Presiden Terguling Myanmar Ungkap Detik-detik Awal Kudeta, Pilih Mati daripada...
Presiden Myanmar yang digulingkan, Win Myint, menceritakan pada Selasa (12/10/2021) detik-detik awal kudeta pada bulan Februari yang memadamkan transisi demokrasi yang berumur pendek di negaranya.
Ditahan bersama pemimpin sipil Aung San Suu Kyi, pernyataan ini disampaikan Win Myint saat ia bersaksi untuk pertama kalinya di persidangannya atas hasutan di pengadilan junta.
Baca Juga: Gagalnya Kerja Sama Myanmar Bikin Komandan Junta Sulit Hadir di KTT ASEAN
Dilansir dari AFP, pria 69 tahun itu menceritakan ada 2 perwira masuk ke kamarnya pada 1 Februari dini hari. Ia lantas didesak mundur dari jabatannya sebagai presiden dengan alasan kesehatannya memburuk.
"Presiden menolak permintaan mereka dengan alasan kondisinya sehat. Mereka memperingatkan kalau penolakan itu akan sangat merugikannya. Bahkan, presiden mengatakan kepada mereka kalau ia lebih baik mati daripada menyetujuinya," ungkap pengacara Khin Maung Zaw.
'Serangan fajar' serupa terjadi di seluruh ibu kota Naypyidaw. Para pemimpin sipil penting ditahan dan demokrasi singkat dibungkam oleh tentara.
Win Myint, sekutu lama Aung San Suu Kyi, menghadapi sejumlah tuduhan, termasuk hasutan dan ujaran kebencian. Junta yang secara resmi dikenal sebagai Dewan Adminsitrasi Negara juga telah mengancam untuk membubarkan partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang dipimpin Aung San Suu Kyi. Mereka pun terus melancarkan agresi berdarah melawan penentang kekuasaannya.
Win Myint dan Aung San Suu Kyi tak akan memanggil saksi pembela dalam persidangan hasutan mereka, menurut pengacara mereka pekan lalu. Sementara itu, Aung San Suu Kyi dijadwalkan untuk bersaksi pertama kalinya akhir bulan ini.
Sejak kudeta, Myanmar dirundung kekacauan dengan demonstrasi massa, bentrokan antara militer dan tentara etnis pemberontak di daerah perbatasan, dan ekonomi yang terjun bebas. Namun, pemimpin junta, Min Aung Hlaing, membela perebutan kekuasaannya dengan dalih dugaan kecurangan Pemilu yang dimenangkan NLD.
Militer pun menindak dengan brutal segala perbedaan pendapat, menembak demonstran, menangkap tersangka pembangkang dalam penggerebekan malam, menutup kantor berita, dan menangkap wartawan. Menurut kelompok pemantau lokal, lebih dari 1.000 warga sipil telah tewas.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: