Puan Maharani Kritik Presiden Jokowi Soal Larangan Mudik Lebaran: Harus Konsisten
Meskipun sama-sama berjaket PDIP dan pernah jadi menteri, Puan Maharani tidak segan-segan lontarkan kritik pada Presiden Jokowi. Selama menjabat Ketua DPR, sudah beberapa kali Puan mengkritik sejumlah kebijakan dan kinerja Jokowi. Kali ini, Puan “nanduk” Jokowi soal urusan larangan mudik lebaran.
Sejak di gulirkan oleh Menko PMK Muhadjir Effendy akhir Maret lalu, aturan larangan mudik terus menuai kontroversi. Maklum, saat wacana itu dilontarkan, sikap menteri di kabinet belum satu suara. Misalnya, Kementerian Perhubungan yang pernah bilang kegiatan mudik tidak dilarang.
Baca Juga: Benarkah TMII akan Berpindah Tangan dari Keluarga Soeharto ke Jokowi?
Namun, yang membingungkan lagi, yakni kebijakan yang dikeluarkan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Kementerian yang dipimpin Sandiaga Uno ini justru akan menggenjot sektor pariwisata saat libur lebaran nanti.
Awal pekan lalu, kebijakan larangan mudik ini sudah membaik. Semua kementerian kompak, satu suara.
Menteri PAN/RB Tjahjo Kumolo juga mengeluarkan larangan mudik bagi PNS, TNI dan Polri.
Namun, karena khawatir aturan ini berimbas pada anjloknya ekonomi, pemerintah tetap menggeber sektor pariwisata. Keputusan akhir, mudik tetap dilarang. Tapi nadi usaha tetap harus terus berdenyut, termasuk sektor pariwisata. Karena itu, Muhadjir memberi lampu hijau usulan Menparekraf untuk menggerakkan dan menghidupkan staycation atau berlibur di hotel dengan menjaga protokol kesehatan.
Kebijakan yang tumpang tindih inilah yang membuat Puan menyampaikan kritik. Putri Megawati ini meminta pemerintah konsisten dan adil dalam kebijakan larangan mudik. Merujuk pengalaman sebelumnya, pemerintah juga sudah mengeluarkan larangan untuk bepergian saat libur panjang. Namun faktanya, tetap ada peningkatan mobilitas warga pada beberapa hari libur panjang.
“Konsistensi penerapan kebijakan di lapangan suatu keharusan untuk mencapai hasil seperti yang diharapkan,” kata Puan, kemarin.
Mantan Menko PMK itu mengatakan, memang tidak mudah menekan penyebaran Covid-19 sambil bersamaan menjaga denyut perekonomian. Wajar kalau masyarakat masih bertanya-tanya mengapa mudik dilarang tetapi tempat wisata diizinkan buka, meski tetap ada pembatasan.
Agar tak terkesan membingungkan, Puan meminta pemerintah memanfaatkan waktu untuk mematangkan kebijakan larangan mudik, ibadah pada bulan puasa, dan tempat wisata.
“Tidak boleh ada lagi kebijakan yang membingungkan masyarakat. Siapkan mekanismenya dan sumber daya manusianya, supaya penerapan dan pengawasan di lapangan konsisten,” tutur Puan.
Puan mengingatkan pemerintah, jangan sampai masyarakat yang tidak mudik dan patuh aturan justru kecewa karena orang lain melanggar tetapi tidak ditindak, karena belum ada payung hukumnya. Selain itu, Puan menekankan pentingnya sosialisasi yang masif dan efektif agar masyarakat mau bersama-sama berkorban menunda mudik demi mencegah penyebaran Covid-19.
Apa sikap pemerintah? Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito mengatakan kebijakan larangan mudik tidak akan berubah. Keputusan itu sudah tertuang dalam Surat Edaran (SE) Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Nomor 13 Tahun 2021. Surat ini diteken oleh Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Doni Monardo pada 7 April 2021 dan berlaku selama 6-17 Mei 2021.
Inti surat itu, mudik tetap dilarang. Baik menggunakan pesawat, kereta, kapal atau mobil pribadi. Bagi yang melanggar akan dikenakan sanksi denda, sosial, sampai kurungan.
Ada yang dikecualikan seperti mobil logistik, perjalanan dinas, kunjungan keluarga sakit, kunjungan duka anggota keluarga meninggal, ibu hamil yang didampingi 1 orang anggota keluarga, dan kepentingan persalinan yang didampingi maksimal 2 orang. Bagi pegawai, diwajibkan memiliki surat izin perjalanan tertulis atau surat izin keluar/masuk (SIKM) dan izin tertulis dari atasan.
Masyarakat yang mendapatkan izin untuk melakukan perjalanan pada periode ini wajib melakukan karantina mandiri selama 5x24 jam setibanya di tempat tujuan sebelum melakukan aktivitas.
“Karantina dilakukan di fasilitas yang disediakan berupa fasilitas pemda dan hotel yang dapat menerapkan protokol kesehatan yang ketat menggunakan biaya mandiri,” kata Wiku dalam konferensi pers, kemarin.
Keputusan pemerintah itu juga didukung aparat kepolisian. Kakorlantas Polri, Irjen Istiono mengatakan, pihaknya akan menggelar Operasi Kemanusiaan Ketupat 2021. Dalam operasi ini pihaknya akan melakukan penyekatan di 333 titik untuk menghalau masyarakat yang hendak nekat mudik Lebaran. Penyekatan dilakukan di 34 provinsi di seluruh Indonesia terutama Lampung-Bali.
“Daerah ini adalah titik mobilisasi utama yang harus kita lakukan penyekatan utama selain cek-cek poin di beberapa daerah lainnya,” ujar Istiono, kemarin.
Nantinya cek poin akan dilakukan setiap perbatasan provinsi dan Kabupaten. Hal itu sebagai langkah strategis menghindari perjalanan mudik Lebaran 2021.
Sebelum menggelar Operasi Ketupat 2021, pihaknya juga akan menggelar Operasi Keselamatan yang akan dilakukan sejak 12-27 April 2021. Operasi Keselamatan tersebut sebagai langkah awal mensosialisasikan tentang larangan mudik 2021. “Ini benar-benar kita berharap kesadaran masyarakat untuk tidak mudik,” ujarnya.
Namun, Epidemiolog dari Universitas Soedirman, Yudhi Wibowo pesimis aturan larangan mudik ini akan berjalan efektif. Ia menilai aturan hanya sekadar formalitas. Lihat saja, sejak diterapkan sejak awal pandemi Covid-19, kebijakan tersebut tak mampu meredam lonjakan mobilitas penduduk. Ujungnnya kasus positif maupun kematian karena Covid-19 selalu melonjak setelah libur panjang.
Ia mencontohkan lbur panjang tanggal 1-4 April 2021. Berdasarkan data tren mobility dari Aplle, terjadi kenaikan mobilitas penduduk selama libur panjang itu.
Ada berbagai penyebab kenapa larangan mudik dan bepergian tak efektif. Kata dia, harusnya larangan tersebut bersifat terpadu, terkoordinasi dan komprehensif secara nasional serta terkomunikasikan dengan baik kepada masyarakat. Itu termasuk kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro, yang sudah diberlakukan lebih dulu.
Yudhi mengemukakan, berbagai kebijakan juga terkesan ambigu dan terkesan membingungkan. Contohnya, polemik ‘mudik’ dengan ‘pulang kampung’, saat awal muncul pernyataan yang berbeda terkait keputusan larangan mudik tahun 2021 antar-menteri, hal ini tentunya dapat membuat bingung masyarakat dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah.
Dia menambahkan, kebijakan juga kerap bersifat mendadak contohnya SE Menpan RB Nomor 7 tahun 2021 dikeluarkan mendekati hari H, sehingga kurang tersosialisasi dengan baik. Tak Kalah penting, kebijakan larangan bepergian tidak diikuti ketentuan teknis dan implementasi yang konsisten dan tegas di lapangan. Ada kesan pembiaran meskipun jelas sekali bahwa terjadi lonjakan mobilitas penduduk selama waktu larangan tersebut.
“Kebijakan larangan tersebut hanya terkesan formalitas semata. Untuk itu diperlukan perbaikan dalam merumuskan kebijakan yaitu harus terpadu,” ungkapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Alfi Dinilhaq
Tag Terkait: