Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Petinggi Gerindra Minta Stop PPKM, Rakyat Paling Takut sama Kematian Ekonomi

        Petinggi Gerindra Minta Stop PPKM, Rakyat Paling Takut sama Kematian Ekonomi Kredit Foto: Antara/Fikri Yusuf
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Anggota Dewan Pakar DPP Partai Gerindra Bambang Haryo Soekartono (BHS), meminta kepada pemerintah untuk tidak kembali menerapkan Perpanjangan pemberlakuan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) hingga 30 Agustus 2021 mendatang.

        Menurut dia, hal tersebut karena kondisi penularan Covid-19 semakin membaik setelah PPKM semakin dilonggarkan. Baca Juga: PDIP dan Gerindra Makin Lengket, Jamuannya Sayur Lodeh 7 Rupa

        "Sebelum PPKM, pada saat 20 Juni, itu kondisinya sudah sama persis dengan jauh sebelum diberlakukannya PPKM. Dan malah sekarang ini lebih rendah daripada saat kita belum punya pikiran PPKM. Tapi kematiannya pada saat sebelum PPKM malah jauh lebih rendah. Ini bukti bahwa PPKM tidak perlu lagi diberlakukan," ujarnya, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (26/8/2021).

        Lanjutnya, ia menjelaskan saat diberlakukan PPKM Darurat yang levelnya lebih tinggi, angka penambahan kasus Covid-19 malah naik drastis hampir tiga kali lipat. Baca Juga: Sekjen PDIP-Gerindra Mesra di Dunia Nyata, Jokowi & Prabowo Trending di Dunia Maya

        Angkanya, kata Bambang Haryo, naik hingga 50 ribu kasus baru Covid-19 dengan kematian sekitar 1.400. Sedangkan sebelum PPKM jumlahnya 12.000 dengan kematian 371.

        "Jadi untuk PPKM sementara tidak diperpanjang lagi karena rakyat sudah cukup menahan untuk tidak melakukan kegitan. Bila kita lihat dari data hasil PPKM mulai dari darurat sampai 4 level berikutnya, kita dapat melihat penurunan kasus baru karena diturunkannya level PPKM," terangnya.

        Lanjutnya, ia menilai pemerintah perlu melakukan analisa dampak PPKM yang dinilai sudah banyak mengorbankan kondisi rakyat saat ini.

        "Nah harusnya saat PPKM Darurat, angka Covid-19 menurun. Tapi kenyatannya bukan menurun, malah menaik," ucap dia.

        "Ini berarti apa? Semakin levelnya diturunkan PPKM ini, maka kasus baru semakin menurun. Harusnya ini perlu dianalisa oleh pemerintah," terangnya.

        Diketahui, 25 Juli 2021, kasus baru menjadi 38.679 dengan angka kematian tiga kali lipat, 1.266. Dan setelah PPKM dilonggarkan pada level 4 sampai 2 Agustus 2021, hasilnya malah membaik, 22.404 dengan angka kematian 1.568.

        Kemudian PPKM level berikutnya, pada 8 Agustus, malah terjadi menurun, yakni kasus barunya menjadi 17.384 dengan angka kematian 1.200.

        Lalu pada 22 Agustus itu terjadi penurunan menjadi 12.408 dan kematian menurun menjadi 1.030.

        "Nah pada 22 Agustus ini, kondisinya sama persis pada saat Pemerintah belum menunjuk koordinator palaksana PPKM yaitu sekitar tanggal 20 juni sebesar 13.737 dan kematian 371 pehari," ucap dia.

        Karena itu, dia pun menilai analisa terhadap hasil penerapan PPKM belum dilakukan secara maksimal.

        "Tidak hanya kematian manusia, namun yang paling membuat rakyat kesulitan, adalah kematian ekonomi," ucap dia.

        Selain itu, Bambang Haryo juga menyinggung soal vaksinasi Covid-19 yang dilakukan pemerintah dan hampir menyentuh 50 persen rakyat Indonesia.

        "Namun, pemerintah sendiri belum yakin terhadap kemampuan efikasi vaksin yg disiapkan pemerintah itu sendiri," ucap dia.

        Untuk mengatasi penularan Covid-19 itu, Bambang Haryo menyebut, sebaiknya pemerintah lebih menggerakkan secara maksimal seluruh ASN yang jumlahnya sekitar 4,5 juta.

        Serta TNI Polri yang jumlahnya 1,5 juta untuk mensosialisasikan serta mengawasi kegiatan masyarakat dalam penerapan prokes Covid-19.

        "Dan ini saya kira jauh lebih efektif daripada penerapan PPKM, apalagi kalau pemerintah juga melibatkan tokoh-tokoh masyarakat, ulama, kyai termasuk RT/RW yg berjumlah sekitar 600 ribu seluruh Indonesia untuk ikut mengingatkan komunitas atau warganya menggunakan Prokes Covid-19. Tidak perlu adanya penyekatan dan justru menekankan penerapan prokes dan mensosialisasikan cara pencegahan maupun pengobatan Covid 19, serta mendorong meningkatkan imunitas daripada masyarakat secara maksimal," kata dia.

        "Dan bisa juga memaksimalkan seluruh puskesmas yg jumlahnya sekitar 100 ribu di seluruh Indonesia untuk mendata sekaligus membantu dan mengedukasi pencegahan serta pengobatan Covi10 secara maksimal. Dan ini masuk dalam mitigasi bencana," tutup dia.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: