Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Gak Perlu Direvisi, GAPPRI Nilai PP 109/2012 Masih Relevan

        Gak Perlu Direvisi, GAPPRI Nilai PP 109/2012 Masih Relevan Kredit Foto: Antara/Yusuf Nugroho
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Kementerian Kesehatan saat ini tengah melakukan revisi PP No 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

        Menanggapi hal ini, Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) yang menaungi ratusan perusahaan rokok legal berpandangan, sebaiknya pemerintah terlebih dahulu melakukan kajian atau evaluasi pemberlakuan PP 109/2012. Salah satunya terkait edukasi yang dilakukan pemerintah.

        “Pasalnya, kami melihat bahwa pemerintah, khususnya Kemenkes, belum melakukan upaya konkret dalam mencegah perokok anak,” kata Ketua umum GAPPRI, Henry Najoan di Jakarta, kemarin.

        Henry menegaskan, GAPPRI pada dasarnya tidak setuju atas rencana revisi PP 109/2012, mengingat ketentuan PP yang lama masih relevan dengan kondisi saat ini. Karena itu, GAPPRI berharap PP 109/2012 tetap dipertahankan karena masih relevan dengan kondisi saat ini.

        Baca Juga: Turunkan Prevalensi Perokok, Penyederhanaan Tarif CHT Harus Disegerakan

        Baca Juga: Revisi PP 109/2012 Soal Batasan Iklan Rokok Dinilai Tidak Tepat, Lebih Baik...

        Baca Juga: Penerimaan Cukai 2020 Lebihi Target, Tapi Petani Tembakau Malah...

        Terkait pelibatan pembahasan revisi PP 109/2012, Henry mengatakan asosiasi dan pelaku industri hasil tembakau (IHT) sampai saat ini tidak pernah dilibatkan oleh pemerintah. Bahkan, pihaknya juga belum menerima draf revisi PP 109/2012.

        Merujuk Undang – Undang No. 12 Tahun 2011 mengenai Pembentukan Peraturan Perundang – Undangan, Pasal 96, setiap pembentukan regulasi harus ada proses konsultasi publik dan transparan pada setiap tahap perumusannya. Selain itu, juga harus dilengkapi dengan analisis dampak regulasi yang prosesnya sesuai kaidah Regulatory Impact Analysis (RIA).

        “GAPPRI memandang, revisi PP 109/ 2012 justru akan memperburuk kondisi usaha IHT yang saat ini sudah terpuruk akibat kenaikan tarif cukai hasil tembakau tahun 2020 dan tahun 2021,” tegas Henry.

        Berdasarkan data resmi GAPPRI, tercatat 300 produk hukum yang dikenakan pada IHT sehingga industri ini padat regulasi (fully regulated). Karena itu, GAPPRI berharap setiap regulasi yang dibuat selalu melibatkan para pemangku kepentingan. IHT itu selain padat karya, juga padat aturan. 

        Lebih lanjut, GAPPRI meminta agar Pemerintah dalam situasi pandemi Covid-19 saat ini dapat berempati pada IHT yang memberikan pendapatan negara sangat besar. 

        “Demi keberlangsungan industri, sebaiknya wacana revisi PP 109/2012 tidak dilanjutkan demi menjaga iklim berusaha yang kondusif dan memberikan kepastian hukum,” tandas Henry.

        Di sisi lain, GAPPRI mendukung penindakan rokok ilegal secara extraordinary yang melibatkan Bea Cukai dan aparat penegak hukum lainnya. Hal ini sangat penting mengingat dampak dari keberadaan rokok ilegal tidak hanya berupa ketidakadilan bagi para pelaku usaha yang legal, tetapi juga industri secara keseluruhan termasuk petani dan pekerja legal. 

        “Kami menyadari bahwa perjuangan menahan laju peredaran rokok ilegal adalah perkara yang sangat menantang dan kerapkali mempertaruhkan nyawa,” kata Henry.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Fajar Sulaiman
        Editor: Fajar Sulaiman

        Bagikan Artikel: