Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Gede Pasek Bongkar BW dan Cikeas Paling Brutal Dongkel Anas Urbaningrum, Bermula dari...

        Gede Pasek Bongkar BW dan Cikeas Paling Brutal Dongkel Anas Urbaningrum, Bermula dari... Kredit Foto: Antara/Reno Esnir
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Para loyalis Anas Urbaningrum langsung bereaksi begitu tahu Bambang Widjojanto atau BW menjadi pengacara kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dalam kisruh Partai Demokrat. Bagi mereka, tampilnya BW di kubu Cikeas telah membuka selubung yang membuat samar hubungan kasus Anas dan pelengserannya dari kursi ketua umum Partai Demokrat.

        I Gede Pasek Suardika, salah satu loyalis Anas mengaku hadirnya sosok BW sebagai kuasa hukum kubu AHY membangkitkan memorinya pada rangkaian panjang kisah lengsernya Anas. Menurut dia, dalam kasus Anas memang ada dua sosok komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang bersemangat memenjarakan Anas.

        "Yaitu Samad yang terbukti ngebet nyawapres dan BW yang ternyata satu jalur dengan Cikeas. Bahkan keduanya terlibat dalam kasus sprindik bocor usai pidato @SBYudhoyono dari Jeddah," tulis Pasek lewat akun twitter @G_paseksuardika, Senin (15/3/2021).

        Baca Juga: Partai Demokrat Diterjang Musibah, AHY Malah Tuai Berkah

        Pasek mengatakan BW selalu lantang mengondisikan opini untuk menjerat Anas. Upaya keras KPK disampaikan BW dengan mengatakan telah memeriksa lebih 350 orang. Namun, KPK masih saja kesulitan menemukan kejahatan dengan alat bukti yang telak.

        "Saking sulitnya menjerat, konon BW berinisiatif memasang dakwaan kasus Hambalang dan proyek-proyek lainnya. Kasus yang tidak jelas proyek apa yang dimaksud. Yang penting tersangka dulu copot posisi dari ketum," cuitnya.

        Sekjen Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) ini pun mengungkapkan terjadi tarik ulur penentuan status tersangka Anas yang berjalan seiring dengan upaya pelengseran AU dari posisi ketua umum Partai Demokrat lewat berbagai cara.

        "Puncaknya adalah pidato SBY di Jeddah yang dengan tegas meminta status AU. Kalimat yang mirip: Kalau salah katakan salah kalau tidak salah tolong jelaskan kenapa tidak salah," tulis Pasek.

        Baca Juga: Kisruh Partai Mulai Panas di DPR, Ibas Pimpin Fraksi Demokrat Ucap Ikrar Kesetiaan kepada Kubu AHY

        Sebelumnya, Presidium Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI), Sri Mulyono, sempat mengulas masa Demokrat di bawah kepemimpinan Anas Urbaningrum. Kata dia, baru setahun menjabat sebagai Ketum Demokrat, sudah ada beberapa kasus yang mengobrak-abrik kepemimpinan Anas seperti terkuaknya korupsi yang dilakukannya.

        Kepemimpinan Anas Urbaningrum, menurut Sri Mulyono, telah dilucuti oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di akhir periode kepemimpinannya sebagai presiden.

        Dibeberkan Sri Mulyono, kalau saat itu 8 Februari 2013, Anas Urbaningrum belum mempunyai status apa-apa dan belum dijadikan tersangka, hanya baru dipanggil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

        "Enggak bisa kerja sama sekali, hingga pada 2013 awal, Februari 2013 Pak SBY melucuti kepemimpinan Anas. Jadi, Ketua Umum Anas diambil alih oleh Pak SBY, Anas disuruh konsentrasi ke masalah hukumnya," kata Sri Mulyono dari kanal YouTube Akbar Faizal Uncensored.

        Baca Juga: Kalau Demokrat versi KLB Kalah, Moeldoko Disarankan Mundur Teratur

        "Inilah awal kudeta Partai Demokrat di sini ini, ini awalnya. Kenapa saya katakan kudeta? karena proses pengambilalihan ketua umum dari Anas ke SBY tidak melalui mekanisme AD/ART," ucapnya.

        Ditanyakan oleh Politisi Partai Nasdem, Akbar Faizal, apakah maksudnya bahwa Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat ini sedang menghadapi karma. Dia menjawab nantinya begitu, dengan menyebut kalau aksi yang dilakukan SBY adalah kudeta pertama yang terjadi di tubuh Partai Demokrat.

        "Banyak lagi peristiwa-peristiwa sebelumnya, Pak SBY mengumpulkan semua ketua DPD I di Cikeas dengan tidak mengundang Anas sebagai ketua umum, ini juga ilegal dan ini arogan," ucapnya.

        Sri Mulyono menyatakan, contoh-contoh itulah yang telah dipertontonkan oleh SBY kepada semua kadernya sehingga pada hari ini para kader tersebut mencontoh apa yang dulu dilakukan oleh SBY.

        "Karena kami diajari begini ya kita sikat saja Pak SBY hari ini, kira-kira begitulah. Seperti yang dikatakan Bang Ruhut semut saja diinjak menggigit apalagi ini tokoh-tokoh yang sudah berjuang, yang senior, otomatis begitulah kan," katanya.

        Sri Mulyono pun mengulas sedikit peristiwa kongres di tubuh Demokrat. Dia memaparkan pada saat Kongres Bali yang kedua pada tahun 2005 ada lima calon yang diajukan dan pada finalnya tersisa dua nama, yakni Subur Budhisantoso dan Hadi Utomo, lalu Hadi Utomo keluar sebagai pemenang dengan cara yang demokratis dengan 264 suara.

        Kemudian pada kongres 2010 ada tiga calon, yaitu Andi Mallarangeng, Marzuki Alie, dan Anas Urbaningrum. Pada kongres 2010, menurut Sri Mulyono pemilihan ketua umum saat itu disebutnya berjalan sangat demokratis dan Anas Urbaningrum dinyatakan sebagai pemenang dengan cara yang juga demokratis.

        Lalu di 2013, diungkapkannya, SBY mengambil alih Partai Demokrat dari Anas Urbaningrum dengan cara yang tidak demokratis dan melanggar AD/ART. Setelah itu, dikatakannya, tidak ada lagi demokrasi di Demokrat.

        "Pak SBY mengangkat dirinya sendiri jadi ketum, calon tunggal, setelah itu Pak SBY mengondisikan aklamasi AHY calon tunggal, tidak ada lagi demokrasi. Jadi yang membunuh demokrasi dalam demokrat ya Pak SBY sendiri, bukan orang lain," kata Sri Mulyono.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: