- Home
- /
- New Economy
- /
- Energi
Bisnis Hulu Migas Masih Moncer, Perbankan Nasional Nggak Main-Main, Siap Dukung Penuh!
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto, mencatatkan kebutuhan minyak nasional akan meningkat hingga 3,9 juta barel per hari, atau mencapai 139 persen hingga tahun 2050. Termasuk peningkatan pada konsumsi gas, menjadi 26.000 MMSCFD atau meningkat 298%
Terkait itu, pihaknya meminta kepada perbankan untuk dapat membantu pembiayaan mengingat, potensi besar industri hulu migas sejatinya masih cukup baik untuk bisnis perbankan. Baca Juga: Duitnya Gak Berseri, Perusahaan Keluarga Bakrie Beli Perusahaan Pemegang Proyek Migas Blok Sengkang
Hal tersebut dikatakan dalamm webinar bertajuk “Arah Baru Industri Migas, Peran Perbankan Nasional di Industri Hulu Migas”, Kamis (19/8/2021).
“Perlu kita sadari bahwa industri migas adalah industri yang membutuhkan investasi yang besar, teknologi yang risiko yang tinggi. Selain itu, tingkat persaingan antar negara juga tinggi saat ini, terlebih lagi di tengah isu energi baru terbarukan,” ucapnya. Baca Juga: Pengelolaan Sektor Geothermal Terpencar, Holding BUMN Panas Bumi Diperlukan untuk Optimalkan Potensi
Lebih lanjut, pihaknya juga meminta perbankan nasioanl untuk memberikan bunga kredit yang kompetitif.
"Struktur investasi yang memiliki jangka waktu lama dapat disikapi sektor perbankan dengan menawarkan rate bunga kompetitif, sehingga bank nasional bisa bersaing dengan bank asing dalam membiayai industri hulu migas," tambahnya.
Sementara itu, Direktur Kelembagaan dan BUMN PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI), Agus Noorsanto, menyatakan sebagai perbankan nasional siap mendukung pembiayaan bagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS ).
Tak hanya itu, ia juga menyatakan bahwa seharusnya pemerintah mendorong KKKS untuk melibatkan bank-bank Himbara untuk memuhi pembiayaan.
"Harapannya agar bagaimana peran industri perbankan khususnya bank himbara bisa meningkat pada industri hulu migas, ini juga dalam rangka untuk mendukung peningkatan penerimaan negara. Jadi KKKS dan industri penunjangnya perlu mengutamakan penggunaan bank negara dalam memenuhi transaksi perbankan," katanya.
Sementara itu, tercatat hingga Mei 2021, pembiayaan Himbara pada sektor hulu migas cukup besar, seperti pertambangan mencapai Rp128 triliun.
Namun, meski turun 12,9 persen jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu, sektor hulu migas tetap menjadi daya pikat bagi industri pembiayaan.
"Dari sisi NPL (non performing Lian / kredit macet) sektor ini juga relatif terjaga atau rendah dibandingkan sektor lain seperti makanan dan minuman. Sektor migas (pertambangan) NPLnya di level 4,9 persen, ini cukup rendah dibandingkan tahun lalu sebesar 5 persen. Ini pertanda baik," ucapnya.
Adapun, Direktur Executive Energy Watch, Mamit Setiawan membeberkan bahwa kendati investasi di sektor hulu migas saat ini mengalami penurunan, tetapi nilainya masih cukup besar yaitu pada tahun 2021 ini ditargetkan mencapai US$12,38 miliar.
"Jadi sebenarnya industri hulu migas masih sangat menjanjikan karena nilai investasi yang cukup besar dan signifikan," tuturnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan pemerintah melalui SKK Migas saat ini terserus menggenjot nilai investasi tersebut kian naik dari tahun ke tahun demi mewujudkan target produksi minyak 1 juta barel per hari dan 12 BSCFD gas pada tahun 2030 mendatang.
"Ini pastinya akan membutuhkan investasi yang sangat besar," ujarnya.
"Jangan sampai apa yang kita miliki di bumi Indonesia diambil alih oleh bank swasta lain yang akhirnya dilempar ke luar negeri dan memperkaya orang lain. Alangkah lebih baiknya ini dimanfaatkan oleh industri (perbankan) nasional kita dan oleh BUMN-BUMN kita," tukasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil