Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        5 Kota Teraman di Dunia Usai Pandemi Covid-19, Apa Alasannya?

        5 Kota Teraman di Dunia Usai Pandemi Covid-19, Apa Alasannya? Kredit Foto: Unsplash/Nick Karvounis
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Kota-kota di berbagai belahan dunia harus merancang kembali sistem keamanan mereka di hadapan pandemi Covid-19. Berikut ini lima kota yang melakukannya dengan baik.

        Tidak ada peristiwa dalam sejarah modern yang mengubah kehidupan kota seperti pandemi Covid-19. Dari penutupan kantor-kantor pemerintahan kota hingga kewajiban masker dan pembatasan jumlah pengunjung di restoran, langkah-langkah pencegahan di masa pandemi telah mengubah lanskap kota-kota di berbagai belahan dunia, kemungkinan besar untuk jangka panjang.

        Baca Juga: Fantastis, Putra Mahkota Arab Saudi Luncurkan Strategi Investasi Nasional

        Bahkan, pandemi Covid-19 adalah pandemi besar pertama yang terjadi pada manusia sebagai spesies "urban". Ketika Flu Spanyol mewabah pada awal 1900-an, hanya 14% manusia yang tinggal di kota, namun hari ini angka tersebut telah meningkat ke 57%, menurut estimasi Divisi Populasi PBB.

        Akibatnya, kota-kota harus menjadi lebih siaga dalam menjalankan kebijakan-kebijakan kesehatan dan keamanan secara umum supaya dapat melindungi populasi mereka dengan lebih baik. Untuk mengklarifikasi perubahan apa saja yang sukses meningkatkan keamanan, Economist Intelligence Unit baru-baru ini merilis 2021 Safe Cities Index.

        Survei itu menempatkan 60 kota dalam peringkat berdasarkan 76 indikator keamanan dalam aspek infrastruktur, kehidupan digital, keamanan pribadi, faktor lingkungan, dan, tentu saja, kesehatan - dengan kesiapan pandemi dan mortalitas Covid-19 disertakan tahun ini.

        Kota-kota yang berada di peringkat teratas - termasuk Kopenhagen, Toronto, Singapura, Sydney, dan Tokyo - semuanya memiliki faktor-faktor yang menggambarkan bagaimana keamanan secara menyeluruh berkolerasi dengan rasa kohesi sosial, inklusi, dan kepercayaan sosial yang kuat.

        Kami berbicara dengan penduduk di kota-kota tersebut untuk melihat bagaimana perubahan yang diakibatkan oleh pandemi membuat kota mereka menjadi lebih aman, lebih inklusif, dan lebih tangguh; dan apa saja yang perlu diketahui para pelancong supaya tetap aman ketika mereka akhirnya bisa berkunjung.

        Kopenhagen

        Menduduki peringkat satu, ibu kota Denmark ini mendapat nilai yang bagus dalam aspek keamanan lingkungan, yang mengukur keberlanjutan (termasuk insentif energi terbarukan), kualitas udara, manajemen limbah, dan tutupan hutan kota. Faktor terakhir sangat berdampak pada bagaimana kota itu dan penduduknya mengatasi pembatasan di masa pandemi, yang sepenuhnya diangkat pada September 2021.

        "Taman-taman dan area hijau serta jalur air sangat popular pada masa pandemi. Warga Kopenhagen berjalan-jalan membeli makanan yang dibungkus dan menikmati banyak ruang bernapas di kota ini," kata Asbjørn Overgaard, CEO organisasi nirlaba Copenhagen Capacity. Kopenhagen juga terus menyediakan "pemandu-Corona" untuk membantu orang-orang, serta banyak penanda untuk menjaga jarak antar kelompok di luar rumah.

        Spirit komunitas, yang terangkum dengan baik oleh kata dalam bahasa Denmark samfundssind, juga memungkinkan warga negara itu untuk bekerja sama dan mempercayai satu sama lain - termasuk pejabat pemerintah - untuk menciptakan lingkungan hidup yang lebih aman. Indeks Keamanan Kota menemukan korelasi tinggi antara pengendalian korupsi dan keamanan kota, jadi tidak mengherankan bahwa reputasi Denmark sebagai salah satu negara dengan tingkat korupsi terendah membuat warganya mempercayai institusi pemerintah dan satu sama lain selama pandemi.

        Kopenhagen juga melakukan tes Covid secara masif, yang gratis bagi semua orang, termasuk turis. Data yang dikumpulkan memungkinkan pemantauan wabah secara detail; selain itu, pemerintah kota akan mengecek air limbah secara berkala untuk mendeteksi wabah lebih awal.

        Toronto

        Kota terbesar Kanada itu berada di peringkat kedua dalam indeks, dengan skor tinggi dalam infrastruktur dan keamanan lingkungan. Warga memuji kultur yang inklusif dan menghargai strategi komunikasi yang menyasar seluruh komunitas, terutama ketika menyangkut vaksinasi.

        Warga Toronto Farida Talaat menceritakan bagaimana pemerintah kota menggelar sejumlah program vaksinasi khusus bagi kelompok masyarakat tertentu untuk membuat kota menjadi lebih aman.

        Misalnya, Homebound Sprint Vaccination Plan untuk memberikan vaksin dosis pertama bagi para warga yang tidak dapat meninggalkan rumah mereka; dan Black Scientists' Task Force on Vaccine Equity yang dibentuk sejak awal program vaksinasi untuk memastikan kesetaraan bagi komunitas warga kulit hitam dan etnis minoritas lainnya.

        Penduduk setempat juga merasa aman karena Toronto adalah kota yang multikultural. "Di Toronto, adalah normal jika Anda berasal dari luar Kanada. Saya mendapati bahwa kelompok etnis dan budaya yang berbeda-beda berinteraksi satu sama lain dan tidak hidup secara terpisah-pisah," kata Filipe Vernaza yang telah tinggal di Toronto sejak 1998.

        "Sekelompok orang yang Anda temui di jalan kemungkinan besar terdiri dari orang-orang dengan berbagai etnis, orientasi seksual, dan agama. Toronto adalah kota yang sangat berpikiran terbuka tempat Anda bisa merasa aman menjadi diri sendiri."

        Singapura

        Menempati peringkat kedua dalam keamanan digital, keamanan kesehatan, dan keamanan infrastruktur, Singapura menggunakan semua kekuatan tersebut untuk bergerak cepat pada hari-hari awal pandemi, meluncurkan pemantauan digital dan pelacakan kontak.

        Negara ini juga membanggakan salah satu tingkat vaksinasi tertinggi di dunia (saat ini mencapai 80%), tetapi masih memerlukan pemantauan ketat dan pelacakan kontak dalam menghadapi varian baru.

        "Sebelum mereka dapat memasuki bangunan atau tempat umum, semua warga perlu memindai token TraceTogether atau aplikasi di telepon mereka untuk check-in SafeEntry," kata penduduk Singapura Sam Lee, yang mengelola sebuah blog perjalanan.

        "Ini memungkinkan [pihak berwenang] untuk dengan cepat melacak individu yang mungkin telah berbaur atau berinteraksi dengan orang yang terinfeksi sehingga dapat segera mengeluarkan perintah karantina untuk menahan atau memutus rantai penularan virus."

        Wisatawan juga perlu menginstal token TraceTogether atau menyewa telepon yang memiliki aplikasi itu sebelum masuk ke negara Singapura.

        Bekerja dari rumah telah menjadi standar di sebagian besar tempat kerja untuk mengurangi interaksi, yang menurut Lee membuat transportasi umum menjadi kurang ramai. Akses masuk ke tempat wisata dan pusat perbelanjaan dibatasi, dan petugas memantau kerumunan untuk memastikan masyarakat mematuhi protokol kesehatan; individu yang melanggar akan didenda.

        Masyarakat juga dapat melacak sendiri kerumunan di mal, kantor pos, dan toko kelontong dengan aplikasi Space Out yang baru diluncurkan.

        Sydney

        Kota terbesar di Australia menempati peringkat kelima dalam indeks secara keseluruhan, dan berada di 10 besar dalam aspek keamanan kesehatan.

        Australia adalah salah satu negara pertama yang sepenuhnya menutup perbatasan selama pandemi dan masih menerapkan lockdown ketat dalam menghadapi peningkatan kasus - dengan hasil yang positif. Tingkat kematian Covid per kapita di Australia terus menjadi salah satu yang terendah di dunia.

        Setelah vaksinasi mencapai 70% di New South Wales, banyak dari pembatasan tersebut diperkirakan akan dicabut dan perjalanan internasional akan kembali dibuka pada bulan November.

        Selain perasaan terlindungi dari pandemi, warga sudah lama merasa aman di jalanan kota Sydney. "Saya benar-benar tidak pernah merasa aman di suatu negara seperti ketika saya tinggal di Sydney," kata Chloe Scorgie, pendiri situs web perjalanan Australia Passport Down Under, yang pindah ke Sydney pada 2018.

        "Saya berkeliling Sydney sendirian sebagai pelancong perempuan dan tidak pernah merasa berada dalam bahaya."

        Kota ini juga menempati peringkat nomor satu dalam keamanan digital, yang mencakup kebijakan privasi kota, keamanan siber, dan rencana kota pintar secara keseluruhan. Sydney telah memimpin upaya ini antara lain dengan kerangka strategis Smart City, yang merekomendasikan beberapa inovasi untuk membuat kota-kota menjadi lebih terhubung dan lebih aman.

        Misalnya, rencana tersebut menguraikan bagaimana sensor pintar dapat ditempatkan di tempat sampah, lampu jalan, dan bangku taman untuk mengumpulkan informasi tentang penggunaan keseluruhan, arus transportasi, dan aktivitas pejalan kaki. Demikian pula, lampu pintar dan jaringan CCTV dapat meningkatkan keamanan setelah gelap dan ekonomi malam hari.

        Beberapa ide ini sudah digunakan di Sydney selatan dalam bentuk hub ChillOUT: ruang terbuka tempat warga dapat berkumpul di bawah lampu pintar, terhubung ke WiFi dan plug in elektronik. Data tentang penggunaan fasilitas dikirim ke pemerintah kota sehingga mereka dapat lebih memahami dan beradaptasi dengan bagaimana warga berinteraksi dengan infrastruktur kota.

        Tokyo

        Ibu kota Jepang ini berada di peringkat kelima dalam indeks secara keseluruhan dan peringkat teratas indeks keamanan kesehatan, yang mengukur faktor-faktor seperti layanan kesehatan universal, kesiapan pandemi, harapan hidup, kesehatan mental, dan kematian akibat Covid-19.

        Meskipun kasus melonjak selama Olimpiade, jumlahnya telah turun secara dramatis seiring vaksinasi mencapai hampir 60% dari populasi. Di hadapan kabar positif ini, Jepang mengumumkan berakhirnya keadaan darurat federal dan pencabutan pembatasan secara bertahap pada akhir September 2021.

        Sebagai gantinya, negara tersebut berencana untuk mendorong penggunaan paspor vaksin untuk masuk ke fasilitas medis dan acara-acara besar, dan bahkan mendorong bisnis untuk menawarkan diskon atau kupon kepada pemegang paspor.

        Tokyo juga masuk dalam lima besar untuk keamanan infrastruktur, yang mencakup keselamatan transportasi, keramahan bagi pejalan kaki, dan jaringan transportasi. Sebagai kota pejalan kaki yang terhubung dengan kereta api, Tokyo dibangun untuk mendorong warganya untuk berjalan dan berinteraksi dengan masyarakat - yang, akibatnya, membuahkan partisipasi warga yang lebih kuat dalam menjaga keamanan dan rasa tanggung jawab bersama untuk mencegah kejahatan.

        "Dari pusat barang hilang di berbagai stasiun kereta api hingga sepeda yang tidak perlu dikunci, ada rasa hormat yang sangat besar pada kesejahteraan orang lain," kata Sena Chang, penduduk Tokyo dan pendiri majalah The Global Youth Review.

        Ia ingat saat kehilangan tas belanjanya di pusat kota, kemudian menemukannya di tempat yang ia tinggalkan, bersama sebuah catatan dengan pesan yang baik. "Budaya kolektivisme selama berabad-abad dan rasa hormat kepada satu sama lain membuat Tokyo menjadi kota paling aman yang pernah saya tinggali," ujarnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: