Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Lalui 3 Fase, Perkebunan Sawit Ubah Daerah Terisolir Jadi Pusat Ekonomi Baru

        Lalui 3 Fase, Perkebunan Sawit Ubah Daerah Terisolir Jadi Pusat Ekonomi Baru Kredit Foto: Antara/Iggoy el Fitra
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pengembangan perkebunan kelapa sawit dapat dikategorikan sebagai pioneer kegiatan ekonomi di suatu daerah. Pada awalnya, perkebunan kelapa sawit dikembangkan di daerah-daerah degraded land (pelosok, pinggiran, daerah tertinggal, dan terisolir).

        Dengan kata lain, di daerah tersebut belum terjangkau pembangunan secara alamiah sehingga pengembangannya sangat terbelakang. “Daerah bekas logging dan bekas tambang dapat menjadi salah satu contoh daerah yang dapat menggambarkan degraded land dan dalam ilmu ekonomi regional dikenal juga sebagai ghost town. Degraded land tersebut juga merupakan sumber utama asal muasal lahan untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia,” seperti dicatat dalam laporan PASPI Monitor. 

        Baca Juga: Indonesia - UE Miliki Banyak Kesamaan, Jangan Lagi Sawit Dibedakan

        Dalam sumber yang sama dijelaskan, perkebunan kelapa sawit dalam merestorasi degraded land menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru di berbagai daerah di Indonesia, dapat dibagi atas tiga fase proses pembangunan.

        Pertama, Fase Perintisan yang merupakan fase awal dimana calon lokasi ditetapkan pemerintah sebagai wilayah pengembangan perkebunan kelapa sawit dengan pola Perkebunan Inti Rakyat (PIR). Model PIR ini mewajibkan petani sawit rakyat dimitrakan dengan korporasi dalam pembangunan perkebunan kelapa sawit di daerah tersebut. Kegiatan pertama yang dilakukan yakni membangun infrastruktur jalan dan jembatan, perumahan, dan fasilitas sosial atau fasilitas umum. 

        Kedua, Fase Percepatan. Pada fase ini, setidaknya terdapat dua model perkebunan sawit yang berkembang yakni perkebunan inti-plasma (kemitraan petani dengan korporasi) beserta petani sawit swadaya disekitarnya serta pembangunan pelabuhan CPO yang dilengkapi dengan fasilitas tangki timbun dan bongkar muat. Selain melibatkan masyarakat lokal, perluasan perkebunan sawit tersebut juga diikuti program transmigrasi dan migrasi dari daerah-daerah lain ke daerah-daerah sentra perkebunan sawit yang sedang berkembang. 

        Ketiga, Fase Pusat Pertumbuhan Ekonomi Baru Daerah. Seiring dengan semakin berkembangnya kegiatan perkebunan sawit di berbagai daerah maka turut menggerakkan sektor ekonomi lainnya seperti sektor jasa (jasa transportasi pengangkutan TBS dari kebun ke PKS, jasa transportasi CPO dari PKS ke Pelabuhan CPO, jasa keuangan/perbankan, jasa supplier barang/jasa perkantoran, jasa perdagangan bahan pangan, jasa warung/restoran makan, jasa perdagangan antar kota, dan lain-lain.

        “Aglomerasi dari dua pola perkebunan kelapa sawit (pola BUMN-Plasma-Swadaya dan pola Korporasi swasta-Swadaya) dengan sektor-sektor jasa pendukung yang berkembang mampu membentuk suatu kawasan agropolitan yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru di daerah tersebut,” catat laporan PASPI Monitor. Bahkan hingga tahun 2013, data PASPI Monitor menemukan, setidaknya terdapat 50 kawasan pedesaan terbelakang/terisolir yang telah berkembang menjadi kawasan pertumbuhan baru dengan basis ekonomi sawit.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Ellisa Agri Elfadina
        Editor: Alfi Dinilhaq

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: