Putra Mahkota Arab Saudi Mohammad bin Salman, penguasa de facto negara itu, menyetujui pembunuhan tersebut.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: