Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Kerugian Tembus Belasan Triliun, Ahli Hukum Minta Polri Usut Tuntas Kasus KSP Indosurya

        Kerugian Tembus Belasan Triliun, Ahli Hukum Minta Polri Usut Tuntas Kasus KSP Indosurya Kredit Foto: Istimewa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Ahli Hukum dari ONGGO & Partners, Hendra Onggowijaya, meminta Polri untuk mengusut tuntas penipuan kasus penipuan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya, yang menyebabkan kerugian korban hingga Rp15 triliun.

        Karena itu, pihaknya pun ikut menyoroti perihal pendekatan homoglasi yang diterapkan pihak Kepolisian dalam penyelesaian KSP Indosurya. Baca Juga: Permohonan PKPU Terhadap PT DAN Ditolak

        Menurut dia, perdamaian Penundaaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dalam hukum kepailitan berbeda dengan perdamaian dalam restoratif justice pada hukum pidana yang sudah diatur dalam KUHP.

        Tambahnya, perdamaian PKPU dalam hukum kepailitan merupakan restrukturisasi utang penjadwalan kembali utang yang telah jatuh tempo dan perdamaian dalam PKPU itu ditegaskan hanya sebatas janji dan bukan pemenuhan pengembalian kerugian.

        "Mabes polri jangan terjebak pada pendapat pendapat keliru yang seolah olah harus berhati-hati karena ada tersangka yang mengajukan bukti baru adanya putusan PKPU," ujarnya dalam keterangan tertulisnya, Selasa (1/6/2021). Baca Juga: Voting PKPU, Konsumen Prajawangsa City Ingin Prodam Direvisi

        "Bahwa fakta hukum yang terjadi adalah janji janji putusan PKPU tersebut tidak dipenuhi sebagaimana yang dijanjikan oleh pihak Indosurya," jelas dia.

        Lebih lanjut, dirinya menegaskan terdapat perbedaan antara putusan PKPU dengan perbuatan pidana yang diduga telah dilakukan para tersangka.

        Lanjutnya, ia mengatakan dalam Putusan PKPU hanya menyatakan janji untuk pembayaran utang yang dijadwalkan sesuai putusan PKPU.

        Namun, untuk perbuatan tindak pidana sendiri diduga telah terjadi.

        "Bahkan pemulihan hak korban belum terjadi, jadi ada perbedaan mendasar, yaitu adanya perbuatan pidana dan belum dipulihkannya hak-hak korban dengan putusan pengadilan yang hanya menyatakan penjadwalan pembayaran utang," jelas dia.

        Ia menilai seharusnya Polri menjalankan kewajiban penyidikan sesuai KUHAP yang diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 8 tahun 1981.

        "Karena dalam hukum pidana, perbuatannyalah yang harus dipertanggungjawabkan," jelas dia.

        Baca Juga: Voting PKPU, Konsumen Prajawangsa City Ingin Prodam Direvisi

        "Mabes Polri wajib menilai asas kepastian hukum, di mana Korban mengajukan Laporan Polisi wajib diberikan kepastian hukum. Polisi tidak punya kewajiban pembuktian terhadap bukti yang diajukan Pihak Tersangka atau kuasa hukumnya. Nanti tempat pengujian semua alat bukti ada di Pengadilan, di mana majelis hakim yang membuat pertimbangan dan dasar putusan," tutupnya.

        Sebelumnya, Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Helmy Santika mengatakan bahwa pihaknya tengah berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung (Kejagung), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPAT), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta perbankan untuk mengusut kasus investasi KSP Indosurya Cipta.

        Menurutnya, hal tersebut perlu dilakukan guna mendapat masukan terhadap perkara yang dibuat penyidik.  

        Hal tersebut mengacu pada bukti yang diberikan kepada pihaknya perihal putusan perjanjian perdamaian (homologasi) yang disampaikan tersangka Henry Surya. 

        "Tersangka Henry Surya mengajukan bukti baru berupa putusan perjanjian perdamaian (homologasi) atas gugatan PKPU," katanya dalam keterangan tertulisnya, Rabu (26/5)

        "Ini (pemeriksaan) juga membutuhkan waktu, karena perlu penyitaan ribuan dokumen," ungkapnya.

        Mengingat sejumlah korban berharap kerugian atas kasus penipuan KSP Indosurya dapat dikembalikan lewat terbitnya putusan PKPU tersebut. 

        "Jika kami mengunakan kacamata kuda, maka kasus ini sudah selesai dari dulu karena tersangka ada, korban ada, barang bukti ada dan saksi ada," papar dia.

        "Namun penyidik juga harus mempertimbangkan kemanfaatan hukum dan mekanisme hukum lainnya, di mana banyak korban yang mengharap kerugiannya dikembalikan begitu juga dengan adanya PKPU, sehingga penanganannya terkesan menjadi lambat," tambahnya.

        Diketahui pada bulan April 2020, Pemilik Koperasi Indosurya, Henry Surya ditetapkan sebagai Tersangka atas dugaan Pidana Perbankan dan pencucian uang berdasarkan surat Penetapan Mabes Polri yang ditujukan ke Kejaksaan Agung RI.

        Namun, sejak ditetapkan sebagai tersangka, perkara mandek dimana Berkas Tersangka Henry Surya tidak pernah dilimpahkan ke Kejaksaan atau yang sering disebut tahap 1 (Pelimpahan Berkas).

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: