Pandemi Covid-19 telah mengubah kebiasaan dan gaya hidup masyarakat. Dengan adanya pembatasan mobilitas akibat pandemi, kini masyarakat semakin akrab dengan teknologi digital dan informasi. Sejumlah perusahaan, termasuk industri keuangan pun turut beradaptasi dengan menerapkan digitalisasi agar mampu memenuhi kebutuhan masyarakat.
Terkait hal ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan ada tiga hal penting yang harus dilakukan industri perbankan dan asuransi sebelum mengadopsi digitalisasi atau Information Technology (IT).
Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Nonbank (IKNB) 2A OJK Ahmad Nasrullah menyebutkan, Pertama, pelaku usaha harus memperhatikan risiko operasional dalam penggunaan IT. Dalam penggunaan digital pelaku usaha harus memperhatikan bahwa IT-nya cukup handal. Baca Juga: Di Masa Pandemi, OJK Bantu UMKM Serap Dana dari Bank, Fintech dan Pasar Modal
"Kita baru saja menerbitkan Peraturan OJK (POJK) tentang manajemen risiko IT, tolong benar-benar dipelajari, dipahami dan dilaksanakan. Insya Allah kalau dilaksanakan itu risiko operasional bisa ditekan seminimal mungkin," ujar Ahmad Nasrullah dalam webinar Warta Ekonomi bertajuk Collaboratin Digital Banking & Insurance – Synergizing To Survive During & Covid 19 di Jakarta, Jumat (10/9/2021).
Lebih lanjut, katanya, hal kedua yang harus diperhatikan ialah terkait cyber crime. Dia meminta, pelaku usaha harus memastikan kehandalan sistem yang dipakai agar tidak bisa dihack, disusupi atau bahkan jadi sarana kegiatan-kegiatan tindak pidana.
"Kami harapkan betul-betul sistem IT yang didevelop mampu sekecil mungkin mencegah potensi cyber crime," tuturnya.
Kemudian yang terakhir dan paling penting yakni kerahasiaan data. Menurut Ahmad Nasrullah, ini sangat penting, jangan sampai kita fokus pada penjualan, kerjasama bancassurane, dan bisnis kita lainnya tapi kita lalai terhadap hal ini. Baca Juga: Sinergi, BI-OJK Dorong Percepatan Vaksinasi bagi pelaku Industri
"Karena ini implikasinya berbahaya sekali bukan cuma kita tapi juga terhadap industri. Kalau data kita bisa tembus kemana-mana itu tidak hanya merusak reputasi perusahaan asuransi tapi juga industri secara keseluruhan," jelas dia.
Sementara itu, terkait kerja sama industri perbankan dan asuransi atau yang dikenal bancasurance, dia membeberkan dua hal yang harus menjadi perhatian yaitu desain produk dan tenaga pemasar.
"Pertama, desain produk sesuai, target pasarnya seperti apa. Jangan nanti produknya yang sifatnya umum bisa dijual kemana saja padahal kita tahu segmen ini dijual melalui jalur bancassurance," pungkasnya.
Selanjutnya terkait tenaga pemasarnya. Ahmad Nasrullah meminta pelaku industri mendidik dengan baik dan benar tenaga pemasarnya. Mereka harus menjelaskan sedetail dan setransparan mungkin produk yang mau dijual baik kelebihan dan risikonya.
"Karena dari pengaduan-pengaduan yang masuk ke kami khususnya terkait bancassurance itu hampir sebagian besar mereka katakan tidak dijelaskan secara detail. Yang dijelaskan yang baik-baik saja, yang jadi masalah pokok dan dispute mereka tidak dijelaskan. Jadi tolong beri informasi yang detail. kami di OJK ada unit market conduct, disinilah kami melihat prilaku dari para agen dalam mnjual produk asuransi ke nasabah karena sebagian kasus besar awal mulanya disini," tutur dia.
Adapun dalam webinar kali ini, sejumlah pimpinan perusahaan hadir sebagai pembicara. Webinar yang diikuti 450 peserta ini, menghadirkan Jahja Setiaatmadja, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk; Bianto Surodjo, Direktur & Chief of Partnership Distribution Officer Allianz Life Indonesia; Iwan Pasila, Direktur Utama BRI Life; dan Windawati Tjahjadi, Kadep Bancasurance dan Telemarketing Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman
Tag Terkait: