Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Belajar Kasus Covid-19 Thailand yang Turun, Bukan Pertanda Sudah Aman...

        Belajar Kasus Covid-19 Thailand yang Turun, Bukan Pertanda Sudah Aman... Kredit Foto: Unsplash/Dave Kim
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Untuk mencegah terjadinya ledakan kasus Covid-19, Indonesia bisa berkaca dari pengalaman berbagai negara. Salah satunya Thailand. Di negeri Gajah Putih ini, kasus Corona memasuki gelombang ketiga.

        Kondisi tersebut diungkap­kan oleh Duta Besar Indonesia untuk Thailand Rachmat Budiman dalam Talk Show RM.id bertajuk “Obrolan Seru Lebaran di Negeri Gajah Putih”, Kamis (20/5).

        Baca Juga: Thailand Dihantam Gelombang Ketiga Covid-19, Sektor Pariwisata Nyungsep Hingga 85 Persen

        Dalam acara tersebut, Rachmat menceritakan fase-fase yang sudah dilalui Thailand. Dia pun mengingatkan, penu­runan kasus bukan pertanda negara aman dari Covid-19.

        “Di Bangkok sudah me­masuki gelombang ketiga. Yang pertama itu kan mulai Januari sampai Desember 2020,” tuturnya.

        Rachmat merinci, usai gelom­bang pertama, Pemerintah Thailand mulai melakukan pelong­garan. Berbagai fasilitas publik seperti taman, tempat wisata dan sekolah mulai dibuka.

        Setelah itu, datang gelom­bang kedua pada akhir tahun 2020. Gelombang kedua be­rangsur melandai pada Januari 2021. Pemerintah Thailand kembali melonggarkan pem­batasan.

        Sayang, kondisi baik ini tidak berlangsung lama. Ternyata awal April 2021 Thailand mengalami peningkatan kasus Covid-19, sehingga ditetapkan sebagai gelombang ketiga.

        “Kami melihat gelombang ketiga ini jauh lebih dahsyat daripada gelombang yang pertama dan kedua. Didorong juga masuknya varian baru yang datang dari Inggris, India dan dari Afrika Selatan serta Brazil,” ungkap Rachmat.

        Varian mutasi Covid-19 itu membuat penularan makin ce­pat. Korbannya naik berlipat-lipat. Dari segi angka telah terjadi lonjakan yang cukup dahsyat.

        Dia membandingkan, pada gelombang pertama itu, mulai 13 Januari sampai Desember 2020, sekitar 6.900 orang terpapar Covid-19, dan 61 di antaranya meninggal.

        Sementara angka gelombang ketiga di April-Mei jumlahnya sekitar 88 ribu yang terpapar, yang meninggal sekitar 548 orang. Itu hanya dalam waktu April dan Mei. Jadi, rata-rata per hari kasus naik 2.500.

        Menurut Rachmat, pada gelombang ketiga ini, Bangkok masuk dalam daerah yang mendapat perhatian maksi­mum.

        Soalnya, banyak klaster Covid-19 di Ibu Kota Thailand itu. Ada sekitar 9 distrik di Bangkok yang menjadi per­hatian pemerintah setempat. Padahal, sebelumnya Bangkok bukan menjadi salah satu sen­tral atau pusat Covid-19.

        “Sekarang Bangkok dengan tiga provinsi lain masuk dalam wilayah yang rentan terjadi klaster baru. Makin banyak wilayah yang terpapar Covid-19,” bebernya.

        Melihat kondisi yang makin mengkhawatirkan, Pemerintah Thailand kembali melakukan pembatasan ketat. Di antaranya, masyarakat dilarang ber­kumpul lebih dari 20 orang. Mall-mall dipangkas waktu bukanya. Beberapa area olah­raga atau tempat kegiatan lain yang memungkinkan adanya kontak, ditutup semua.

        “Bagi orang yang tidak menggunakan masker di tem­pat-tempat umum itu di denda sekitar Rp 10 juta. Aturan bermasker berlaku di dalam ruangan,” ungkap Rachmat.

        Pemerintah Thailand, menu­rut dia, konsisten dan tegas menjalankan aturan. Terbukti, orang pertama kali yang kena denda justru pejabat tinggi mereka.

        “Perdana Menteri ketika sedang rapat, saat bicara buka masker, itu dianggap langgar aturan,” kisahnya.

        Rachmat pun berpesan kepada masyarakat Indonesia agar mengikuti anjuran pemerintah. Di antaranya, menghin­dari kumpul-kumpul dan selalu memakai masker.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Alfi Dinilhaq

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: