KOL Stories x Bapak2id: Tips Keuangan dan Investasi Buat Bapak-Bapak
Sebagai kepala keluarga, seorang bapak harus memutar otak agar dapur bisa terus ngebul, istri bisa beli make up, dan anak bisa beli gadget baru. Tak jarang, seorang bapak harus bekerja dengan keras, sampai-sampai, kaki jadi kepala, kepala jadi kaki.
Memang tak mudah menjadi bapak-bapak karena ketika seseorang telah menjadi seorang bapak, juga berarti mengemban tanggung jawab besar. Sebagian besar beban keluarga terutama beban keuangan tentu berada di pundaknya. Makanya, untuk menjadi seorang bapak yang hebat sudah seharusnya lebih sadar pentingnya perencanaan keuangan dan investasi sejak dini.
Baca Juga: KOL Stories x Ken Handersen: Mengelola Keuangan yang Baik di Umur 20-an, 30-an, 40-an Hingga Pensiun
Seperti yang dilakukan oleh Bapak Investasi dunia, Warren Buffet. Sebagai putra pialang saham, ia melakukan investasi pada usia 11 tahun. Kemudian, ia juga telah memulai usaha sejak usia muda, yaitu di usia 13 tahun. Saat itu, ia sudah menjalankan bisnisnya sendiri sebagai tukang koran dan menjual lembaran tip pacuan kuda sendiri.
Pada saat bersekolah di Woodrow Wilson High School di Washington, DC, Buffett terus memikirkan cara baru untuk menghasilkan uang. Dengan usaha kerasnya, ia bukan hanya berhasil menjadi seorang bapak-bapak yang hebat untuk keluarganya. Dirinya pun dijadikan sebagai Bapak Investasi Dunia.
Guna mengedukasi bapak-bapak di Indonesia, Warta Ekonomi melalui program KOL Stories pun berinisiatif untuk membahas topik terkait dengan Tips Keuangan dan Investasi Buat Bapak-Bapak. Kali ini, KOL Stories akan membahasnya bersama Agus Peter Jaelani yang merupakan salah satu founder dari @bapak2id.
Sebagai seorang bapak, menurut Anda seberapa penting sih seorang kepala keluarga memiliki manajemen keuangan yang baik?
Sangat penting. Jadi, mungkin saya akan cerita perjalanan saya terlebih dahulu. Saya bekerja sejak tahun 2004 dan jujur saja saya tidak punya literasi keuangaan pada saat itu. Namun yang pasti, saya ingat saat itu gaji saya sekitar Rp1,8 juta plus lembur menjadi Rp3 juta. Rasanya, Rp3 juta itu nominal yang besar di tahun 2004.
Jadi, saya berinisiatif untuk membaginya: Rp1 juta untuk hidup saya, Rp1 juta untuk orang tua saya, dan Rp1 juta untuk biaya pacaran. Saat itu, saya belum punya literasi keuangan, tetapi sayang rasanya punya gaji hanya habis untuk jajan saja.
Di saat saya nikah di tahun 2008 dan pada saat itu juga, semua uang yang saya miliki saya berikan untuk istri saya. Namun ternyata, uang tersebut cepat habisnya. Apalagi, saat itu saya masih mengontrak rumah sehingga saya perlu menyusun apa saja kebutuhan terpenting mulai dari urusan kantor, kontrakan, telepon rumah dan itu semua saya catat pengeluarannya. Intinya saya harus catat.
Maka dari itu, saya harus bekerja sama dengan istri. Jadi, saya bertugas mencatat pengeluaran bulanan, sedangkan istri yang menghabiskan uang untuk kebutuhan tersebut. Misalnya, kebutuhan untuk membayar kontrakan saat itu adalah Rp500 ribu per bulan dan ini adalah yang paling utama. Kemudian, kebutuhan untuk dapur Rp100 ribu untuk satu minggu. Jadi, sebulan bisa menghabiskan Rp400 ribu, di luar biaya nongkrong.
Nah, karena punya banyak teman, jadi saya juga menghabiskan uang untuk nongkrong. Mau tidak mau saya harus mengatur gaya hidup saya saat nongkrong.
Saya juga punya goals. Saat itu saya ingin punya rumah. Dua tahun setelah saya menikah, saya akhirnya bisa mencicil rumah. Poinnya adalah sebagai seorang bapak yang baru, saya merasa punya tanggung jawab yang harus dipenuhi seperti harus punya rumah. Oleh karena itu, kita harus punya goals terlebih dahulu.
Karena kalau dilihat kan selama ini di Indonesia khususnya, masih banyak yang beranggapan jika urusan keuangan itu sebaiknya dipegang oleh istri, bagaimana tanggapan Anda terkait dengan hal tersebut? Nah kemudian, bagaimana cara mengomunikasikannya dengan pasangan?
Ibaratnya, istri adalah menteri keuangan keluarga. Namun, saya juga harus tetap me-maintain anggaran supaya pengeluarannya tetap terjaga. Komunikasi dengan pasangan harus terbuka. Keterbukaan itu sangat indah, jadi jika kita dapat sesuatu harus kita ceritakan. Mungkin kita bisa menceritakan rencana untuk membeli suatu barang jika sudah dapat uang sampingan, misalnya. Jadi, komunikasi itu perlu.
Memang apa sih biasanya kesalahan yang kerap kali dilakukan bapak-bapak dalam mengelola keuangan dan investasinya? Apa saja godaan yang sering muncul?
Pernah ada yang DM akun Instagram saya. Jadi dia ingin beli handphone di awal tahun 2022, tapi masih bingung antara harus saving atau invest. Kemudian saya jawab, apa kebutuhan Anda? Apakah sudah harus ganti handphone? Kalau urgent, lebih baik saving. Jika tidak urgent, tidak usah ganti, invest saja. Jadi, kita harus tahu diri kita sendiri.
Banyak yang masih tidak mengetahui dirinya sendiri. Jujur saja jika saya sedang menginginkan sesuatu, saya akan bridging dengan invest terlebih dahulu. Setelah nilai invest-nya sudah mencukupi, barulah saya membeli barang tersebut. Jangan memaksakan, ya.
Baca Juga: KOL Stories x Ticminow: Tips Berkarier sebagai Profesional Pasar Modal bagi Milenial
Pertanyaan berikutnya, bagaimana nih caranya supaya bapak-bapak bisa memiliki manajemen keuangan yang baik? Karena biasanya bapak-bapak kan terkenal royal yah, apalagi untuk yang memiliki hobi kaya sepedaan, kolektor mainan, dan lainnya, jadi gimana tuh cara memanage-nya?
Nah, salah satu dari pasangan harus mulai aware berbicara yang namanya investasi. Jika berbicara tentang investasi, kita bisa belajar bagaimana cara mengatur uang. Seandainya jika tidak bisa mengatur uang, mustahil untuk berinvestasi.
Oh ya, saat ini teknologi makin canggih. Dunia perbankan sudah bisa memecah tabungan nasabahnya menjadi beberapa bagian seperti untuk kebutuhan jajan istri, jajan anak, untuk ART, dan sekolah anak. Ini karena sifat manusia yang tidak konsisten, jadi sering punya keinginan untuk membeli ini dan itu.
Untuk tetap bisa terus membuat dapur ngebul, istri bisa beli make up, dan anak bisa beli gadget baru, jenis produk investasi apa yang menurut Anda cocok untuk bapak-bapak? Nah, ini pertanyaannya berarti juga bersambung sama hobi, apa hobi bapak-bapak tadi itu juga bisa dijadikan ladang investasi?
Jadi Jumat lalu saya sudah posting konten mengenai step awal untuk investasi. Banyak orang yang masih bingung untuk investasi di mana. Sebelum berbicara harus investasi di mana, step awal itu harus tahu dulu tujuan investasinya. Kalau kata Pak James start with why. Contoh, saya mau investasi untuk masa pensiun. Maka dari itu, saya memutuskan harus investasi dan barulah memikirkan instrumen investasi apa yang harus saya gunakan.
Ketika memikirkan instrumen yang ingin digunakan, kita harus bisa berbicara data. Misalnya saya ingin investasi emas. Jika berbicara data, tahun 2009 harga emas itu sekitar Rp500 ribu. Anggaplah hari harga emas menyentuh angka Rp1 juta. Berarti, ada kenaikan harga sebesar 100%. Berarti rata-rata kenaikan per bulannya 10%.
Pertanyaannya adalah, andaikan mengalami kenaikan harga yang sama seperti 10 tahun terakhir, kira-kira cukup tidak untuk masa pensiun? Kurang, bukan? Pada akhirnya kita cari instrumen yang lain. Misalnya saya ingin beli tanah atau rumah. Pertanyaannya, siapa generasi milenial yang sanggup membeli tanah dan rumah secara cash? Pasti susah, dong.
Cari intrumen investasi lain yang sanggup dibeli oleh generasi milenial. Jawabannya adalah pasar modal, bisa reksadana, saham, atau ETF. Namun, yang terpenting adalah investasi leher ke atas.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Patrick Trusto Jati Wibowo
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: