Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Omnibus Law dan INA, Reformasi Terkini Tingkatkan Ekosistem Investasi Indonesia

        Omnibus Law dan INA, Reformasi Terkini Tingkatkan Ekosistem Investasi Indonesia Kredit Foto: DBS
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Fokus jangka pendek didominasi oleh pandemi

        Prospek ekonomi untuk sisa tahun 2021 sangat bergantung pada perkembangan pandemi serta efektivitas (dan skala) dukungan yang ditawarkan oleh pemerintah masing-masing. Bagi Indonesia, pandemi dan upaya untuk mempercepat vaksinasi kemungkinan akan mendominasi narasi dalam waktu dekat (baca Indonesia/ Thailand: Bumpy road to recovery, Indonesia: In pandemic firefighting mode dan Indonesia: A sharp rebound in 2Q21 GDP). Ketika gelombang terakhir surut, pihak berwenang akan berhati-hati dan waspada dalam pembukaan kembali hingga mayoritas penduduk telah divaksinasi, yang diperlukan untuk membangun ketahanan terhadap wabah lanjutan serta kembali ke jalur pemulihan yang tahan lama.

        Baca Juga: DBS Treasures Private Client Perkuat Solusi Manajemen Terkurasi Lintas Generasi

        Di luar investasi pandemi

        Pihak berwenang telah lama memiliki rencana untuk mengubah ekonomi dari yang didominasi oleh komoditas hulu ke pengolahan hilir dan dipimpin oleh sektor manufaktur/industri. Selain membuat kondisi yang kondusif bagi produsen dalam negeri, menarik investasi asing menjadi prioritas karena:

        • Keuntungan dalam negeri, yaitu untuk mencapai model pertumbuhan yang lebih seimbang, dengan tapak yang lebih besar untuk sektor industri/manufaktur. Selain memperkuat keseimbangan eksternal, hal tersebut juga akan membantu dalam memanfaatkan keuntungan dari bonus demografi (populasi usia kerja mencapai dua pertiga dari total penduduk);
        • Geopolitik: Perang dagang dan investasi AS-Tiongkok yang memanas, ditambah dengan dislokasi yang disebabkan oleh pandemi, telah menyebabkan konfigurasi ulang dalam rantai pasokan global dalam 2-3 tahun terakhir. Investor asing makin mencari tujuan investasi alternatif di kawasan ini karena prioritas produsen bergeser dari strategi tepat waktu menjadi strategi berjaga-jaga.

        Pertumbuhan investasi Indonesia relatif bagus tahun lalu dibandingkan dengan beberapa negara tetangganya di kawasan yang sama. Misalnya, dibandingkan dengan kontraksi dua digit dalam pertumbuhan investasi di Filipina tahun lalu, Indonesia mengalami kontraksi sebesar 5% y/y. Memasuki tahun 2021, sementara kebutuhan pengeluaran yang lebih tinggi untuk dukungan stimulus/pemulihan mungkin memerlukan prioritas ulang dalam pengeluaran fiskal, aktivitas sektor swasta kemungkinan akan mendapat manfaat dari keuntungan yang luas dalam siklus naik komoditas global serta aktivitas hilir.

        Iklim investasi telah membaik dalam beberapa tahun terakhir, sebagaimana tercermin dalam skor Ease of Doing Business (EoDB) Bank Dunia serta dalam Global Competitiveness Index. Meski peringkat keseluruhan Indonesia tetap sama antara 2019 dan 2020, skornya meningkat. Barometer lainnya, laporan the Global Competitiveness (peringkat terbaru 2019) mematok Indonesia sebagai yang dekat dengan rekan-rekan regionalnya, tetapi tertinggal dari Tiongkok.

        Beberapa area di mana masih terdapat kesenjangan, termasuk kesiapan infrastruktur yang lebih lemah, hambatan logistik, peraturan ketenagakerjaan yang ketat, struktur regulasi yang kompleks, dan lain-lain yang diperlukan untuk meningkatkan daya saing secara material.

        Perkembangan arus modal

        Total realisasi investasi (dalam dan luar negeri), yang dirilis oleh BKPM, bertahan hingga tahun lalu dan awal 2021 dengan arus masuk 1H21 sebesar Rp442,8 triliun, yaitu 49,2% dari realisasi setahun penuh yang ditargetkan sebesar Rp900 triliun. Dari jumlah tersebut, realisasi investasi asing menambahkan hingga US$15 miliar dalam 1H (dihitung menggunakan asumsi nilai tukar asumsi anggaran nasional 2021), naik 15% dari periode yang sebanding di tahun lalu.

        Data FDI berbasis BOP mencerminkan moderasi karena pandemi dan kehati-hatian yang besar disebabkan investor menghadapi gangguan di dalam negeri, yang menyebabkan aliran tahunan melambat seperempat kali pada 2020 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Aliran FDI rata-rata mencapai US$21,6 miliar antara 2017-2019. Arus masuk Maret 2021 (terbaru yang tersedia) naik 16% dari 20 Desember, tetapi turun ke awal yang tidak bersemangat dibandingkan dengan Maret 2020.

        Yang menggembirakan, data investasi provinsi oleh BPKM menunjukkan bahwa penyebaran total aliran investasi yang direalisasikan menjadi lebih merata karena 51% dari aliran tersebut menuju ke daerah-daerah di luar Pulau Jawa pada 1H21 dan naik 18% y/y. Nilai tersebut naik sebesar 2,7% y/y bila dibandingkan dengan 49% yang diinvestasikan di Pulau Jawa. Bagan berikut menunjukkan bahwa sebagian besar arus di luar Jawa menuju ke Sumatera, diikuti oleh Sulawesi.

        Investasi langsung domestik diarahkan ke sektor perumahan, real estate, dan bangunan komersial tahun ini. FDI ditarik ke sektor sekunder yang didominasi oleh logam (non-mesin dan peralatan), yang masing-masing menyumbang 20% dan 22% dari aliran tahun lalu dan 1H21. Pertambangan, utilitas, dan transportasi-penyimpanan-komunikasi adalah sektor kunci lainnya. Berdasarkan tujuan, Asia adalah sumber utama investasi, yang setengahnya berasal dari ASEAN yang dipimpin oleh Singapura (sebesar 23% dari total investasi).

        Baca Juga: Kejar Investasi Rp1.200 Triliun, Bahlil Minta Bujet Tambahan Rp600 Miliar

        Reformasi terkini untuk meningkatkan ekosistem investasi

        Dua perubahan utama baru-baru ini adalah langkah-langkah untuk meningkatkan ekosistem operasi dan mengatasi tantangan yang dihadapi komunitas investasi lebih jauh:

        -Peraturan omnibus yang disahkan pada 4Q20 berupaya meningkatkan daya saing dan menarik industri yang menghasilkan lapangan kerja. Reformasi utama yang sedang berjalan meliputi a) merampingkan rezim perizinan usaha; b) liberalisasi rezim investasi asing dengan menghapus batasan sektoral di sebagian besar sektor kecuali industri strategis; c) mendorong reformasi undang-undang ketenagakerjaan; d) pengurangan tarif pajak, dan lain-lain. Bagian-bagian tertentu dari undang-undang yang berlaku akan membutuhkan undang-undang terkait untuk diterbitkan dan secara efektif mendorong investasi dalam jangka menengah;

        -Indonesia Investment Authority (INA) didirikan tahun lalu untuk menarik investasi swasta untuk berinvestasi bersama dengan pemerintah ke dalam proyek-proyek domestik [lihat India and Indonesia: Strengthening the institutional backbone]. Modal dasar akan menjadi campuran suntikan dana dari APBN serta aset negara, piutang pemerintah dan saham perusahaan milik negara (BUMN) atau perseroan terbatas, sebesar Rp75 triliun (US$5 miliar).

        Fokus awal adalah pada investasi ke dalam proyek infrastruktur, dengan INA yang kemungkinan besar akan muncul sebagai perusahaan induk untuk BUMN atau anak perusahaan strategis terpilih. Sebagai contoh, INA telah menandatangani MOU dengan Kanada Caisse de dépôt et placement du Québec (CDPQ), APG Asset Management (APG), dan anak perusahaan yang sepenuhnya dimiliki oleh Abu Dhabi Investment Authority (ADIA) untuk menjajaki peluang investasi bersama ke jalan tol di Indonesia, dengan platform yang kemungkinan akan membangun kapasitas pendanaan sebesar US$3,75 miliar.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: