Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Ingat Ya... Jangan Menunda Mencegah Obesitas

        Ingat Ya... Jangan Menunda Mencegah Obesitas Kredit Foto: Rawpixel/Mckinsey
        Warta Ekonomi -

        Obesitas bukanlah kondisi yang datang dengan sendirinya pada seseorang. Pemicu obesitas cukup jelas dan nyata, dan sebagian besar disebabkan karena gaya hidup yang tidak sehat. Padahal, apabila menerapkan gaya hidup sehat, obesitas bisa dihindari.

        Plt Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM), Kementerian Kesehatan, dr Elvieda Sariwati, MEpid, mengatakan, obesitas bisa dicegah, antara lain melalui pengaturan asupan gula, garam dan lemak (GGL), serta melakukan aktivitas fisik. Asupan gula harian maksimal yang disarankan yakni 4 sendok makan, garam 1 sendok teh dan lemak 5 sendok makan.

        Baca Juga: Ya Ampun… Cek Sekarang! Beberapa Kondisi di Bagian Mata Bisa Merujuk Masalah Jantung Bahkan Diabetes

        Sementara aktivitas fisik atau kegiatan tubuh yang menggerakkan otot rangka dan menghasilkan energi serta tenaga. Misalnya, menyapu, berkebun, mengepel, mencuci dan bermain dengan anak perlu dilakukan setidaknya 3-5 kali per pekan.

        "Obesitas dapat dicegah, perlu adanya deteksi dini dan pola hidup sehat sehingga perlu adanya pemberdayaan masyarakat," kata Elvieda dalam sebuah webinar kesehatan, belum lama ini.

        Deteksi dini obesitas bisa dengan pemantauan dan mencapai berat badan ideal dengan pengukuran lingkar pinggang secara rutin (maksimal 90 cm pada pria dan 80 cm pada wnaita), indeks massa tubuh (IMT) (seseorang dikatakan obesitas jika IMT di atas 27) dan memanfaatkan carta obesitas. Obesitas atau penumpukan lemak berlebihan di dalam tubuh menjadi pintu masuknya berbagai penyakit tidak menular (PTM) dan sindroma metabolik seperti penyakit jantung, pembuluh darah, diabetes dan hipertensi.

        Di Indonesia, daa Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan, sebanyak 21,8 persen atau 37,5 persen orang mengalami obesitas serta 31 persen atau 60,3 persen orang dengan obesitas sentral. Pada anak, tingkat obesitasnya 20 persen atau 1 dari 5 pada anak usia 5-12 tahun. Sementara pada dewasa angkanya 1 dari 3.

        Baca Juga: Waduh! Penderita Diabetes Makan Cilok, Memangnya Boleh? Ternyata Cilok…

        Elvieda mengatakan, pemerintah dalam kebijakan penanggulangan PTM melakukan sejumlah cara antara lain promosi kesehatan pada mereka yang belum sakit melalui edukasi perilaku hidup sehat (GERMAS) dan perilaku CERDIK. Kemudian deteksi dini untuk mencegah dari awal dengan mengukur lingkar pinggang dan IMT, diikuti perlindungan khususnya terkait obesitas yakni pengaturan konsumsi gula, garam dan lemak.

        Selain itu, dari sisi penanganan kasus, bila sudah ditemukan di pos pelayanan terpadu maka pasien bisa dirujuk ke puskesmas untuk ditangani. Apabila pasien tidak bisa dilayani di tingkat layanan pertama, maka bisa dirujuk.

        Kasus obesitas cukup banyak ditemukan di Amerika Serikat (AS). Diperkirakan, lebih dari 42 persen warga setempat mengalami obesitas. 

        Ini bukan sekadar masalah estetika, tetapi juga soal kesehatan. Obesitas meningkatkan risiko penyakit serius, termasuk jantung, kanker, diabetes, dan demensia.

        Para ahli mengatakan, minuman manis dan makanan olahan adalah dua penyebab utama obesitas. Menurut Pusat Pengendalian Penyakit (CDC) AS minuman yang dimaniskan dengan gula buatan adalah soda, minuman rasa buah, minuman energi, air manis, kopi, dan teh dengan tambahan gula. Satu soda sehari berdasarkan ukurannya (237 mililiter hingga 591 mililiter), dapat menumpuk 270-690 kalori sehari.

        Baca Juga: Penderita Diabetes Masih Mau Makan Nasi Putih? Tenang! Anda Bisa Makan dengan Porsi…

        "Konsumsi minuman manis dikaitkan dengan peningkatan risiko obesitas yang meningkat 1,6 kali lipat, untuk setiap porsi minuman manis yang dikonsumsi setiap hari,” tulis dr Caroline M Apovian, mengutip American Journal of Managed Care.

        Studi telah menemukan bahwa minum minuman manis secara teratur dikaitkan dengan perilaku tidak sehat lainnya, di antaranya dapat meningkatkan risiko obesitas lebih jauh. Itu sebabnya, menjauhi konsumsi keduanya bisa memangkas risiko menjadi gemuk.
        CDC juga menyatakan, individu yang merokok, kurang tidur, tidak banyak berolahraga, sering makan makanan cepat saji, dan tidak makan buah secara teratur, lebih cenderung menjadi konsumen SSBs (sugar-sweetened beverages). Selain itu, remaja yang sering mengonsumsi SSBs juga memiliki lebih banyak waktu menatap layar, misalnya lebih banyak waktu menatap televisi, ponsel, komputer, dan gim video.
        “Makanan olahan, makanan rendah serat serta meningkatkan lemak, gula, garam, dan kalori, adalah penyumbang utama obesitas,” jelas Apovian.
        "Konsumsi makanan olahan ini telah menyebabkan peningkatan 205 kalori dalam asupan kalori harian rata-rata individu sejak 1960-an," lanjutnya.
        Makanan olahan berkontribusi terhadap obesitas karena tidak mengenyangkan. Karbohidrat sederhana seperti keripik dan kue meningkatkan gula darah yang dapat menyebabkan insulin melonjak dan mogok. Ini menjadi penyebab sering timbulnya rasa lapar dan mendorong makan berlebihan serta menambah berat badan.
        Para ahli mengatakan, orang yang obesitas juga sering meremehkan jumlah kalori yang mereka konsumsi setiap hari, yang jumlah kalorinya sering kali ratusan. Faktanya, sebuah penelitian yang diterbitkan di BMJ menemukan bahwa seperempat orang meremehkan asupan harian mereka, hingga lebih dari 500 kalori.
        Kedengarannya sangat banyak, dan jumlah itu memang banyak. Setidaknya 500 kalori adalah 25 persen dari total kalori harian yang direkomendasikan bagi kebanyakan orang.
        Namun, itu semua akan terlalu berlebihan jika Anda meminum lebih banyak kalori tanpa disadari. Hitung-hitungannya, jika Anda mengonsumsi 200 kalori ekstra sehari berarti total sekitar 6.000 kalori ekstra sebulan, dan jumlah itu cukup untuk menambah berat badan hampir satu kilogram.
        Lalu apa yang harus dilakukan? Para ahli menyarankan untuk menjauhi minuman manis dan makanan olahan, gantilah dengan kalori berkualitas tinggi.
        Contohnya, diet Mediterania, yang mengutamakan buah-buahan, sayuran, ikan, dan minyak zaitun, serta membatasi daging merah, daging olahan, dan makanan olahan. Untuk camilan, dibandingkan permen atau keripik kentang, cobalah memakan kacang, buah, atau sayuran.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Bayu Muhardianto

        Bagikan Artikel: