Ketua Serikat Pekerja PT Pos Indonesia (Persero), Ahmad Komaruddin, mengisahkan perjuangannya bersama teman-teman sesama karyawan di sepanjang 2019 hingga 2020 yang menuntut kepada jajaran direksi atas sejumlah kebijakan yang dianggap merugikan karyawan Pos Indonesia.
Ia bersama karyawan di Pos Indonesia mengalami penundaan gaji hingga pembayaran THR yang dicicil yang seharusnya dibayarkan ketika mendekati hari raya keagamaan. Kepada pemerintah, dalam hal ini Kementerian BUMN, jajaran direksi kerap memamerkan kondisi laba keuangan Pos Indonesia yang dalam keadaan baik.
"Padahal sesungguhnya di dalam sudah bertumpuk masalah. Maka saat itu saya minta laporan keuangan berturut-turut tentang kondisi perusahaan karena yang dilaporkan laba terus dan pemeriksaan laporan keuangan," ujarnya kepada Warta Ekonomi, Minggu (12/9/2021).
Baca Juga: Pos Indonesia Rilis O-Ranger Mawar untuk Perkuat Layanan Pos Aja!
Bagi pria yang akrab disapa Akhom, demonstrasi yang dilakukan bersama kawan-kawannya merupakan akumulasi dari terputusnya komunikasi antara perwakilan karyawan yang tergabung dalam Serikat Pekerja Pos Indonesia dengan jajaran direksi.
Akhom merasa janggal dengan tata kelola perusahaan yang menurutnya semerawut dan tidak transparan. Sejak awal pandemi pada bulan Maret, meski tidak ada pengurangan jumlah karyawan atau pemotongan haji, namun ia merasakan tidak menerima biaya tunjangan dan benefit.
Hal tersebut juga dirasakan karyawan lainnya selama enam bulan di masa awal pandemi Covid-19 yang jumlahnya sebanyak 25 ribu hingga 27 ribu yang terdiri pegawai organik dan pegawai non-organik.
Di tengah hubungan industrial yang tidak kondusif, kinerja Pos Indonesia mengalami penurunan seiring disebabkannya hak-hak karyawan tidak dibayarkan secara tepat waktu dan secara penuh. Di sisi lain, Akhom menilai kompetitor perusahaan logistik dan jasa penyedia kurir lainnya mulai menunjukan tren kinerja yang terus membaik. Akhom masih mengingat betul pertumbuhan bisnis kompetitor hingga pertengahan 2020 mencapai 11 persen ke atas.
"Kalau direksi bisa bekerja sama dan bersatu, hubungan kita ya harmonis. Kita bisa kerja sama untuk memajukan Pos Indonesia. Direksi saat ini saya kira komunikasinya lebih baik dan sudah berjalan setahun, sekarang visi misi dan arah perusahaan sudah kelihatan," ujarnya.
Menerjang Era Konsolidasi
Direktur Kelembagaan PT Pos Indonesia (Persero) Nezar Patria mengakui bahwa sejak awal pandemi Covid-19, pelanggan yang datang ke kantor pos terus berkurang. Hal tersebut ditambah dengan belum siapnya Pos Indonesia melayani pelanggan secara digitalisasi mobile. Sehingga kehadiran Pos Indonesia di marketplace belum dapat mencakup di semua marketplace besar di Indonesia.
Meski begitu, kinerja logistik pengiriman barang pada 2020 menunjukan pertumbuhan sebesar 21 persen yakni sebesar 29,3 juta item atau mengalami pertumbuhan 5,1 juta item jika dibandingkan pada 2019 sebesar 24,1 juta item. Pertumbuhan pada 2020 tersebut setidaknya menghasilkan realisasi pendapatan sebesar Rp1,3 triliun.
Di tengah belum siapnya Pos Indonesia menghadapi pandemi Covid-19 di tahun 2020, Nezar mengamati sedang marak terjadinya aliansi bisnis yang melibatkan platform bisnis kurir dengan e-commerce, seperti J&T dengan Shopee, Tokopedia dengan Gojek, dan Bukalapak dengan Grab dengan memberikan keunggulan layanan sameday delivery atau pengantaran barang dalam waktu sehari. Pos Indonesia belum menjangkau layanan tersebut.
Sedangkan pasar kurir yang didukung dengan keberadaan e-commerce memiliki market size sebesar Rp92 triliun pada 2020 yang diprediksi akan terus bertumbuh hingga mencapai Rp400 triliun pada 2021. Karena itu, pertumbuhan e-commerce secara tidak langsung turut mendorong pertumbuhan industri logistik dan jasa kurir.
"Transformasi proses bisnis Pos Indonesia kita fokuskan di mid mild sebagai refleksi dari problem besar kita dalam soal service level agreement (SLA) yang harus kita penuhi sesuai tuntutan market yang menginginkan pengantaran barang paling tidak sehari, bahkan sameday delivery, bahkan pengantaran di bawah 3 jam," paparnya saat ditemui Warta Ekonomi di ruang kerjanya, beberapa waktu lalu.
Langkah tersebut juga didorong dengan keberadaan aplikasi Pos Aja! yang baru dirilis pada Agustus 2021 yang pengoperasiannya belum secara penuh menggantikan loket fisik Pos Indonesia. Karena itu, Pos Indonesia mencoba membangun komunikasi dengan sejumlah e-commerce seperti Shopee, Bukalapak, Tokopedia, Lazada, dan lain-lain yang direncanakan hingga akhir tahun ini akan terjalin 10 marketplace.
Negosiasi yang dijajaki nantinya akan menentukan key performace indicator (KPI) dengan permintaan yang e-commerce tentukan sembari menjaga konsistensi standar operasi di internal Pos Indonesia yang rata-rata 2-4 hari waktu pengantaran. Hingga saat ini standar waktu pengantaran rata-rata sudah mencapai angka 65 persen.
"Kenapa kita tidak masuk dan tersingkir dulu? Kita kalah dengan J&T, Sicepat, dan terampil untuk main ke point to point delivery," katanya.
Adapun strategi layanan di jasa keuangan, Pos Indonesia juga telah meluncurkan jasa keuangan digital bernama Pos Pay yang sudah tersedia selama satu tahun belakangan. Kelebihannya Pos Pay selain bisa digunakan untuk membayar pajak, PDAM, BPJS, juga bisa mengirimkan uang dari akun ke akun dengan basis giro.
Sedangkan agen Pos Pay saat ini sudah mencapai jumlah 60.000 agen, termasuk pengguna akun Pos Pay sebanyak 350 ribu akun dengan transaksi harian mencapai Rp3,7 triliun dengan potensi dana yang mengendap sebesar Rp100 miliar per bulan.
Lalu di sektor logistik, kata Nezar, Pos Indonesia coba memberikan kesempatan kepada anak perusahaan Pos Log untuk dapat merebut di pasar logistik dengan market size sebesar Rp3.120 triliun. Dari jumlah tersebut, BUMN menguasai Rp280 triliun, sebanyak Rp120 triliun itu dikerjakan oleh BUMN sendiri, sedangkan sisanya dengan melibatkan swasta. Dari upaya yang dilakukan BUMN secara mandiri dengan nilai sebesar Rp120 triliun dan Pos Log mencoba membidiknya dengan cara sinergi antar-BUMN dengan memperbesar kontrak kerja.
Paling monumental, dalam jasa kurir, melanjutkan suksesi aplikasi QposinAja yang sudah terlebih dahulu mengudara, Pos Indonesia menghadirkan aplikasi Pos Aja! yang diluncurkan pada akhir Agustus 2021 lalu dengan memberikan pelayanan antarkota dan provinsi, termasuk pelayanan dalam kota dengan memanfaatkan jaringan kantor pos sebanyak 4.239 kantor, 14 ribu agen.
Layanan jasa kurir tersebut selain melibatkan kurir organik, juga melibatkan sebanyak 1.512 mitra Oranger yang tersebar di seluruh Indonesia. Dengan tingginya beban kerja yang dialami oleh mitra kurir yang dimiliki Pos Indonesia, Nezar sesumbar menyampaikan penghasilan gaji dan insentif yang diberikan Pos Indonesia kepada kurir organik dan mitra kurir lebih kompetitif dibandingkan dengan perusahaan jasa kurir dan aplikasi transportasi online lainnya.
Meski mengakui, saat ini Pos Indonesia masih berada di bawah J&T, JNE, Sicepat, Anterin, ia optimis di tengah transformasi yang sedang berjalan di Pos Indonesia akan terus meningkatkan kinerja dan peringkat Pos Indonesia dalam bisnis logistik dan jasa kurir di Indonesia.
"Strategi kita ingin melakukan turn around untuk merebut kembali pasar kurir. Kita targetkan mengincar 3 besar," jelasnya.
Bangkit di Masa Pandemi
Sementara itu Tim Ahli Pusat Studi Transportasi dan Logistik UGM, Kuncoro Harto Widodo juga mengungkapkan hal serupa yakni selama masa awal pandemi yang jatuh pada Maret 2020, hampir secara keseluruhan perusahaan logistik dan penyedia jasa kurir mengalami penurunan kinerja dengan ditandai turunnya jumlah volume pengiriman barang. Hal tersebut terjadi dalam tiga bulan awal selama pandemi. Kuncoro mengistilahkan kondisi tersebut dalam fase syok.
Namun, sejak Juni, perusahaan logistik dan penyedia jasa kurir mulai masuki fase pemulihan dengan kecepatan pemulihan masing-masing perusahaan yang berbeda dalam merespons situasi pandemi Covid-19.
Fase pemulihan tersebut terlihat dalam pada bulan yang sama yakni Juni tengah terjadi kenaikan sebesar 18,1 persen pada transaksi pembelian e-commerce atau sebanyak 98,3 juta transaksi. Sedangkan rata-rata perusahaan logistik dan penyedia jasa kurir mengalami kenaikan volume sebesar 30 persen.
Besarnya peranan e-commerce menghasilkan nilai transaksi sebesar Rp266,3 triliun pada 2020. Sedangkan tahun 2021 diprediksikan akan mengalami kenaikan hingga Rp337 triliun.
"Artinya bahwa peluang jasa kurir ini linier dengan peluang e-commerce itu. Karena e-commerce naik kebutuhan dasar kurir juga ikutan naik," ujarnya.
Selama pandemi, berdasarkan pengamatan Kuncoro, pengiriman dalam kota lebih meningkat jika dibandingkan pengiriman antar-kota. Ini disebabkan oleh penyelerasan kebijakan pembatasan sosial dari pemerintah sehingga transportasi penerbangan juga terkena imbas dari keterbatasan konektivitas.
Adapun porsi pengiriman dalam kota sebesar 60 persen dan pengiriman antar-kota sebesar 40 persen. Model bisnis pun juga mengalami pergeseran. Model bisnis yang mengalami penurunan adalah business to business. Sedangkan yang mengalami kenaikan yakni business to consumer dan consumer to consumer.
Melonjaknya model business to customer juga disebabkan oleh keberadaan bisnis entitas seperti Tokopedia, Bukalapak, Shopee, dan lain sebagainya. Keberadaan bisnis entitas menyebabkan proses pengiriman menjadi lebih efisien, jika dibandingkan dengan proses transaksional pada waktu pengiriman dengan menghubungi kurir.
Cara tersebut, kata Kuncoro, memberikan kepastian waktu hingga kepastian tidak ada kerusakan barang yang menyebabkan biaya dan kualitas pelayanan perusahaan logistik dan penyedia saja kurir menjadi prioritas utama.
"Secara umum ya kita kembalikan lagi bahwa perusahaan logistik dan penyedia jasa kurir ini membantu antara yang punya barang dan butuh barang. Prinsipnya yang membantu jangan sampai membebani yang dibantu," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Bethriq Kindy Arrazy
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: