Jumlah utang pemerintah semakin menggunung. Per Maret 2021, sudah tembus Rp6.445,07 triliun. Meski begitu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menganggap, jumlah itu masih kecil.
Kenaikan utang drastis terjadi pada dua tahun terakhir. Tahun lalu, ada tambahan utang sebesar Rp 1.226,8 triliun. Sedangkan tahun ini, tambahannya mencapai Rp 1.177,4 triliun. Hal ini terjadi karena pendapatan negara berkurang akibat pandemi, dan belanja semakin besar untuk pemulihan kesehatan dan ekonomi.
Baca Juga: Fakta-fakta Utang Pemerintah Bengkak Rp6.445,07 T, Pengusaha Kritik Habis-habisan
Dengan jumlah tadi, rasio utang pemerintah sudah mencapai 41,64 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini memang masih di bawah batas yang diizinkan Undang-Undang Keuangan Negara, yakni 60 persen terhadap PDB.
Atas hal itu, Sri Mul merasa, utang Indonesia relatif lebih kecil dibandingkan negara lain. Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini berjanji akan mengelola utang tersebut dengan hati-hati.
"Meskipun kita dalam situasi relatif lebih kecil dibanding negara lain, dari sisi total defisit maupun rasio defisit, dan total utang maupun rasio utang terhadap PDB, namun kita tetap harus hati-hati," katanya, dalam Musrenbangnas 2021, kemarin.
Sri Mul sebenarnya tidak bisa menutupi kekhawatiran dengan angka tersebut. Apalagi, tren kenaikan suku bunga global akan berdampak pada jumlah utang yang harus dibayar negara. Agar tetap produktif, ia berjanji hasil utang ini akan mengalir ke pembiayaan yang inovatif, mendukung kedalaman pasar, dan mempermudah akses pembiayaan UMKM.
Anggota Komisi XI DPR Willy Aditya mengamini, utang Indonesia lebih kecil dari negara lain, terutama dengan negara maju seperti Jepang dan Amerika Serikat. Meski begitu, ia berharap posisi utang saat ini tidak dijadikan keunggulan. Sebab, pondasi ekonomi Indonesia berbeda jauh dengan Jepang atau Amerika.
"Sektor konsumsi yang menjadi andalan PDB kita harus diseimbangkan dengan sektor produksi yang terus menguat. Ini yang menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah," ulasnya saat dihubungi Rakyat Merdeka, tadi malam.
Politisi muda NasDem ini menekankan, utang memang digunakan untuk sektor produktif. Di saat kontribusi pajak tertekan, utang menjadi langkah yang rasional. Namun, perlu diingat, pemerintah juga perlu mendatangkan investasi untuk menyeimbangkan utang dengan tindakan ekonomi yang produktif.
Anggota Komisi XI DPR Hendrawan Supratikno mengatakan, bila tolok ukurnya PDB, jumlah utang saat ini memang masih aman. Namun, hal ini tidak lantas dijadikan alasan terus berutang. Berbeda jika takarannya adalah ekspor, APBN, atau penerimaan pajak. Sebab itu, ia menganggap utang harus dikaitkan dengan penggunaan dan pengembaliannya.
Politisi senior PDIP ini meminta agar utang ini dikelola secara hati-hati, transparan, dan produktif. "Kapasitas pengembaliannya harus terjaga baik. Tidak terjebak dalam perangkap gali lubang tutup lubang, atau berpotensi mengorbankan kedaulatan kita dalam menentukan nasib sendiri di masa depan," ucapnya, mengingatkan.
Di dunia maya, warganet ikutan berkomentar. Kebanyakan mengkritik Sri Mul atas jumlah utang pemerintah yang terus menumpuk.
"Opini gue, Bu SMI ini adalah Menkeu paling gagal total sepanjang sejarah Indonesia merdeka. Ini opini gue," cuit @DreW_JaKoB_WolF. "Ratu ngutang," timpal @khairulabrar46.
Akun @zaqi_ mengkritik dengan kalimat satire. "Menteri Keuangan terbaik Asia Tenggara. Kalau nggak ngutang, naikin pajak, atau motong THR/gaji PNS. Pantes namanya 'uang kita', bukan uang rakyat," tulisnya.
Sedangkan akun @AbiAbizal menyebut, utang menggunung itu tidak akan membuat Sri Muly puyeng. Sebab, yang bayar utang itu adalah negara, bukan Sri Mul. "Ngutang terus, toh yang bayar bukan dia. Mau negara ini bangkrut toh gaji dia tetap full kan," tulisnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Alfi Dinilhaq
Tag Terkait: