Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        KOL Stories x Diskusi Investasi: Saham Bukalapak Bikin Ketar-ketir, Investor Harus Apa?

        KOL Stories x Diskusi Investasi: Saham Bukalapak Bikin Ketar-ketir, Investor Harus Apa? Kredit Foto: Instagram/ririn.yulianto
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        PT Bukalapak.com Tbk (Bukalapak) resmi diperdagangkan di pasar modal Indonesia dengan kode “BUKA”. Saham perusahaan e-commerce yang dibangun oleh Achmad Zaky dan kawan-kawan tersebut telah bertengger di papan perdagangan Bursa Efek Indonesia sejak 6 Agustus 2021. 

        Banyak pro dan kontra terkait aksi korporasi yang dilakukan oleh salah satu unicorn di Indonesia tersebut. Salah satu yang menjadi konsen adalah kondisi keuangan perusahaan yang masih mengalami kerugian, harga saham yang dianggap terlalu mahal, kemudian juga banyak yang menaruh kecurigaan jika hal tersebut dijalankan guna memuluskan langkah investor existing untuk keluar. 

        Baca Juga: Hary Tanoesoedibjo: Tidak Boleh Terbuai dan Hidup karena Uang, Uang Bukan Segalanya

        Namun, tak sedikit yang menyambut gembira langkah Bukalapak melaksanakan penawaran umum perdana saham atau initial public offering/IPo. Pasalnya, Bukalapak menjadi perusahaan unicorn pertama yang menjadi perusahaan publik. Kemudian, pelaku pasar juga sedang gemar mengoleksi saham-saham yang berkaitan dengan teknologi. 

        Hal itu terpampang dari hasil penawaran saham Bukalapak (melalui metode pooling) mengalami  kelebihan permintaan sekitar 8,7 kali lipat, dengan pemesanan dari hampir 100.000 investor

        Pada hari pertama saham BUKA pun langsung menyentuh batas atas atau titik auto rejection atas (ARA) setelah melesat 210 poin atau 24,71% ke harga Rp1.060 per saham. Akan tetapi kondisi itu tak bertahan lama. Pada hari ketiga perdagangan, saham BUKA berbalik arah setelah ambruk hingga ke batas auto rejection bawah (ARB). 

        Yang menjadi perkara, saham Bukalapak nyatanya betah berkubang di zona merah. Karena hingga perdagangan 16 Agustus 2021 saham BUKA menjadi langganan ARB hingga hampir menyentuh harga kala IPO. Saat ini harga saham BUKA berada di level  Rp890 per saham. 

        Banyak investor yang panik melihat pergerakan saham perusahaan yang terafiliasi dengan perusahaan milik konglomerat Eddy Sariaatmadja yakni PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) tersebut. Apalagi, pada awal-awal perdagangan asing terus menarik dana besar-besaran. Meski, kini asing sudah mulai kembali melakukan aksi beli. 

        Lalu, bagaimana nasib saham Bukalapak? 

        Warta Ekonomi melalui KOL Stories akan membahas hal tersebut bersama dengan Founder Diskusi Investasi, Kevin Billy. 

        Sejak awal keputusan Bukalapak melakukan IPO, bagaimana tanggapan Anda melihat hal ini? Apakah aksi tersebut tepat dilakukan untuk saat ini?

        Sebenarnya kita sebagai investor harus banyak berterima kasih kepada Bukalapak. Bahkan Bukalapak mendapat peluang membuka IPO di negara lain. Tetapi harus disyukuri karena Bukalapak memilih membuka IPO di Indonesia karena di index saham kita belum ada perusahaan tech seperti ini. Artinya jika Bukalapak melakukan IPO, maka kita dapat sebuah mendapat gambaran baru yang menjadi proyeksi bursa kita kedepannya seperti apa.

        Untuk waktunya sendiri sudah tepat, hanya saja mungkin investor retailnya yang belum siap kedatangan IPO besar tech company seperti Bukalapak. Ketidaksiapan ini terjadi karena ekspektasi yang terlalu tinggi. Walaupun sebenarnya apa yang terjadi di Indonesia juga sudah pernah terjadi di negara lain.

        Apakah menurut Anda sendiri pergerakan harga saham Bukalapak ini wajar atau tidak?

        Mungkin kondisi harga sekarang menurut saya sudah cukup murah jika dibandingkan harga IPO sudah lebih rendah. Pada intinya, ketika Bukalapak ini menjadi IPO, mereka membuka penawaran saat book building yang diisi dengan investor besar, terutama investor asing. Ternyata alokasi yang diberikan saat book building lebih besar ke investor asing (foreign). Makanya teman-teman yang ikut pemesanan lewat book building akan dapat sedikit sekali, baik itu individual ataupun institusi.

        Ketika ada fund besar Bukalapak di harga 850, sebetulnya kita bisa menjadikan ini sebagai safety net. Artinya, ketika kita membeli di harga saat ini, maka harga rata-ratanya sudah lebih murah dibanding para investor asing yang mengambil saat IPO. Biasanya fund-fund besar tadi tidak melakukan trading dalam jangka waktu yang pendek, mungkin sebagian sudah take profit, tetapi saya cukup yakin pasti ada diantara mereka yang masih punya barangnya.

        Seperti apa prospek saham Bukalapak? Apakah masih akan terkoreksi atau malah akan berbalik arah melihat kini investor asing mulai melakukan aksi beli

        Penghasilan Bukalapak masih didapat dari bisnis B2C atau eCommerce-nya. Seperti yang kita ketahui, Bukalapak bukanlah market leader di bisnisnya, karena kita sendiri masih lebih prefer membeli lewat e-Commerce lain. Tetapi apa yang dimiliki perusahaan ini agak berbeda karena punya jaringan mitra Bukalapak. Sebenarnya jika dilihat dari pertumbuhannya, yang paling meningkat adalah kemitraannya, bukan dari eCommerce-nya. Pihak manajemen Bukalapak sepertinya sudah melihat persaingan yang berat. Jika dirasa tidak bisa bersaing, setidaknya mereka harus membuka ranah bisnis baru yang bisa menghasilkan, contohnya mitra UMKM itu yang punya prospek bagus. Jadi, kedepannya mungkin Bukalapak prospek bisnisnya akan lebih berfokus pada B2B.  

        Menurut saya harganya mungkin bisa saja turun, tetapi penurunannya akan lebih tertahan. Karena kita harus mengerti bahwa funding manager ini mempunyai perfomance atau KPI yang harus dinilai. Mereka tidak akan membiarkan perfomance-nya jelek karena satu stock ini. Setidaknya ketika turun atau sudah mulai murah, mereka akan segera melakukan pembelian kembali averaging down untuk punya saham yang lebih banyak. 

        Beberapa terakhir ada akumulasi dari asing dan ini wajar, karena sejak awal yang memiliki banyak barang itu asing, dan pihak yang membuang barang di hari kedua atau ketiga juga dari asing. Jadi sekarang ini posisinya funding manager asing sudah tidak memiliki barang sebanyak dahulu dan ingin melakukan pembelian. Ketika kita masuk melalui net foreign buy, artinya asing membeli dari lokal. Nah, lokal ini sebetulnya sangat disayangkan karena stock yang kita pegang dan minusnya cukup banyak harus di cut-loss yang kemudian memberikan barangnya ke asing. Makanya kita perlu mengetahui rencana investasi kita, apakah jangka menengah atau jangka panjang, sehingga saat terkena ARB seperti ini mereka sudah memiliki money management yang baik. 

        Bagaimana pandangan Anda terkait dengan rencana perusahaan sejenis Bukalapak, yakni GoTo yang tengah berencana melakukan IPO? Apakah akan bernasib sama dengan Bukalapak?

        Jadi, kita harus banyak bersyukur karena Bukalapak yang pertama kali didorong menjadi IPO. Kita bisa mendapat banyak pelajaran dari GOTO jika IPO, karena valuasinya berlipat-lipat dari Bukalapak. Jangan terlalu FOMO seperti saat ini. Itu akan menjadi benchmark yang bagus sebagai investor. GOTO sendiri akan punya prospek yang bagus, tetapi lagi-lagi GOTO akan IPO dengan nilai yang jauh lebih besar dari Bukalapak. Artinya, market cap-nya akan lebih besar, lebih gendut, dan sulit untuk bergerak ARA.

        Berbicara terkait saham perusahaan teknologi yang sedang digandrungi, menurut Anda mana yang masih memilik prospek? Kenapa saham tersebut masih layak untuk dikoleksi?

        Menurut saya ada dua perusahaan tech yang mendominasi, yaitu Lippo Group dan Emtek Group. Untuk holdingnya sendiri bisa kita lihat ada EMTK dan EMTL. Mungkin kita harus coba bedah kembali laporan keuangannya, kira-kira mereka punya saham perusahaan apa saja, baru kita bisa menilai sendiri. Dari situ kita liat bahwa perusahaan yang mereka invest punya prospek atau tidak. Biasanya perusahaan seperti ini yang berinvestasi di perusahaan tech akan mendapat profit ketika perusahaan yang mereka invest itu menjadi go-public (IPO) atau ada yang mengakuisisi.  

        Sebagai penutup, apa pesan yang ingin Anda sampaikan?

        Sedikit pesan untuk teman-teman investor, kita harus pelajari perushaan yang kita invest itu seperti apa dan modal bisnisnya juga seperti apa, untuk menentukan value-nya di masa depannya berapa. Entah apakah value tersebut akan meningkat atau berkurang, itu dapat kita tentukan sekarang. Jadi kita bisa manage ekspektasi kita. Misalnya harga saham tersebut turun, kita sudah bisa menyiapkan resikonya. 

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Patrick Trusto Jati Wibowo
        Editor: Alfi Dinilhaq

        Bagikan Artikel: