Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Semakin Panas! Perang Yusril Ihza Mahendra Vs Jimly Asshiddiqie

        Semakin Panas! Perang Yusril Ihza Mahendra Vs Jimly Asshiddiqie Kredit Foto: Antara/M Agung Rajasa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Cuitan eks Ketua Mahkamah Konstitusi, Prof Jimly Asshiddiqie yang menyindir Yusril Ihza Mahendra soal etika kepantasan, masih berlanjut. Yusril yang tidak terima dengan sindiran Jimly, melakukan serangan balasan yang tak kalah pedasnya. Perang di Twitter, Yusril vs Jimly semakin panas.

        Yusril menanggapi cuitan Jimly di Twitter pada Jumat (1/10) yang menulis soal etika seorang ketua umum parpol yang merangkap sebagai advokat. Kata Jimly, meski tidak dilarang, namun hal tersebut sulit untuk diterima dari sisi etika kepantasan.

        Baca Juga: Geram, Yusril Ihza Mahendra Skakmat Mahfud MD, Mengentak Banget!

        Meskipun tidak menyebut nama, cuitan Jimly itu menyindir posisi Yusril yang saat ini merupakan satu-satunya ketua umum parpol sekaligus sebagai pengacara. Yusril adalah Ketua Umum PBB dan juga masih berprofesi sebagai advokat. Salah satu kasus yang dipegang Yusril saat ini, yakni sebagai pengacara kubu Ketua Umum Partai Demokrat versi KLB Deli Serang, Moedoko untuk mengajukan judicial review terhadap Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat ke Mahkamah Agung.

        Dalam cuitan selanjutnya, Jimly menyinggung soal kepantasan seorang ketua umum parpol menjadi advokat bagi pihak yang mempersoalkan AD/ART parpol lain.

        “Meski UU tidak eksplisit larang advokat jadi ketum parpol, tapi etika kepantasan sulit terima, apalagi mau persoalkan AD (Anggaran Dasar) Parpol orang lain. Meski hukum selalu mesti tertulis, kepantasan & baik-buruk bisa cukup dengan sense of ethics,” salah satu cuitan Jimly.

        Tidak terima dengan cuitan Jimly, Yusril lakukan serangan balasan. Bahkan di akun Twitter pribadinya, Yusril membagikan link berita dari kumparan.com yang berjudul “Jimly vs Yusril Soal Etika Ketum Parpol Jadi Advokat”.

        Awalnya, balasan Yusril masih agak kalem. Dia menjelaskan soal norma etik yang merupakan norma fundamental yang melandasi norma-normal lain, termasuk norma hukum. Artinya, norma hukum yang bertentangan dengan norma etik, tidak berlaku.

        “Apa yang dibicarakan Prof Jimly adalah ‘etika kepantasan’. Soal pantas atau tidak pantas. Yang secara filosofis bukanlah norma fundamental seperti dibahas Immanuel Kant atau Thomas Aquinas dalam Summa Theologia atau dalam tulisan-tulisan Al Ghazali,” jelas Yusril.

        Menurut Yusril, norma etika kepantasan yang disebut oleh Jimly tidak lebih dari norma sopan santun yang bersifat relatif dan sama sekali bukan norma fundamental dan absolut sebagaimana dalam norma etik. Dia mencontohkan, jika ada orang Batak bertamu ke rumah orang Sunda dan dia menyodorkan tangan untuk bersalaman dengan tuan rumah, maka gaya dan tata cara dan bersalaman tamu itu, mungkin tidak sesuai dengan ‘etika kepantasan’ orang Sunda. Tetapi tamu orang Batak itu bukan orang jahat.

        “Lain halnya jika tamu itu pulang, maka sendok garpu tuan rumah dia kantongi diam-diam. Pencurian adalah pelanggaran norma etika (seperti disebut dalam Ten Commandements dan Mo Limo dalam falsafah Jawa),” kata Yusril.

        Soal ‘etika kepantasan’ yang disebut Prof Jimly, sambung Yusril, bukan hal fundamental. “Norma sopan santun itu konvensional, bahkan kadang tergantung selera untuk mengatakan pantas atau tidak pantas,” kata Menteri Kehakiman di era Presiden Megawati Soekarno Putri ini.

        Usai menjelaskan soal etika kepantasan, barulah Yusril menyindir keras sosok Jimly. Yusril mengungkit sepak terjang Senator asal DKI Jakarta itu, saat masih menjadi Ketua MK.

        “Apa pantas MK menguji UU MK sendiri, yang MK punya kepentingan baik langsung atau tidak langsung dengan UU itu? Prof Jimly beberapa kali menguji UU yang justru MK dan hakim MK berkepentingan dengan UU yang diuji itu,” bebernya.

        Ia menilai banyak hal yang dilakukan Jimly bukan hanya sekadar persoalan etika kepantasan. Tetapi berkaitan langsung dengan norma etika fundamental terkait dengan keadilan dan sikap imparsial, serta norma hukum positif. Misalnya, UU Kekuasaan Kehakiman.

        Kata Yusril, saat jadi Ketua MK, Jimly batalkan Undang-Undang Komisi Yudisial yang mengatur kewenangan lembaga tersebut mengawasi etik dan perilaku hakim sehingga KY tidak bisa mengawasi hakim MK.

        “Ini legacy paling memalukan dalam sejarah hukum kita ketika Prof Jimly menjadi Ketua MK. Undang-undang Kekuasaan Kehakiman tegas memerintahkan agar hakim mundur menangani perkara kalau dia berkepentingan dengan perkara itu. Di mana etika Prof Jimly?” sindir Yusril.

        Sebenarnya, selain Jimly, Mahfud MD yang juga mantan Ketua MK, sudah lebih dulu menyindir langkah Yusril yang menggugat AD/ART Partai Demokrat ke MA. Menko Polhukam ini lebih dulu kuliahi Yusril soal materi gugatan yang diajukan Yusril. Menurutnya, gugatan Yusril tidak akan menjatuhkan kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

        “Tapi, secara hukum, gugatan Yusril ini enggak akan ada gunanya. Karena kalau pun dia menang tidak akan menjatuhkan Demokrat yang sekarang,” jelas Mahfud dalam sebuah dialog dengan ekonom senior, Didik Junaidi Rachbini melalui live Twitter, Rabu (29/9) lalu.

        Mahfud menyebut gugatan Yusril itu salah alamat. Karena selama ini belum ada yang menggugat AD/ART parpol ke MA. Seharusnya, Yusril menggugat Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM yang mengesahkan AD/ART dan kepengurusan Partai Demokrat periode 2020-2025 ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

        Perang dua pakar hukum tata negara di twitter ini, mengundang reaksi warganet lain untuk berkomentar. Ada yang mendukung Yusril, tapi banyak juga yang mendukung Jimly.

        “Betul, prof. Kadang orang lebih mudah mengatakan orang lain tidak etis. Padahal dirinya sendiri lebih tidak etis,” kata @fatoni3333. “Memang ahlinya. Etika kepantasan memang relatif. Yang utama memang fundamentalnya,” sahut @IndoProPeople.

        “Maju terus Prof YIM. Semoga perjuangan hukumnya berhasil dan bisa jadi legacy untuk anggota partai lain kalau merasa AD-ART-nya bertentangan dengan UU dan merugikan kadernya,” doa @mansurtasik1970. “Kalau sudah dapat uang pembelaan Rp 100 miliar. Mohon salurkan kepada rakyat miskin semoga bermanfaat. Amiin,” cetus @Burhanu78706939.

        Tak sedikit juga warganet yang bela Jimly. “Keren Prof Jimly orang yang beretika ya ini Prof Jimly. Yang sono wajahnya aja culas,” timpal. @likensumartono. “Saking gak ada kerjaannya ya prof sampe ngobok-ngobok dapur partai lain,” sindir @10Sutedi. “Ketum merangkap jadi advokat, bentar lagi dia jadi ojol,” kelakar @Bangkit55489150. “Demi duit kadang kadang orang pintar dengan gelar profesor pun jadi nggak punya etika....” timpal @michaelend.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Alfi Dinilhaq

        Bagikan Artikel: