Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Wah, Indonesia Kebanjiran Kunjungan WNA Paling Banyak dari China

        Wah, Indonesia Kebanjiran Kunjungan WNA Paling Banyak dari China Kredit Foto: Antara/Fauzan
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Sebanyak 7.909 warga negara asing atau WNA berkunjung ke Jawa Timur hingga September 2021. Rata-rata berasal dari Tiongkok atau China. Sementara untuk pengungsi, kebanyakan berasal dari Afghanistan.

        Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Timur, Krismono menuturkan, secara rinci WNA yang berkunjung atau tinggal sementara di Jatim berasal dari 123 negara. Yang paling banyak asal Tiongkok yakni 1.409 orang, Malaysia 831 orang, dan Korea Selatan 534 orang.

        “Keberadaan mereka paling banyak ada di Malang dan Surabaya,” kata Krismono dalam keterangan tertulis diterima pada Minggu, 24 Oktober 2021.

        Baca Juga: 5 Tahap Verifikasi bagi WNI & WNA yang Vaksin di Luar Negeri | Infografis

        Krismono menjelaskan, mereka datang dengan berbagai jenis izin. Ada yang menggunakan izin tinggal kunjungan (ITK), izin tinggal terbatas (ITAS) dan izin tinggal tetap (ITAP). Malang, lanjut Krismono, dipilih karena selama ini menjadi rujukan bagi pelajar asing. Sedangkan Surabaya banyak dikunjungi oleh pebisnis asing.

        “Untuk daerah Ponorogo dan Kediri kebanyakan adalah santri internasional yang banyak menimba ilmu di Ponpes Gontor maupun Al Fatah Temboro,” urai Krismono.

        Dari segi pengawasan, Krismono menjelaskan bahwa jajarannya telah menerjunkan 706 tim pengawas orang asing (TimPORA) yang tersebar di tingkat provinsi hingga kecamatan. Tim tersebut terdiri dari petugas lintas sektoral seperti pemda, polisi, tentara hingga BIN.

        Baca Juga: Ini Bukti Vaksinasi WNI dan WNA dari Luar Negeri Dapat Terdata di PeduliLindungi

        Sehingga, selain operasi mandiri, petugas imigrasi juga aktif melakukan operasi gabungan. Hasilnya, ada 51 tindakan hukum keimigrasian yang dilayangkan kepada orang asing. “Dari jumlah itu, 33 orang asing telah dideportasi dan satu orang asing dilakukan tindakan projusticia,” kata Krismono.

        Selain itu, 13 orang asing dikenai biaya beban atau denda. Dan empat orang lainnya berada di ruang detensi di Kanim Jember, Blitar dan Madiun. “Ada juga tiga orang yang sedang menunggu deportasi di Rumah Detensi Imigrasi di Raci, Pasuruan,” jelas Krismono.

        Pengungsi Afghanistan Paling Banyak

        Tidak hanya itu saja, ada juga orang asing yang statusnya sebagai pengungsi atau refugee. Totalnya mencapai 396 orang dari 14 negara berbeda. Mereka tersebar di dua penampungan, yaitu di Akomodasi Pasar Puspa Agro (322) dan Akomodasi Green Bamboo (40). Sisanya adalah pengungsi mandiri. 

        “Lebih dari separuhnya adalah pengungsi dari Afghanistan,” terangnya.

        Karena itu, pihaknya saat ini memberikan perhatian dan pengawasan lebih terhadap para pengungsi tersebut. Karena melihat situasi politik di Timur Tengah, khususnya Afghanistan yang masih belum sepenuhnya kondusif. 

        “Rata-rata mereka ini terdampar setelah ditolak ketika akan mencari suaka ke Australia,” jelas Krismono.

        Baca Juga: Begini Alur Verifikasi Vaksinasi Bagi WNI dan WNA yang Divaksinasi di Luar Negeri

        Krismono menjelaskan bahwa pihaknya menerapkan prinsip selective policy dalam hal pelayanan dan fungsi pengawasan keimigrasian terhadap WNA. “Artinya, izin hanya diberikan terhadap orang asing yang dapat memberikan manfaat bagi kesejahteraan rakyat, bangsa dan negara Indonesia saja,” ujar Krismono.

        “Serta tidak mengancam atau membahayakan keamanan dan ketertiban umum serta tidak bermusuhan, baik terhadap rakyat, bangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 yang di izinkan masuk atau keluar wilayah Indonesia,” lanjutnya menjelaskan.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Annisa Nurfitri

        Bagikan Artikel: