Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pelabelan BPA Masih Lambat, Begini Respons Komnas PA

        Pelabelan BPA Masih Lambat, Begini Respons Komnas PA Kredit Foto: KPAI
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Ketua Umum Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) Nia Umar, mengatakan bahwa BPA adalah zat kimia yang berfungsi untuk mengeraskan plastik dan membuat bahan plastik menjadi tahan lama, namun penggunaan plastik yang mengandung BPA dapat menyebabkan berbagai macam penyakit, seperti kanker, syaraf dan lain sebagainya. BPA salah satunya terdapat pada galon guna ulang. 

        "Jadi ibu-ibu bukan menakut-nakuti, BPA itu ibarat polusi yang tidak kelihatan. Kalau asap masih kelihatan. BPA tidak terlihat tapi secara akumulatif dapat memicu berbagai macam penyakit, " ungkapnya, dalam diskusi publik bertajuk, Bebaskan Anak, Balita, Bayi dan Janin dari Bahaya Bisphenol A (BPA) - urgensi label Bebas BPA untuk Kesehatan pada acara Selebrasi 23 Tahun Komnas Perlindungan Anak, Selasa (26/10).

        Baca Juga: Pegiat Lingkungan Minta Keterbukaan Informasi Soal Rencana Pengurangan Sampah Plastik dari Produsen

        Tak hanya itu, Nia yang juga Koordinator Presidium Gerakan Kesehatan Ibu dan Anak (GKIA) menilai BPA ini juga mengancam kepada ibu hamil dan lingkungan. 

        “Bahaya BPA ini berdampak bagi tubuh ibu hamil dan menyusui. Bagi yang menyusui, risiko yang ditimbulkan adalah ASI yang diminum bayi akan mengandung BPA sehingga bisa jadi si bayi ini tidak mau lagi menyusui melalui payudara ibu mereka,” ucapnya.

        Karena itu, ia mengimbau masyarakat harus berhati-hati dan memperhatikan kesehatan tubuh karena BPA ini telah ada diberbagai kemasan, mulai dari plastik, kaleng, dan galon. Dari tiga kemasan tersebut yang perlu diperhatikan adalah galon air minum. 

        Baca Juga: Ketua Umum Ibu-Ibu Menyusui Tegas: Bahaya BPA Sudah Ada di Semua Aspek Kehidupan

        “Galon ini harus kita perhatikan, misal air diambil dari sukabumi lalu dimasukan ke galon dan diangkut menggunakan mobil. Di mobil galon ini akan terpapar panas matahari dan belum lagi ketika sampai di supermarket atau minimarket juga akan terjemur panas matahari. Kejadian ini dapat membuat BPA larut dan masuk ke dalam air minum,” jelasnya. 

        Sementara sifat BPA ini akan terjadi migrasi, apabila terkena panas secara berulang-ulang dan terjadi gesekan atau goresan. Belum lagi saat pemindahan dari truk ke depo –depo ini sangat mungkin timbulnya gesekan. Nah BPA yang terdapat dalam galon guna ulang ini kemudian migrasi ke dalam air tersebut kemudian berpindah ke botol susu bayi, atau piring makanan bayi. 

        Jika larut dan air minum yang terkandung BPA ini masuk ke dalam tubuh, maka sel kanker dapat dipicu untuk hidup dan membuat risiko terjadinya kanker semakin tinggi. Sehingga hal tersebut adalah catatan penting untuk seluruh elemen masyarakat.

        Sementara itu, Arzeti Bilbina, anggota Komisi IX  DPR RI Fraksi PKB, mengatakan pemerintah menyambut positif. Bahkan DPR RI telah melakukan rapat kerja dengan BPOM. Pada tahun anggaran 2022 pemerintah akan mengalokasikan untuk sosialisasi bahaya BPA. 

        Arzeti sosok anggota dewan yang juga gencar mengkampanyekan bahaya BPA. Dan setuju jika kemasan plastik makanan dan minuman harus free BPA. 

        Senada dengan itu, Ketua Komisi Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait mengatakan, "Saya sudah beberapa kali menjadi narasumber webinar tentang pelabelan BPA. Dan BPOM masih lambat dalam menetapkan revisi PERKA label. Di banyak negara, BPA pada kemasan sudah dilarang. Sepertinya saya mencium upaya untuk menggagalkan rencana BPOM untuk merevisi PERKA label terkait BPA pada kemasan galon isi ulang dan memasang label peringatan pada keasan plastik yang mengandung BPA. Salah satunya ada upaya untuk tidak mencantumkan label peringatan BPA pada kemasan galon isi ulang berbahan PC dengan kode plastik No7, dengan mensyaratkan batas ambang." ucapnya.

        "Seharusnya tidak ada toleransi batas ambang terkait kemasan yang mengandung BPA untuk bayi, balita dan janin pada ibu hamil. Jangan sampai upaya  ini malah menyesatkan bagi konsumen, BPA tetap racun. Migrasinya tidak layak dikonsumsi oleh usia rentan," paparnya.

        "Jadi perjalanan BPA atau migrasi BPA itu awalnya dari galon guna ulang, migrasi ke air. Gara - gara proses pencuncian galon di pabrik, dan saat dibawa dari pabrik ke distributor sudah terjemur matahari. Masuk ke toko-toko dijemur matahari lagi. Padahal BPA mudah bermigrasi bila terjadi pemanasan maupun gesekan," ungkapnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: