Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Mas Anies, Yang Ngomong Lembaga Anti-Korupsi Lho, Dengerin! Ada Mark-Up Penjualan Lahan di...

        Mas Anies, Yang Ngomong Lembaga Anti-Korupsi Lho, Dengerin! Ada Mark-Up Penjualan Lahan di... Kredit Foto: Antara/Sigid Kurniawan
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami adanya dugaan kesepakatan mark up dalam penjualan lahan di Munjul, Jakarta Timur kepada PT. Perumda Pembangunan Jaya dengan PT. Adonara Propertindo hingga berujung rasuah.

        Keterangan itu digali penyidik antirasuah setelah memeriksa Direktur Pengembangan Perumda Pembangunan Jaya Denan Matulandi Kaligis sebagai saksi. Baca Juga: Dewas KPK Emang Beda! Keliru dan Sangat Mengada-Ada!

        Ia, diperiksa untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka eks Direktur Utama PT. Perumda Pembangunan Jaya Yoory Corneles.

        "Didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan negosiasi harga penawaran tanah di wilayah Munjul Kelurahan Pondok Rangon, Kecamatan Cipayung, Kota Jakarta Timur antara PT AP dan Perumda Pembangunan Sarana Jaya yang diduga telah ada kesepakatan untuk di mark-up," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dikonfirmasi, Rabu (28/7/2021). Baca Juga: Kecewa Berat! Harapan dan Kepercayaan Pun Hancur Sudah: Bye-Bye Dewas KPK!

        Dalam kasus ini lembaga antirasuah telah menetapkan beberapa tersangka. Mereka yakni, eks Direktur Utama PT. Perumda Pembangunan Jaya, Yoory Corneles; Direktur PT. Adonara Propertindo Tommy Ardian; Wakil Komisaris PT. Adonarq Propertindo Anja Rutunewe; Korporasi PT. Adonara Propertindo; dan Direktur PT. Aldira Berkah Abadi Makmur (PT. ABAM) Rudy Hartono Iskandar (RHI).

        KPK menduga PT Perumda Jaya dalam pembelian tanah Munjul diduga dilakukan secara melawan hukum. Dimana, tidak melakukan kajian kelayakan terhadap objek tanah.

        Apalagi, tersangka Yoory telah melakukan kesepakatan diawal antara Anja dengan Perumda Jaya. Dimana, sebelum proses negosiasi dilakukan.

        Dalam proses itu, KPK menilai dalam kasus korupsi tanah Munjul telah merugikan keuangan negara mencapai miliaran rupiah.

        "Atas perbuatan para tersangka tersebut, diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara setidak-tidaknya sebesar sejumlah Rp152,5 Miliar," ucap Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, beberapa waktu lalu.

        Atas perbuatannya, Yoory dan tersangka lainnya disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.

        Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memanggil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk dimintai keterangan dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur.

        "Beri waktu KPK untuk bekerja, pada saatnya KPK akan menyampaikan kepada publik secepatnya, mungkin minggu ini atau minggu depan," ujar Ketua KPK Firli Bahuri dalam keterangannya, Senin (26/7). 

        Jenderal polisi bintang tiga ini mengungkapkan, komisinya memahami keinginan dan harapan masyarakat agar ada penuntasan perkara-perkara korupsi sampai ke akar-akarnya, termasuk kasus korupsi di lingkungan Pemprov DKI Jakarta. Tetapi diingatkannya, kebutuhan pemeriksaan bergantung pada penyidik. 

        "Semua sangat bergantung pada proses yang berlangsung, tapi KPK terus melakukan yang terbaik," imbuh mantan Kapolda Sumatera Selatan (Sumsel) ini.

        Dia menyatakan, langkah pemanggilan sejumlah saksi tentu dilakukan dengan mempertimbangkan kepentingan penyidikan, melengkapi alat bukti, atau memberi keterangan sebagai saksi.

        Firli juga memastikan, pada prinsipnya demi kepentingan penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, dengan kebutuhan yang benar di mata hukum dan memiliki relasi yang jelas dengan suatu kasus siapapun bisa dipanggil tanpa terkecuali.

        "KPK tidak pernah ragu dan pandang bulu untuk menyelesaikan perkara korupsi, siapapun dan apapun status jabatan seseorang. Tetapi kerja KPK berpegang pada prinsip kecukupan bukti dan bukti yang cukup," tandas Firli.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: