Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) merupakan salah satu program strategis nasional. Terkait hal tersebut, Anggota Komisi IV DPR RI, Johan Rosihan mengungkapkan bahwa kelapa sawit menjadi penghasil utama devisa negara dan berkontribusi besar terhadap pendapatan negara di sektor non-migas.
“Penyebab lambatnya implementasi dari peremajaan sawit rakyat dikarenakan masih banyak sawit rakyat yang berada di lahan overlap antara tata ruang dan kehutanan. Perkiraan 2,6 juta hektar masih bermasalah itu benar,” ujar Johan dalam keterangan tertulisnya kepada Parlementaria, Kamis (11/11/2021).
Baca Juga: Minyak Goreng Sawit? Intip Yuk Kandungan dan Manfaatnya
Oleh karena itu, Johan mendesak pemerintah agar segera mengatasi hambatan program peremajaan sawit rakyat demi kesejahteraan petani. “Saya berharap untuk peningkatan produktivitas sawit diprioritaskan untuk membantu petani sawit agar lahannya segera diremajakan dan diberikan kemudahan dalam proses peremajaan tersebut,” ucap Johan.
Johan menyampaikan, sejak Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) berdiri hingga tahun 2020 lalu telah menyalurkan dana program PSR sebesar Rp5,3 triliun yang mencakup luas lahan 200,2 ribu hektar.
“Harusnya angka itu masih bisa dioptimalkan lagi melalui program akselerasi peremajaan sawit rakyat dengan memangkas berbagai hambatan penyaluran dana PSR kepada kelompok sasaran,” ujarnya.
Lebih lanjut dipaparkan Johan, berbagai penyebab kesulitan pelaksanaan PSR diantaranya prosedur pengusulan yang terlalu panjang, sehingga memakan waktu yang lama dan rendahnya minat petani mengikuti program peremajaan karena pemerintah lebih berpihak pada kepentingan perusahaan besar dalam pemanfaatan dana perkebunan.
“Untuk itu saya mendorong pemerintah segera mengatasi persoalan legalitas lahan petani (lahan sawit rakyat) dan melakukan pembinaan kelembagaan petani sawit, serta meningkatkan sosialisasi program peremajaan sawit rakyat ini,” kata Johan.
Selanjutnya Johan juga mendesak pemerintah mengatasi persoalan yang dihadapi Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat, seperti rendahnya produktivitas tanaman, kurangnya pengetahuan dan kemampuan teknis usaha tani, serta praktik pengelolaan perkebunan yang kurang handal sehingga terdapat kesenjangan produktivitas dengan perkebunan swasta.
“Saya berpendapat diperlukan suatu model bisnis perkebunan kelapa sawit rakyat melalui model kemitraan yang dapat memberikan pendapatan besar dan risiko rendah bagi petani. Selain itu diperlukan peran pemerintah memperkuat posisi tawar dari sawit rakyat dalam bisnis kelapa sawit sehingga dapat bersaing dan menguntungkan petani,” tutup Johan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Alfi Dinilhaq
Tag Terkait: