Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Hadir Bawa Duka, Pergi Bawa Luka, Amerika Bikin Banyak Warga Afghanistan Teriak 'Kami Bukan ISIS'

        Hadir Bawa Duka, Pergi Bawa Luka, Amerika Bikin Banyak Warga Afghanistan Teriak 'Kami Bukan ISIS' Kredit Foto: Getty Images/Anadolu Agency/Haroon Sabawoon
        Warta Ekonomi, Washington -

        Associated Press (AP) melaporkan, setidaknya tiga anak kecil terbunuh dalam serangan drone AS tersebut. Sedangkan, CNN melansir bahwa serangan tersebut menewaskan sembilan anggota dari satu keluarga.

        Di antara sekeluarga tersebut, enam adalah anak-anak, yang paling muda berusia dua tahun. "Kami keluarga biasa. Kami bukan ISIS atau Dais (sebutan ISIS dalam bahsa Arab). Ini rumah keluarga, tempat saudara-saudaraku tinggal dengan keluarga mereka," ujar seorang penyintas dari keluarga tersebut kepada CNN.

        Baca Juga: Jubir Bilang Pentolan Tertinggi Taliban Berada di Afghanistan

        Seorang tetangga bernama Ahad menceritakan, seluruh tetangga berupaya memadamkan api dari serangan itu. Ia menyatakan, melihat lima atau enam jenazah dan dua yang terluka. Ia melihat setidaknya dua anak-anak di antara yang gugur.

        Seorang wartawan lokal juga menceritakan bahwa anggota keluarga menuturkan bahwa ada dua mobil di rumah yang dibom tersebut. Salah satu kendaraan berisi seorang ayah dan tiga anak yang bersiap berangkat ke acara keluarga.

        Pusat Komando AS mengatakan sedang melakukan investigasi tentang adanya korban sipil akibat serangan drone Washington. 

        “Kami tahu bahwa ada ledakan besar dan kuat yang dihasilkan dari penghancuran kendaraan, menunjukkan sejumlah besar bahan peledak di dalamnya yang mungkin menyebabkan korban tambahan,” demikian tertulis dalam pernyataan yang dikutip Reuters, kemarin.

        Di lain pihak, kelompok Taliban mengecam serangan udara yang dilakukan AS tersebut. Juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid mengungkapkan, serangan udara AS yang diluncurkan lewat pesawat nirawak turut menimbulkan korban warga sipil. Dia menyebut, terdapat tujuh warga tewas akibat serangan itu.

        Menurut dia, tindakan AS tersebut melanggar hukum. “Jika ada ancaman potensial di Afghanistan, itu seharusnya dilaporkan pada kami. Tidak dengan melancarkan serangan sewenang-wenang yang menimbulkan korban sipil,” kata Mujahid saat diwawancara CGTN pada Senin (30/8).

        Serangan AS dilakukan, kata seorang pejabat keamanan AS, ketika sekitar 1.000 warga sipil di Bandara Kabul menanti diterbangkan keluar dari Afghanistan sebelum pasukan asing terakhir meninggalkan negara itu. 

        "Kami ingin memastikan setiap warga asing dan mereka yang berisiko dievakuasi hari ini. Pasukan akan mulai diterbangkan segera setelah proses itu berakhir," kata pejabat tersebut. Militer AS juga mengklaim berhasil menghalau misisl yang ditembakkan ke bandara di Kabul, kemarin. 

        Baca Juga: Awalnya Target ISIS, Drone Mematikan Amerika di Bandara Kabul Justru Tewaskan 9 Anggota Keluarga

        Presiden AS Joe Biden sebelumnya mengatakan akan tetap pada tenggat yang telah diputuskan untuk menarik semua pasukan AS dari Afghanistan pada Selasa (31/8). Seorang pejabat AS mengatakan pada Sabtu (28/8) bahwa jumlah tentara AS yang masih berada di Kabul kurang dari 4.000 orang.

        AS dan sekutunya telah mengangkut sekitar 114.400 orang, termasuk warga Afghanistan yang berisiko menjadi sasaran Taliban, keluar dari negara itu dalam dua pekan terakhir. Namun, puluhan ribu lainnya akan ditinggalkan.

        Evakuasi lewat udara yang merupakan salah satu yang terbesar dalam sejarah ini menandai berakhirnya 20 tahun misi koalisi negara-negara Barat di Afghanistan. Misi itu dimulai sejak pasukan sekutu pimpinan AS menjatuhkan pemerintah Taliban yang dituding melindungi para pelaku serangan 11 September 2001 di AS.

        Bab terakhir keberadaan mereka di Afghanistan tiba setelah AS dan Taliban sepakat untuk mengakhiri keterlibatan asing pada 31 Agustus tahun ini. Menyusul kesepakatan itu, pemerintahan Presiden Ashraf Ghani yang didukung negara runtuh setelah para pejuang Taliban menyapu seluruh negara itu dan mengambil kendali atas ibu kota Kabul.

        "Kami mencoba setiap pilihan karena nyawa kami terancam. Mereka (pemerintah asing) harus menuntun kami ke jalan keselamatan. Kami harus tinggalkan Afghanistan atau mereka memberi kami tempat yang aman," kata seorang perempuan di bandara.

        Mampu kelola

        Seorang petinggi Taliban mengatakan, kelompok pemberontak itu memiliki sejumlah insinyur dan teknisi yang siap mengendalikan bandara.

        "Kami menunggu anggukan terakhir dari Amerika untuk mengamankan kendali penuh atas bandara Kabul karena kedua pihak bermaksud melakukan serah terima segera," kata dia.

        Presiden AS Joe Biden bertolak ke Pangkalan Udara Dover pada Ahad (29/8) untuk memberi penghormatan terakhir kepada anggota militer AS yang terbunuh dalam serangan Kamis lalu setelah jenazah mereka tiba di AS.

        Penasihat keamanan nasional Gedung Putih Jake Sullivan berharap Taliban masih akan mengizinkan warga AS dan lainnya untuk meninggalkan Afghanistan secara aman setelah penarikan pasukan AS diselesaikan. 

        "Taliban telah berkomunikasi secara pribadi dan secara terbuka bahwa mereka akan mengizinkan kepergian orang-orang dengan aman," kata Sullivan dalam wawancara televisi di CBS.

        Prancis dan Inggris telah mengajukan proposal menjadikan Kabul sebagai zona aman yang diawasi pasukan PBB. Pihak Taliban menolak usulan ini.

        "Itu tidak perlu, Afghanistan adalah negara merdeka. Mengapa bisa zona seperti itu dibentuk di Prancis atau Inggris?" kata juru bicara Taliban Suhail Shaheen dikutip Sputnik News, Senin (30/8).

        Namun, ia menambahkan, Taliban mendukung gagasan membuat kesepakatan dengan sejumlah negara untuk membantu operasi perbaikan bandara Kabul. 

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: