Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Ogah Koalisi dengan PKS dan Demokrat, 'PDIP Sombong Banget'

        Ogah Koalisi dengan PKS dan Demokrat, 'PDIP Sombong Banget' Kredit Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
        Warta Ekonomi -

        Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dinilai sombong karena menolak berkoalisi dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat. Sikap ini dinilai tak etis, meski dalam konteks pertarungan di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

        Sebelumnya, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto mengungkap, partainya memiliki basis berbeda dengan PKS dan Demokrat. Sehingga, aku Hasto, sangat sulit PDIP berkoalisi dengan PKS dan Demokrat.

        “Bagi PDIP kerja sama politik itu basisnya harus ideologi. PDIP berbeda dengan PKS karena basis ideologinya berbeda. Sangat sulit berkoalisi dengan PKS. Itu saya tegaskan sejak awal,” ujarnya.

        Baca Juga: Tantangan Besar Satukan Puan Maharani-Anies Baswedan, Politikus PDIP: Siap Perjuangkan! Asal...

        Begitu pula dengan Demokrat. Partai kepala banteng ini sulit membangun koalisi. Hal itu lantaran ideologi PDIP dengan Demokrat berbeda. “Basisnya berbeda. (Demokrat) partai elektoral, kami adalah partai ideologi tetapi bertumpu pada kekuatan massa. DNA-nya berbeda dengan Demokrat,” tegasnya.

        Dengan ketidakcocokan dengan dua partai itu, dirinya berharap tidak perlu lagi ada pihak-pihak yang berusaha membuat PDIP berkoalisi dengan PKS dan Demokrat.

        Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin mengatakan, pernyataan Hasto itu berkaitan dengan Pilpres 2024. Meski demikian, dia mempertanyakan, kenapa PDIP kerap berkoalisi dengan PKS dan Demokrat di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

        “Kalau begitu, ya PDIP jangan berkoalisi dengan PKS dan Demokrat di Pilkada 2024,” kata Ujang, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

        Dia menilai, keputusan menolak itu seolah-olah keputusan emosional ketimbang rasional. “Ya begitulah kalau emosional yang lebih dikedepankan, maka rasional hilang,” ujarnya.

        Dipaparkan, meski di Pilkada beberapa daerah, PDIP mampu menyalonkan sendiri, namun tetap saja membutuhkan koalisi dan bisa saja berkoalisi dengan kedua partai itu.

        “Jangan bersikap sombong. Koalisi tetap dibutuhkan partai manapun,” ujarnya.

        Pengamat Politik Universitas Al Azhar Indonesia ini juga menyebutkan, baik PKS maupun Demokrat tentu memiliki basis-basis massa yang kuat.

        “Jangan salah, PKS dan Demokrat pasti dibutuhkan PDIP, di mana basis banteng lemah, di suatu daerah saat Pilkada,” jelasnya.

        Menurut Ujang, meski yang diutarakan Hasto itu perbedaan ideologi untuk koalisi di Pilpres 2024, tapi itu akan menimbulkan sentiment negatif kepada PDIP. “Masyarakat akan menilai, PDIP tidak punya sopan santun karena pernyataannya melukai perasaan pemilih, walau itu konteksnya bukan Pilkada,” tuturnya.

        Baca Juga: Jauh di Belakang Ganjar Bahkan Anies, PDIP: Puan Maharani Belum All Out

        Bisa saja pada Pilkada nanti, lanjut Ujang, calon-calon PDIP kalah seperti terjadi di Pilkada DKI Jakarta. “Kita tahu, saat itu PDIP mengusung Ahok-Djarot yang diprediksi berpeluang menang. Tapi karena kepongahan, justru nyungsep kalah dari Paslon Anies Baswedan-Sandiaga Uno,” ungkapnya.

        Dalam politik, lanjut Ujang, dikenal istilah tak ada kawan abadi dan musuh sejati. Yang ada adalah kepentingan. Kita tidak tahu kepada siapa berkoalisi. Bahkan pada Pilkada, musuh bebuyutan bisa berkoalisi dan menang.

        “Sebagai partai berpengalaman, PDIP seharusnya paham hal itu,” tegasnya.

        Ujang menantang, apakah PDIP mampu berdiri sendiri memwnangkan Pilkada tanpa koalisi dengan PKS dan Demokrat di basis kedua partai itu?

        “Kalau berani, kita lihat, apakah dalam Pilkada benar-benar PDIP tidak koalisi dengan PKS atau Demokrat. Kalau ada, berarti menelan ludah sendiri yang telah dibuang ke tanah, lantaran menyatakan tak mau koalisi karena beda ideologi,” katanya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: