Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Plastik 10 Brand Ternama Cemari Pantai Timur Surabaya, Wings Paling Banyak

        Plastik 10 Brand Ternama Cemari Pantai Timur Surabaya, Wings Paling Banyak Kredit Foto: Sindonews
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Ecoton Foundation melakukan penelusuran sampah di kawasan Pantai Timur Surabaya sebanyak dua kali, yakni 26 Juli dan 1 Agustus 2021. Hasilnya, sebanyak 10 brand ternama di Indonesia diketahui mencemari kawasan tersebut yang juga terdapat Ekowisata Mangrove Wonorejo.

        Public Relation Ecoton Firly Masu’latul Janah menyebutkan sampah plastik didominasi oleh produk Wings sebanyak 400 sachet, Unilever 259 sachet, Indofood 253 sachet, Ajinomoto 154 sachet, Santos Jaya Abadi 115 sachet, ABC Indonesia 63 sachet, Java Prima Abadi 60 sachet, PnG 47 sachet, dan Marimas 37 sachet

        Jumlah tersebut diketahui setelah dilakukan penelusuran sampah yang melibatkan sebanyak 20-25 relawan dengan menggunakan perahu. Aktivitas tersebut dilakukan dimulai dari muara Ekowisata Mangrove Wonorejo hingga menuju Sungai Surabaya.

        Baca Juga: Ecoton Desak Produsen Ambil Tanggung Jawab atas Persoalan Sampah Plastik

        Sampah yang dikumpulkan tersebut kemudian dilakukan brand audit untuk mengindentifikasi sampah produsen mana yang paling mendominasi pencemaran. Selain ditemukan sampah berasal dari produsen brand ternama, juga ditemukan jenis sampah lain seperti kresek, jaring nelayan, hingga styrofoam.

        “Dari dua kali bersih-bersih yang kita lakukan di dua tanggal itu kita gabung jumlahnya ada temuan ada 3 produsen yang paling mencemari sampah sachet di mangrove Surabaya. Paling dominan itu Wings dengan macam-macam ada popok, sabun, shampo yang paling banyak kita temukan dari produsen Wings,” katanya kepada Warta Ekonomi, Rabu (20/10/2021).

        Firly mengungkapkan berdasarkan penelitian Jambeck (2015), bahwa Indonesia merupkan negara peringkat kedua yang berkontribusi dalam pencemaran sampah plastik di laut. Sedangkan menurut Worldbank (2021), sebanyak 70-80 persen sampah berakhir di laut, sebanyak 12 persen di antaranya merupakan sampah plastik.

        Dari sampah yang ditemukannya, sebagian besar terdampar dan terlilit di akar hingga batang pohon mangrove. Firly menghkawatirkan sampah yang terombang-ambing di lautan dan terkena sinar matahari berubah menjadi mikro plastik yang berpotensi dimakan oleh ikan di lautan.

        Mikro plastik yang dimakan oleh ikan menyebabkan berkurangannya kandungan nutrisi protein. Sedangkan ikan yang kemudian dikonsumsi oleh manusia juga berpotensi mengganggu pencernaan dan mengancam kesehatan tubuh manusia.

        “Di sana itu kan mangrovenya menjadi ekowisata. Di balik wisata yang bagus itu, ternyata sampahnya banyak. Pertama ke sana jadi tercengang,” terangnya.

        Legal Staff Ecoton, Muhammad Kholid Basyaiban mengatakan sampah plastik yang terdampar di Ekowisata Mangrove Wonorejo selain memberikan dampak negatif kepada ikan, juga memberikan dampak bagi penurunan tangkapan bagi ikan nelayan di kawasan tersebut.

        Beragam sampah yang terdampar di Ekowisata Mangrove Wonorejo tersebut berasal dari Sungai Surabaya dengan dominasi sampah rumah tangga. Hal tersebut menjadikan baku mutu air Sungai Surabaya terus mengalami penurunan secara signifikan.

        Dari uji sampel yang dilakukan oleh Ecoton, kualitas air Sungai Surabaya melebihi kelas 3 yang berdasarkan regulasi digunakan untuk mengaliri persawahan. Sedangkan baku mutu air minum tidak diperbolehkan melebihi kelas 3 yang biasanya digunakan untuk bahan baku air Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).

        “Kita akan kirim surat peringatan. Kita minta pertanggung jawaban awalnya kita kirim surat. Kita akan lakukan somasi ke perusahaan-perusahaan produsen sampah kalau tidak diindahkan maka akan kita gugat perusahaan penyumbang sampah tersebut,” tegasnya.

        Langkah tersebut dilakukan karena berdasarkan regulasi UU No.18 Tahun 2008 Pasal 15 menyebutkan produsen wajib untuk mengelola hasil produksinya. Beberapa di antaranya dengan mendaur ulang hingga mendesain ulang kemasannya agar menjadi lebih ramah lingkungan.

        Selain itu, kata Kholid, tuntutan tuntutan pemulihan lingkungan kepada produsen plastik juga tertuang dalam Permen Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 75 Tahun 2019 tentang peta jalan pengurangan sampah.

        Karena itu, diperlukan tindakan tegas dari pemerintah, baik dari aspek pengawasan hingga penegakan hukum melalui regulasi pengendalian sampah. Regulasi tersebut diharapkan dapat mengurangi perilaku buang sampah sembarangan hingga menindak perusahaan yang dianggap belum melakukan tanggung jawab secara lingkungan.

        “Kami mendorong untuk membuat perda. Di Indonesia ada 60 perda terkait pembatasan plastik sekali pakai. Sedangkan di Jatim adanya di Pamekasan sama Sumenep, Surabaya belum dan Gresik baru draf rancangan terkait pengurangan sampah sekali pakai,” jelasnya.

        Warta Ekonomi sempat beberapa kali mencoba menghubungi Humas Wings pertengahan Oktober terkait temuan tersebut. Meski Humas Wings sempat meminta dan menerima draf pertanyaan yang diajukan oleh Warta Ekonomi, pihak Wings menyatakan menolak untuk memberikan klarifikasi.

        Namun, Humas Wings, Teuku Muhammad Farhan Dermawan menjelaskan secara korporat, pihaknya telah berupaya untuk menaati peraturan yang ada.

        “Peraturan terkait yang berlaku dan dari sisi CSR pun kami secara konsisten terus melakukan. Sekali lagi mohon maaf, kita belum bisa membantu untuk interview kali ini,” jelasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Bethriq Kindy Arrazy
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: