Ramalan Arief Poyuono tentang Sosok Presiden RI 2024: Selepas Jokowi, Giliran Airlangga Hartarto
Mantan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono 'menerawang' tokoh yang akan menjadi presiden Indonesia di tahun 2024 mendatang.
Dengan pendekatan konsep kekuasaan dalam tradisi Jawa, Arief mengaku sangat percaya ramalan Jongko Jayabaya, seorang pujangga Jawa Kuno yang memberikan gambaran bahwa sosok pemimpin Indonesia ke depan adalah mereka yang mempunyai nama dengan akhiran kata NO-TO-NO-GO-RO.
Noto nogoro dalam bahasa Indonesia mempunyai arti menata negara. Begini penjelasan Arief:
"No-to-no-go-ro, No itu Sukarno, To sama dengan Suharto, No; Yudhoyono, No lagi; Mulyono, kenapa Mulyono? Jokowi itu saat lahir nama aslinya Mulyono, karena berulang kali sakit-sakitan ibunya lalu mengganti nama jadi Joko Widodo, jadi Jokowi masuknya di No; Mulyono," kata Arief kepada Warta Ekonomi, Minggu (24/10/2021).
Baca Juga: Gak Banyak Gimmick, Lah Kok Ternyata Prabowo Lebih Baik dari Anies
Lalu muncul pertanyaan, kenapa Habibie, Gus Dur, dan Megawati tak masuk presiden dengan kriteria mengikuti nama no-to-no-go-ro?
"Ya meskipun jadi presiden, mereka bertiga kan sebentar, gak sampai lima tahun," jelasnya.
Lalu di 2024, siapakah sosok yang akan menjadi presiden bila menggunakan konsep "ilmu" gothak-gathik-gathuk atau cocokologi ala Jawa dengan mengikuti petunjuk kata "No-to-no-go-ro"?
"Presiden selanjutnya ya ikuti aja petunjuk kata itu, "ro" itu selanjutnya. Siapa dia? yaitu Airlangga Hartarto. Airlangga itu kalau diucapkan dengan bahasa Jawa kan pengucapannya "AirlongGO", itu pemimpin Indonesia selanjutnya di tahun 2024," tambahnya.
Arief menjelaskan, dalam konsep kekuasaan Jawa terkadang Sang Pencipta menentukan seseorang bisa menjadi pemimpin tak melulu didasarkan pada sosok yang pandai bicara atau jago berkomunikasi, atau mereka yang lahir dari keturunan raja.
Tapi pemimpin itu bisa dipilih Tuhan karena ia yang mempunyai pulung atau dipilih Tuhan dengan kriteria-kriteria tertentu dan terkadang tak bisa dirasionalisasikan dengan pendekatan ilmiah.
"Terkadang pulung atau seberkas cahaya yang jadi tanda bahwa Tuhan memberikan anugerah untuk seseorang menjadi pemimpin itu jatuh kepada orang yang selama ini tak disangka-sangka bisa jadi pemimpin. Coba tengok Pak SBY, dulu menteri yang dikucilkan, gak dipandang, diremehkan sama Mega, eh tiba-tiba jadi Presiden, Jokowi dulu gak ada yang percaya bisa jadi presiden, wong kubu lawan black campaign-nya kan orangnya klemar-klemer, gak bisa ngomong. Sama ini kaya Pak Airlangga, dia kan selama ini gak menonjol orangnya, banyak gak diperhitungkan.
"Dia ada di pemerintahan tapi tak terlihat, kalau dia di 2016 gak jadi menteri, mana ada orang yang tahu Airlangga itu siapa, jadi Ketua Umum Golkar saja orang pada gak menyangka, intinya Airlangga itu gak diperhitungkan lah tapi merujuk pada noto nogoro, bisa dia jadi presiden," jelasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat