- Home
- /
- News
- /
- Megapolitan
Bantahan Politikus PDIP Terkait Kasus Rumah DP Rp0 yang Seret Anies Baswedan
Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi membantah terlibat kasus dugaan korupsi pengadaan lahan untuk program pembangunan rumah DP Rp0 di Munjul, Kelurahan Pondok Rangon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, pada 2019. "Saya di sini mengklarifikasi karena terus terang saja ada kesebut saya sebagai Ketua DPRD, lantai 10. Saya enggak tahu nih orangnya, dari mana, saya harus klarifikasi dia," kata Prasetyo di Gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (15/3).
Bahkan, politikus dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan ini merasa difitnah dan terkejut karena namanya disebut dalam pemberitaan yang ada. Dia menyatakan bahwa tiap perencanaan pada BUMD datangnya adalah dari pemerintah provinsi.
Baca Juga: Pasang Badan untuk Bosnya, Anak Buah Anies Kena Geber Ferdinand Juga: Pak Riza, Ada Hukum..
"Perencanaan pertamanya dari gubernur dan diarahkan ke saya. Kebetulan saya sebagai Ketua Banggar untuk pengesahan apakah disetujui atau tidak kan begitu," ujarnya.
Meski dibahas di Banggar, Prasetio mengungkapkan banyak pihak yang terlibat dalam proses pembelian tanah di Cipayung untuk keperluan pembangunan hunian DP Rp0. Dia menyebutkan, pihak-pihak yang terlibat itu di antaranya DPRD DKI melalui Badan Anggaran (Banggar) dan Komisi B. Kemudian di pihak Pemprov DKI melalui Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) serta Perumda Sarana Jaya.
"Jadi, bukan semata-mata saya sendiri yang melaksanakan itu (mengesahkan), dan itu juga anggaran tahun 2018. Ketua komisi saat itu bukan saya dan Koordinator (Komisi B) juga bukan saya, kok tiba-tiba ada nama saya, ini ngeri-ngeri sedap dan enggak enak," kata Prasetyo.
Presetyo menilai, Gubernur Anies Baswedan bertanggung jawab dalam pengadaan lahan oleh PT Pembangunan Sarana Jaya di Munjul, Kelurahan Pondok Rangon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, pada 2019. Menurut dia, Anies sebagai kepala daerah sudah pasti mengetahui adanya pembelian lahan yang dilakukan oleh anak buahnya, termasuk yang disebut dialokasikan untuk pembangunan program Rumah DP Rp0 tersebut.
"Ya gubernur, gubernur tahu kok, makanya saya katakan saat rapat dengan Sarana Jaya, masak Wagub tidak bisa menjawab dan tidak mengerti masalah program DP Rp0. Kalau kami cuma mengesahkan, jadi apa yang mereka minta kami serahkan kepada mereka lagi," kata Prasetyo.
Prasetyo menerangkan, setelah anggaran pembelian tanah yang diajukan disetujui dewan, Pemprov DKI Jakarta membuatkan payung hukum untuk proses pencairan dananya. Karena itu, dia mengatakan, tidak mengetahui proses eksekusi lahan yang dilakukan oleh Perumda Sarana Jaya.
"Saya enggak ngerti, fungsi saya hanya pegang palu (mengesahkan) anggaran yang diminta. Tapi saya enggak merasa (dikambinghitamkan) karena saya enggak bermain itu kok. Biarkan saja mereka yang mengatakan itu, nanti dia sendiri yang merasakan dosanya," kata Prasetyo.
Dalam perkara ini, KPK tengah melakukan penyidikan perkara dugaan korupsi pembelian tanah di beberapa lokasi untuk Program DP 0 Rupiah Pemprov DKI oleh BUMD DKI Jakarta dari sembilan objek pembelian tanah yang diduga digelembungkan.
Salah satunya adalah pembelian tanah seluas 41.921 m2 yang berada di kawasan Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, pada 2019. Berdasarkan informasi yang dihimpun, dalam proses penyidikan sengkarut tanah ini, penyidik lembaga antirasuah telah menetapkan empat pihak sebagai tersangka.
Empat tersangka itu adalah Yoory Corneles (YC) selaku Dirut Sarana Jaya, Anja Runtuwene (AR) dan Tommy Adrian (TA). Selain itu, penyidik juga menetapkan PT. AP (Adonara Propertindo) selaku penjual tanah sebagai tersangka kasus yang terindikasi merugikan keuangan negara senilai Rp100 miliar.
Indikasi kerugian negara sebesar Rp100 miliar terjadi karena ada selisih harga tanah Rp5.200.000 per m2 dengan total pembelian Rp217.989.200.000. Sementara dari total sembilan kasus pembelian tanah yang dilaporkan ke KPK, terindikasi merugikan keuangan negara sekitar Rp1 triliun.
Forum Indonesia untuk Transparan Anggaran (Fitra) menilai, korupsi lahan yang melibatkan petinggi BUMD PT Pembangunan Sarana Jaya adalah karena adanya keteledoran dari DPRD DKI Jakarta. Menurut Sekretaris Jenderal (Sekjen) Fitra Misbah Hasan, anggaran pengadaan lahan yang dikelola PT Pembangunan Sarana Jaya ada pada item APDB sehingga tidak mungkin ketua dan anggota banggar tidak mengetahui dan menyetujui.
Baca Juga: Anies Didesak Bubarkan TGUPP, Gerindra: Anak Pungut Kok Bisa Punya Pengaruh Begitu Besar...
"Karena anggaran ini sifatnya multiyears, harusnya ada evaluasi setiap tahun dari pelaksanaan program pengadaan lahan ini. Di sinilah 'keteledoran' DPRD menurut saya," kata Misbah, saat dikonfirmasi wartawan, Selasa (16/3).
Karenanya, Misbah mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi terkait dugaan korupsi lahan yang diduga untuk proyek rumah DP Rp0 di Cipayung, Jakarta Timur.
"Saya mendorong KPK juga memanggil ketua DPRD DKI/ Ketua Banggar (Prasetyo Edi Marsudi) untuk dimintai keterangan terkait hal ini," kata Misbah.
Pemanggilan tersebut, kata Misbah, mengingat Prasetyo juga merupakan Ketua Badan Anggaran (Banggar) dinilai sudah pasti mengetahui dan menyetujui pengeluaran pembiayaan APBD. Adapun mengenai pernyataan Prasetyo yang mengaku dirinya tidak terlibat, Misbah menambahkan, bahwa itu nanti harus dapat dibuktikan setelah dimintai keterangan KPK.
"Yang jelas, publik ingin mendapatkan informasi mengapa anggaran penyertaan modal untuk pengadaan lahan tersebut disetujui setiap tahun," ujarnya.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengakui lahan yang dibeli PT Pembangunan Sarana Jaya di kawasan Munjul, Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur, salah satunya untuk pembangunan rumah DP Rp0.
"Kurang lebih yang dibeli Sarana Jaya itu (di Munjul) untuk (program) DP Rp0, di antaranya ya," kata Riza di Balai Kota Jakarta, Rabu (10/3) malam.
Program rumah DP Rp0 ini, kata Riza, adalah penugasan dari Pemprov DKI Jakarta sesuai Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2018-2022 yang dipercayakan kepada Sarana Jaya. Mulai dari pembelian lahan, pembangunan unit hunian, hingga pemasarannya.
"Jadi intinya tanah yang dibeli Pemprov DKI Jakarta macam-macam, ada yang dibeli oleh Dinas SDA untuk pengendalian banjir, oleh Dinas Pertamanan untuk RTH, Dinas Bina Marga untuk infrastruktur, macam-macam peruntukannya," kata Riza.
Ketika ditanyakan apakah proses pengadaan lahan itu diketahui oleh wagub maupun Gubernur Anies Baswedan, Riza mengatakan dia tak mengetahui hal tersebut karena mereka tidak masuk ke wilayah teknis. Mereka, lanjut Riza, bertugas membuat kebijakan secara umum seperti instruksi pengendalian banjir, normalisasi, naturalisasi, termasuk membuat program rumah DP Rp0.
"Kami minta dinas-dinas, BUMD untuk menyiapkan. Masing-masing bekerja, jadi kami tidak masuk wilayah teknis. Enggak mungkinlah gubernur-wagub ngurusin yang teknis-teknis, yang besar-besar saja menyita waktu, apalagi masuk wilayah teknis. Itu tugas dinas, tugas sudin," katanya.
Sementara itu, Humas PT Pembangunan Sarana Jaya Yulianita Rianti memastikan kasus yang menjerat Yoory tidak berpengaruh pada proyek DP Rp0 di Cilangkap dan Pondok Kelapa.
"Kami masih berfokus pada proyek DP Rp0 di Cilangkap dan Pondok Kelapa (Nuansa Samawa) yang kami bisa pastikan juga bahwa di dua lokasi tersebut tidak terkait dengan yang ramai saat ini di media. Cilangkap bisa kami pastikan bisa selesai sesuai target," kata Yulia.
Saat ini, Yoory C Pinontoan dinonaktifkan dari jabatannya sebagai Dirut Sarana Jaya, kemudian Direktur Pengembangan Perumda Pembangunan Sarana JayaIndra Sukmono Arharrys ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Perumda Pembangunan Sarana Jaya paling lama tiga bulan terhitung sejak ditetapkan keputusan gubernur dengan opsi dapat diperpanjang.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum