Kementerian Sosial (Kemensos) belum melakukan langkah aktif untuk proses pencairan bantuan sosial tunai (BST). Sementara itu Kementerian Keuangan mengungkapkan bahwa anggaran untuk BST bulan Mei dan Juni sebenarnya sudah tersedia.
Namun, tidak ada pengajuan dari Kementerian Sosial ke legislatif dan Kementrian Keuangan. Pihak dari legislator sebetulnya telah merespon soal BST tambahan di bulan Mei dan Juni ini.
Baca Juga: DPR Minta Kejati Tanggapi Aduan Masyarakat soal Dugaan Keterlibatan Gubernur Riau di Korupsi Bansos
Anggota Komisi VIII DPR Lisda Hendrajoni bahkan sudah mendesak pemerintah untuk segera melakukan pencairan BST. "Mengingat kondisi saat ini masyarakat kita sangat memerlukan bantuan dan perhatian. Jangan sampai ada anak bangsa yang tidak mendapatkan haknya," kata Lisda.
Lisda juga mengingatkan kepada Kementrian Sosial dan pihak terkait untuk mengkajinya secara matang. Ia mengingatkan agar jangan sampai BST yang sudah dinantikan keluarga penerima manfaat (KPM) tidak jelas kepastiannya.
"Hak rakyat jangan ditunda. Apalagi lagi zaman susah begini," imbuhnya. Namun, hingga saat ini pemerintah masih belum memberikan respon.
"Kami menyarankan pemerintah untuk mengevaluasi pelaksanaan program BST yang berjalan pada 2020 dan 2021, untuk melihat sejauh mana efektivitas bantuan tersebut dalam meningkatkan perekonomian masyarakat," kata Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin.
Selain BST, DPR juga meminta Kementerian terkait untuk mengevaluasi kembali data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) untuk menggantinya dengan penerima manfaat baru. Beberapa waktu lalu, Menteri Sosial Tri Rismaharini didesak untuk menjelaskan temuan 21 juta data ganda penerima bantuan sosial (bansos) saat menghadiri rapat kerja bersama Komisi VIII DPR beberapa waktu lalu.
Anggota Komisi VIII DPR Jefry Romdonny meminta Risma menjelaskan rencana menidurkan 21 juta data ganda itu, sebelum membahas anggaran Kementerian Sosial 2022.
"Ini mungkin kami perlu penjelasan, sebenarnya bagaimana. Jadi rasanya kalau yang 21 juta ini masih belum jelas, saya rasa kita belum bisa membahas mengenai anggaran," kata Jefry.
Sementara itu, anggota Komisi VIII DPR Rudi Hartono menambahkan, Risma juga perlu menjelaskan karena permasalahan data tersebut sudah terjadi sejak 10 tahun yang lalu atau tepatnya pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Hal yang justru menjadi ambigu adalah pada jumlah penerima bansos itu sendiri. Bila benar temuan Menteri Risma ada sebanyak 21 juta data ganda, maka semua penerima bantuan selama ini adalah tidak nyata. Karena jumlah penerima bantuan sosial untuk Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) sendiri hanya 20 juta KPM.
“Bagaimana mungkin jumlah data gandanya melebihi jumlah penerima bantuan sosial tersebut?,”tanyanya. Di sisi lain masyarakat makin resah akibat bantuan sosial tunai yang tak kunjung turun hingga saat ini.
Sebelumnya, pemerintah menjanjikan akan mencairkan BST pada bulan Juni, untuk BST yang akan diberikan untuk dua bulan, yaitu Mei dan Juni.Kini, menjelang akhir bulan Juni, bantuan berupa uang sebesar Rp. 300 ribu tersebut tidak kunjung diterima masyarakat.
Ditambah lagi, situasi pandemi di bulan Juni ini yang tidak kunjung membaik. Jumlah kasus positif Covid-19 malah terus meningkat pesat. Pemerintah kembali membatasi aktivitas masyarakat di ruang publik. Di satu sisi, masyarakat kecil yang terdampak Covid-19 sudah nyaris tidak mempunyai pegangan uang untuk kebutuhan hidup.
Terpuruknya warga akibat dampak dari pandemi ini tercetus dari ungkapan ibu Yeyen (55). Dia merupakan salah satu KPM asal Kecamatan Sumur Batu, Bandung, Jawa Barat, tercatat berhak mendapatkan BST.
"Ibu butuh sekali BST itu. Bantuan Rp300 ribu itu sangat berharga sekali," kata Yeyen. Dalam kondisi sekarang, kehidupan Yeyen sudah sangat terjepit tanpa BST. Ditambah, Kota Bandung kembali masuk zona merah. Peluang dia untuk mencari sampingan untuk menambah pendapatan semakin sulit.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Alfi Dinilhaq
Tag Terkait: