Jemari perempuan berusia 39 tahun itu nampak lihai dan mahir menghias kue yang dibuatnya di dapur rumahnya yang beralamatkan di Gang Yasin, Kelurahan Genteng Wetan, Kecamatan Genteng, Banyuwangi. Satu per satu kue produksi Vivin Bakery yang dihiasnya terlihat cantik dan seragam.
Vivin Merita, demikian ia akrab disapa, mahir dalam membuat sejumlah kue basah seperti hitam manis, brownis nona manis, rainbow, lemper, pastel, risoles, pai buah, puding, kue tart, dan lain sebagainya. Kepada pelanggannya, Vivin menjual harga kue per potongnya dengan harga mulai Rp2.500.
Baca Juga: UMKM Jatim Makin Sukses, Ekspor Porang ke Pasar Asia hingga Eropa
Usaha produksi kue basah tersebut dirintis Vivin sejak 2008 silam. Mulai 2010, kue basah produksinya dijual di pasar-pasar tradisional. Hal tersebut dilakukannya hingga 2013 sebab harga bahan yang tinggi tidak sepadan dengan harga jual di pasar yang tergolong murah, yakni rata-rata sebesar Rp1.500.
"Setelahnya saya hanya membuka pesanan saja," katanya kepada Warta Ekonomi saat ditemui di rumah produksinya, Sabtu (25/12/2021).
Pesanan kue basah yang diproduksinya mulai dalam bentuk satuan, kue box, kue hantaran, kue suvenir, hingga kue tumpeng. Kue-kue tersebut disediakan untuk keperluan rapat di perkantoran, arisan, lamaran hingga pernikahan.
Vivin Bakery juga menjadi salah satu rekanan bisnis penyedia kue basah untuk Rumah Sakit Al-Huda yang berjarak sekitar 4 km dari rumahnya. Karena itu, dalam sebulan omzet yang diterimanya dapat mencapai Rp7 juta per bulannya. Kenaikan omzet tersebut juga ditopang dengan ketersediaan permodalan yang diberikan PT Permodalan Nasional Madani (PNM).
Ia menjadi salah satu nasabah Mekaar PNM sejak 2019 dengan penyertaan modal yang diberikan sebesar Rp2,5 juta bersama ibu-ibu lainnya yang total dalam kelompoknya sebanyak 5 orang. Alasan memilih PNM sebagai pemberi penyertaan modal, menurutnya, karena persyaratan yang mudah dibandingkan lembaga keuangan lainnya seperti perbankan dan koperasi yang mensyaratkan jaminan sertifikat rumah.
"Cukup menyertakan pihak kedua sebagai penjamin atau penanggung jawab saya saat itu suami. Namun, selama pandemi Covid-19 yang terjadi pada awal 2020 membuat omzet saya turun hingga 70 persen," ungkapnya.
Hal tersebut disebabkan kerja sama dengan Rumah Sakit Al Huda yang setiap harinya Vivin menyediakan kebutuhan kue mendadak berhenti. Rumah sakit tersebut melalui unit instalasi gizi mengubah penyediaan konsumsi kue basah menjadi penyediaan susu, buah, dan produk pangan yang dinilai menambah imunitas tubuh. Penurunan omzet tersebut dirasakan hingga 6 bulan saat semua kegiatan sosial dilakukan pembatasan secara menyeluruh.
Tidak kehilangan akal, Vivin memanfaatkan promosi menggunakan media sosial yang dimilikinya dengan membuka pesanan pre-order. Dengan memanfaatkan modal pinjaman PNM gelombang ketiga sebesar Rp2,5 juta, Vivin menerima pesanan pre-order yang diterimanya. Termasuk memberikan layanan pengantaran gratis untuk wilayah Kecamatan Genteng untuk menarik minat pelanggan.
Usaha Vivin Bakery makin dikenal dari mulut ke mulut, sistem pre-order yang dilakukan sebelumnya makin berkurang. Kini, banyak pelanggan Vivin langsung melakukan pemesanan tanpa melalui sistem pre-order.
"Bahkan, beberapa di antara pelanggan saya untuk mempersiapkan acara tidak segan melakukan konsultasi pemesanan kue basah baik secara kuantitas dan kualitas," ujarnya.
Lambat laun, usaha Vivin makin tumbuh. Tidak jarang, ia juga melibatkan saudara dan tetangga sebagai asisten produksi bila pesanan yang diterima dinilai banyak. Kini, omzet bulanan yang diperolehnya sebesar Rp10 juta. Dalam seminggu, empat sampai lima hari ia sering mendapatkan pesanan.
Ia yakin omzetnya akan terus bertambah seiring kehidupan yang terus makin normal. Bahkan, Vivin juga sesumbar ingin menaikkan angka penyertaan modal PNM di gelombang selanjutnya.
"Harapan saya sih pinjaman makin bertambah di setiap gelombangnya karena selama ini kan kenaikannya cuma Rp500 ribu. Harusnya bisa naik sampai Rp2 juta. Kan bisa dilihat mana anggota yang pembayarannya baik dan rutin," jelasnya.
Berbeda dengan Vivin, Agus Suyitno dengan usahanya yang lebih besar, bersama istrinya merintis usaha kripik singkong sejak 1998. Namun, 10 tahun lalu keduanya mulai menjadi nasabah PNM dengan pinjaman masing-masing Rp200 juta dengan jaminan dua sertifikat usaha yang dimilikinya. Pinjaman tersebut dilakukan untuk menambah alat produksi sehingga dapat memperluas distribusi penjualan kripik singkong yang diproduksinya.
Di tempat produksinya seluas 4000 m2 yang beralamatkan di Jalan Hidayatullah, Kelurahan Setia Mulya, Kecamatan Taruma Jaya, Bekasi, Agus mempekerjakan sebanyak 300 karyawan yang sebagian besar merupakan saudara dan tetangganya. Di tempat produksinya tersebut, mulai dari proses pengupasan, pemotongan, penggorengan, pemberian bumbu, hingga pengemasan dilakukan.
Baca Juga: Gobel: Untuk Lawan Pinjol Ilegal Kuatkan PNM dan Koperasi
"Sebagian besar karyawan di sini dibayar secara harian dengan penjulan hingga Cikampek, Bogor, dan Tangerang dengan menyasar toko retail, toko grosir, sekolah dan pasar tradisional sehingga omzet bulanan yang kami peroleh bisa mencapai Rp500 juta," ujarnya saat ditemui Warta Ekonomi di rumah produksinya.
Sejak pandemi pada 2020, distribusi penjulan kripik singkong milik Agus mengalami penyusutan omzet bulanan menjadi Rp400 juta hingga Rp450 juta. Sebab, pengantaran di toko retail, toko grosir, sekolah dan pasar tradisional sudah tidak dilakukannya lagi. Terlebih, beberapa tempat potensial pelanggan seperti perkantoran dan pabrik sudah tidak beroperasi normal seperti biasanya.
Karena itu, sejak pandemi melanda, kini di rumah produksinya, pria berusia 49 tahun ini mulai membuka Toko Matahari Grosir yang sudah berjalan selama dua tahun ini. Sementara, jumlah karyawan yang sebelumnya mencapai ratusan, kini karyawan yang membantunya sebanyak 5 karyawan tetap dan 20 karyawan harian.
Meski sejak pandemi sempat mengalami penurunan omzet dan menghentikan distribusi produk kripik di luar Kecamatan Taruma Jaya, Bekasi, omzet bulanan yang diperoleh Agus mengalami kenaikan menjadi Rp600 juta hingga Rp700 juta. Bahkan, ungkap Agus, omzet bulanan yang diperolehnya pernah menyentuh nyaris Rp1 miliar.
Bertahannya hingga terjadinya pertumbuhan omzet usaha Agus karena bisnis kuliner dinilainya lebih dibutuhkan dan menjadi bagian dari kebutuhan primer. Adapun secara spesifik, bertahannya usaha kripik miliknya juga dipengaruhi oleh keunggulan rasa dibandingkan kompetitor usaha kripik lainnya.
"Dulu kan pinjaman sebesar Rp400 juta dikasih. Setelah ini sih pinginnya dapat pinjaman baru sebesar setengah miliar atau lebih untuk kembali memperluas distribusi penjualan di Jabodetabek. Saat ini baru level kecamatan dan dekat-dekat ini yang kami garap," harapnya.
Direktur Utama PT Permodalan Nasional Madani (PNM), Arief Mulyadi, mengatakan bahwa pandemi Covid-19 yang berlanjut dengan penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada 16 Maret 2020 membuatnya mengambil kebijakan menunda pembayaran nasabah selama dua minggu dan menghentikan operasional lapangan.
Berdasarkan data per 31 Desember 2021, jumlah nasabah Mekaar mencapai 6.463.810 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 78 persen di antaranya terkena dampak yang diakibatkan pandemi Covid-19 dengan didominasi sektor informal, sedangkan sebanyak 57 persen di antaranya mendapatkan keringanan penundaan pembayaran nasabah selama dua minggu.
"Kebayang cash flow kami kayak apa karena sumber perguliran kami untuk cash flow dari nasabah," terangnya.
Menjaga agar cash flow terjaga, kata Arief, pihaknya melakukan prioritas dengan mengurangi penyaluran kredit nasabah. Meski ia mengakui, masih terdapat permintaan dari nasabah di luar Pulau Jawa. Permintaan penyaluran tersebut direspons dengan selektif hingga jumlah nasabah PNM sempat mengalami penyusutan menjadi 6,1 juta.
Selain itu, melalui tenaga pendamping PNM, komunikasi secara intensif dilakukan agar produk UMKM dari nasabah PNM dapat bertahan. Beberapa di antaranya seperti produk suvenir yang diarahkan diganti menjadi produk kuliner. Hal tersebut dilakukan sebab selama pandemi produk kuliner yang dinilai dapat bertahan.
"Termasuk produk kuliner yang sebelumnya dijual di sekolah-sekolah yang saat itu tutup, diarahkan untuk melakukan jualan di rumah," paparnya.
Keberlanjutan usaha tersebut yang nantinya menjadi referensi nasabah yang layak mendapatkan program pembiayaan. Arief menyebutkan, dana sumber penyaluran pembiayaan yang diberikan PNM berasal dari ABPN 2020 sebesar Rp1 triliun dan dan Penyertaan Modal Negara 2020 dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional sebesar Rp1,5 triliun.
Suntikan dana sebesar Rp2,5 triliun tersebut secara perlahan memberikan tren kenaikan jumlah nasabah Mekaar yang sebelumnya pada Desember 2020 sebanyak 7,8 juta nasabah, hingga pertengahan November sudah mencapai 10,8 juta nasabah.
"Kenapa bisa tumbuh? Karena berkah dari pandemi karena nasabah ibu Mekaar ini yang tidak produktif ini dengan suami yang bekerja menjadi penganggur dan si ibu harus menjadi penopang utama kebutuhan keluarga. Jadi, semangat jiwa produktif ini harus bertahan di tengah seorang ibu harus produktif," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Bethriq Kindy Arrazy
Editor: Puri Mei Setyaningrum