- Home
- /
- New Economy
- /
- Energi
Seperti Negara Asia Pasifik, Transisi Energi Perlu Didukung dengan Penambahan Kilang Minyak
Chairman Energy & Mining Editor Society, Dudi Rahman, menyebut bahwa penambahan dan pengembangan kilang minyak baru diperlukan untuk mendukung ketahanan energi di Indonesia.
Data Dirjen Migas Kementerian ESDM tahun 2020 menyebutkan, permintaan BBM sebanyak 69,7 juta kL. Sementara itu, kemampuan produksi dalam negeri sebesar 44,5 juta kL dengan kontribusi biodiesel sebesar 8,4 juta kL.
Baca Juga: PLN Amankan 242 Gardu Jaringan Listrik Usai Kilang Pertamina Cilacap Terbakar
"Tahun ini impor BBM dperkiran 18,4 juta KL karena peningkatan kebutuhan menjadi 72 KL, sedangkan produksi dalam negeri stabil 44,5 juta KL dan produksi biodiesel 9,20 juta KL. Tahun 2022 Kementerian ESDM memperkirakan impor 16,5 juta KL karena ada peningkatan produksi BBM dalam negeri jadi 47,8 juta KL," ujarnya dalam webinar "Kilang dalam Transisi Energi: Roadmap Pengembangan Kilang dan Petrokimia, Green Fuel serta Hilirisasi Produk", Selasa (16/11/2021).
Dudi menyebut, kebutuhan impor minyak untuk diolah menjadi BBM beserta turunan disebabkan produksi dalam negeri yang terus menurun. Saat ini, jumlah produksi minyak dalam negeri sebesar 680 ribu barel per hari dengan kapasitas produksi kilang minyak sebesar 900 ribu barel per hari. Jumlah tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan nasional.
Hal tersebut yang menyebabkan untuk menutupi kebutuhan nasional harus dilakukan dengan cara impor minyak. Selain itu, Indonsia sebagai negara yang tergantung pada minyak, sesungguhnya tidak hanya dihadapkan pada konsumsi yang lebih, tetapi juga memerlukan strategi untuk menjamin ketahanan energi nasional.
"Padahal, sejumlah negara di Asia Pasifik seperti Vietnam, Thailand, China, dan India menyadari betapa pentingnya pembangunan kilang baru untuk memenuhi kebutuhan BBM negaranya," katanya.
Pembangunan sejumlah kilang baru negara-negara tersebut dilakukan dengan menawarkan insentif fiskal dan nonfiskal untuk mendorong pembangunan kilang seperti memberikan keringanan pajak, pembebasan biaya impor, pembebasan atau pengurangan sewa lahan, hingga kemudahan birokrasi diberikan untuk mempercepat pembangunan kilang.
Dudi menambahkan, hal tersebut menjadi ironi, kebutuhan yang besar di Indonesia tidak ditopang dengan kebijakan pemerintah yang mengantisipasi kebutuhan nasional. Keberadaan Pertamina, menurutnya, yang terintegrasi dengan pengembangan kilang baru perlu diapresiasi selain juga perlu mengevaluasi kilang-kilang yang lama beroperasi.
"Pertamina sukses dalam pengeoperasian RMCC sehinga bisa meningkatkan kemandirian dan ketahanan energi nasional melalui peningkatan produksi bahan BBM dan non-BBM," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Bethriq Kindy Arrazy
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: