Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Studi Mengungkapkan Ada Hubungan Antara Vaping dan Gangguan Makan pada Mahasiswa

        Studi Mengungkapkan Ada Hubungan Antara Vaping dan Gangguan Makan pada Mahasiswa Kredit Foto: Foto/Medical Xpress
        Warta Ekonomi -

        Penggunaan vaping atau rokok elektronik telah dikaitkan dengan peningkatan risiko gangguan makan. Diagnosis gangguan makan ini banyak dilaporkan secara mandiri oleh orang yang mengalaminya, menurut sebuah penelitian terbaru, dikutip dari Fox News, Rabu (25/9).

        Penggunaan vape marak di kalangan dewasa muda Amerika Serikat dan gangguan makan biasanya muncul sebelum usia 25 tahun. Semula, kaitan antara vaping dan gangguan makan tidak diketahui pada populasi mahasiswa.

        Baca Juga: Jika Tubuh Lelah, Olahraga Pagi Ini Cocok untuk Dilakukan

        Studi terbaru mengungkap sebanyak 22 persen mahasiswa Amerika Serikat mengaku merokok vape nikotin pada tahun 2019. Dari angka itu, 29 persen wanita, 16 persen pria, dan 14 persen mahasiswa transgender/gender yang tidak sesuai telah melaporkan gejala gangguan makan.

        Temuan ini diterbitkan dalam jurnal Eating Behaviors, diambil dari studi nasional Healthy Minds (HMS) 2018-2019 dari sekitar 51.231 mahasiswa AS di 78 perguruan tinggi dan universitas. Survei melalui surel ini dilakukan terhadap mahasiswa berusia 18 tahun ke atas.

        Pertanyaan yang diajukan seputar apakah mereka pernah didiagnosis dengan salah satu kondisi tertentu oleh seorang profesional kesehatan, semisal dokter perawatan primer, psikiater, atau psikolog. Mereka juga ditanyakan apakah mengalami gangguan makan seperti anoreksia nervosa, dan bulimia nervosa.

        Pertanyaan lain yang ditujukan untuk menilai risiko gangguan makan adalah tentang bagaimana mereka pernah mengalami sakit karena merasa tidak nyaman untuk kenyang. Ada juga pertanyaan tentang kekhawatiran mereka kehilangan kendali atas seberapa banyak porsi makannya.

        Baca Juga: Apakah Diabetes Berdampak pada Kesuburan Seseorang?

        Responden juga menjawab pertanyaan terkait bagaimana mereka pernah menggunakan rokok elektronik atau vape dalam waktu 30 hari sebelumnya berikut jenisnya, seperti perasa, nikotin, mariyuana, atau lainnya. Hasilnya menunjukkan 19 persen responden melaporkan penggunaan vaping belum lama ini dengan seperempat di antaranya mengalami peningkatan risiko gangguan makan.

        Hampir empat persen dari mereka melaporkan sendiri diagnosis gangguan makan. Para peneliti mencatat bahwa penggunaan rokok elektronik dapat memperburuk masalah kesehatan yang terkait dengan gangguan makan, termasuk komplikasi kardiovaskular, paru, dan neurologis.

        Dari temuan tersebut, penulis penelitian menyarankan dokter untuk menyaring gejala gangguan makan di antara mahasiswa yang melaporkan penggunaan vaping. Selain itu, penting untuk mencegah penggunaan vape dan memantau potensi masalah medis akibat vaping.

        Penulis studi menyimpulkan pentingnya kebijakan pemerintah untuk tetap memberlakukan kebijakan yang mengatur vape atau rokok elektronik guna melindungi kesehatan kaum muda. Studi ini memiliki keterbatasan, di antaranya ialah ketergantungan pada data yang dilaporkan secara mandiri oleh responden.

        Penulis mendorong studi lebih komprehensif menggunakan langkah-langkah yang divalidasi. Hasil studi ini dirilis beberapa waktu sebelum keputusan tertunda dari Food and Drug Administration (FDA) tentang perizinan merek vape Juul untuk tetap berada di pasaran.

        FDA menolak aplikasi untuk hampir 950.000 rokok elektronik dan produk terkait, terutama karena daya tarik potensial mereka untuk remaja di bawah umur. Beberapa produk ada yang tetap dijual, sementara banyak pula yang masih dalam bentuk usulan produsen.

        Baca Juga: Gula yang Tinggi dalam Tubuh Menjadi Penyebab Diabetes

        Untuk perizinan keberadaan Juul, merek paling populer dengan banyak penggemar berusia dewasa dan remaja, masih dalam kajian. Keputusan yang tertunda itu mendapat kritik keras dari American Academy of Pediatrics (AAP).

        "Ini adalah keputusan gegabah yang akan memungkinkan produk yang terbukti membuat ketagihan dan membahayakan kaum muda untuk terus dijual," kata Dr. Lee Savio Beers, presiden AAP, dalam sebuah pernyataan.

        Juru bicara Juul menghormati peran sentral FDA dan tinjauan ilmiah yang berbasis bukti untuk mengkaji perizinan. Hal itu juga dianggap sebagai upaya untuk mendorong pengurangan dampak buruk vaping dan mendapatkan lisensi untuk Juul tetap beroperasi.

        "Kami tetap berkomitmen untuk mengalihkan perokok dewasa dari rokok yang disulut sambil memerangi penggunaan di bawah umur," kata juru bicara Juul.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Bayu Muhardianto

        Bagikan Artikel: