Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        SIN Pajak Mampu Mencegah Korupsi Dan Mewujudkan Indonesia Sejahtera

        SIN Pajak Mampu Mencegah Korupsi Dan Mewujudkan Indonesia Sejahtera Kredit Foto: Istimewa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Indonesia adalah negara yang menganut paham kesejahteraan. Untuk mencapai kesejahteraan tersebut diperlukan APBN, dimana sumber pendanaan utamanya dari perpajakan. Indonesia akan mencapai puncak kesejahteraan sesuai cita-cita founding fathers jika tidak terdapat korupsi.

        Data korupsi yang tercatat sudah cukup banyak. Korupsi merupakan fenomena gunung es, sehingga tidak akan dapat terbayangkan seberapa banyak korupsi di Indonesia.

        Di sini konsep SIN Pajak hadir tidak hanya digunakan untuk tujuan penerimaan pajak, namun juga pencegahan korupsi.

        SIN Pajak adalah sebuah sistem yang menghubungkan semua pihak di Indonesia untuk wajib saling membuka & menyambung sistemnya ke sebuah sistem pajak, termasuk yang rahasia.

        Data pada sistem yang saling terhubung tersebut dengan e-audit menggunakan konsep link and match SIN Pajak, otoritas perpajakan akan dapat memetakan sektor mana yang belum tersentuh pajak atau celah dalam perpajakan. SIN Pajak mampu menyediakan data wajib pajak yang belum membayar kewajiban perpajakannya.

        Bahkan SIN Pajak mampu memetakan sumber uang atau harta baik dari sumber legal maupun ilegal yang merupakan pintu masuk dari korupsi. SIN Pajak akan bekerja seolah-olah CCTV yang akan mengawasi seluruh transaksi keuangan sehingga menciptakan digitalisasi transparansi.

        SIN Pajak menjadi sebuah sistem yang paling sesuai dengan cita-cita Presiden Joko Widodo yang menginginkan pemberantasan korupsi dengan menggunakan konsep digitalisasi dan transparansi. SIN Pajak saat ini telah memiliki payung hukum melalui Undang-Undang KUP, yaitu UndangUndang Nomor 28 Tahun 2007.

        Pasal 35A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 35A diatur mengenai SIN Pajak, dimana menyebutkan bahwa setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada otoritas perpajakan.

        Era tersebut memberi kewajiban semua pihak baik pemerintah pusat/daerah, lembaga, swasta dan pihak-pihak lain wajib untuk saling membuka dan menyambung sistem ke pajak yang non rahasia baik yang finansial/non finansial ke otoritas perpajakan, meskipun masih adanya beberapa hambatan terkait masih diperbolehkannya rahasia pada UU lain, seperti UU mengenai perbankan. 

        Presiden Joko Widodo kemudian mengeluarkan Perpu 1/2017 yang mengatur secara khusus akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan dalam rangka memenuhi komitmen AEOI.

        Perpu tersebut kemudian pada 23 Agustus 2017 disahkan lembaga legislatif melalui UU 9/2017. UU ini secara legal formal menggugurkan ketentuan kerahasiaan dalam beberapa UU, antara lain UU tentang perbankan.

        Sehingga semua pihak baik pemerintah pusat/daerah, lembaga, swasta dan pihak-pihak lain, wajib untuk membuka dan terhubung ke dalam sistem perpajakan, baik data yang bersifat rahasia maupun non rahasia dan data finansial maupun non finansial.

        Data yang dikumpulkan dari berbagai sumber sebagaimana diatur dalam Pasal 35A UndangUndang Nomor 28 Tahun 2007 dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 akan menjadi bahan dalam melakukan audit baik audit perpajakan maupun audit korupsi.

        SIN Pajak menjadi perwujudan digitalisasi transparansi akan bekerja melakukan audit secara elektronik (e-audit) dengan konsep link and match. Jika dilihat dalam konteks kasus korupsi, bahwa uang atau harta baik dari sumber yang legal maupun ilegal selalu digunakan dalam 3 (tiga) sektor, yaitu konsumsi,investasi, dan tabungan.

        Dalam konsep SIN Pajak, 3 (tiga) sektor tersebut wajib memberikan data dan terhubung secara sistem dengan sistem perpajakan. artinya uang dari sumber yang legal maupun ilegal tersebut dapat terekam secara sempurna dalam sistem perpajakan.

        Wajib Pajak akan menghitung pajak dan mengirimkan SPT ke otoritas perpajakan. otoritas perpajakan melalui konsep link and match akan dapat dipetakan data yang benar dan data yang tidak benar, serta data yang tidak dilaporkan dalam SPT. Artinya tidak ada harta yang dapat disembunyikan oleh Wajib Pajak.

        Dalam penanganan kasus korupsi dikenal pembuktian terbalik, sehingga Wajib Pajak yang melaporkan SPT secara tidak benar akan diberikan kesempatan untuk membuktikan bahwa hartanya diperoleh secara legal.

        Hal tersebut akan membuat Wajib Pajak akan berpikir ulang untuk melakukan sebuah perolehan harta secara ilegal. Dengan SIN Pajak, pada awalnya Wajib Pajak akan dipaksa untuk jujur, namun keterpaksaan tersebut lambat laun diyakini akan berubah menjadi sebuah budaya jujur.

        Namun meskipun secara de jure SIN Pajak ini telah memiliki landasan yang kuat, namun secara, de facto SIN Pajak ini belum dapat terlaksana. Sejumlah kendala membangun SIN antara lain ketentuan UU yang diduga belum lurus terkait dengan akses otoritas perpajakan terhadap transaksi keuangan.

        Inkonsistensi regulasi diduga menjadi salah satu penyebabnya, dalam peraturan pelaksanaannya yang diatur dalam peraturan pemerintah, yang diduga diturunkan kembali dalam peraturan menteri serta surat edaran.

        Aturan-aturan tersebut diduga membuat pengaturan yang  melampaui peraturan yang di atasnya, antara lain adanya subdelegasi aturan yang diduga tidak sesuai kaidah, pembatasan penggunaan maupun pembatasan nilai. Akibatnya tujuan dan sasaran dari UU yang mengaturnya tidak dapat terlaksana dengan baik.

        Padahal jika kita tengok lagi sejarah Indonesia, konsep ini telah diperkenalkan berpuluh tahun sebelumnya. Tidak banyak orang yang tahu bahwa konseptor awal transparansi perpajakan ini adalah founding father kita, yaitu Bung Karno.

        Pada 31 Desember 1965, sejarah mencatat dimana Bung Karno mengeluarkan Perppu 2/1965 mengenai peniadaan rahasia bagi aparat pajak. Konsep ini diperkenalkan kembali pada zaman pemerintahan Presiden Megawati, yaitu tahun 2001 yang ditandai dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2001 sampai puncaknya penyerahan RUU KUP yang kemudian nantinya menjadi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.

        Undang-undang ini kemudian disempurnakan pada pada tahun 2017 oleh Presiden Joko Widodo melalui UndangUndang Nomor 9 Tahun 2017 yang meniadakan rahasia bagi aparat pajak.

        Berdasarkan hal tersebut, sudah menjadi kewajiban kita untuk meluruskan peraturan perundangan SIN Pajak yang diduga tidak lurus demi terwujudnya SIN Pajak dan tercipta Budaya jujur untuk Indonesia yang Sejahtera. 

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ferry Hidayat

        Bagikan Artikel: