Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Partai Buruh Berpotensi Tengahi Polarisasi Cebong-Kadrun

        Partai Buruh Berpotensi Tengahi Polarisasi Cebong-Kadrun Kredit Foto: Antara/M Risyal Hidayat
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Kehadiran Partai Buruh dinilai positif bagi iklim demokrasi di Tanah Air. Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Haidar Alwi Institute (HAI), Haidar Alwi dalam menyikapi maraknya kemunculan partai politik baru termasuk Partai Buruh besutan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal dan kawan-kawan.

        "Partai Buruh dapat menjadi alternatif bagi masyarakat yang sudah jenuh bahkan muak dengan polarisasi cebong-kadrun di tengah partai-partai yang hari ini bercorak elitis dan cenderung dikuasai oligarki," kata Haidar, dalam keterangannya, Selasa (28/12).

        Baca Juga: Elektabilitas Masih Payah, Golkar Akan Mati-Matian Demi Airlangga Nyapres 2024

        Menurutnya, gerakan buruh sebenarnya menyimpan kekuatan yang luar biasa. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2021, sebanyak 139,81 juta orang atau lebih dari separuh populasi Indonesia merupakan angkatan kerja. Sekira 78,14 juta di antaranya bekerja di sektor informal dan sisanya 61,67 juta bekerja di sektor formal.

        Dia bilang, gerakan buruh memang belum terorganisir menjadi satu kekuatan yang terpadu secara politis. Makanya kerap dimanfaatkan untuk kepentingan elite tertentu dan menjadi penyangga parpol tertentu. Baik ketika momentum Pemilu maupun ketika memprotes kebijakan pemerintah yang berkuasa. 

        Hal ini menjadi catatan penting bagi gerakan buruh yang besar namun belum mencapai kemandiriannya.

        "Mau sampai kapan buruh dimanfaatkan? Mau sampai kapan buruh menumpang pada partai yang sesungguhnya tidak berpihak pada buruh? Sudah waktunya buruh menjadi penyeimbang tata kelola pemerintahan dengan terjun langsung ke politik melalui partainya sendiri, yaitu Partai Buruh," ujarnya.

        Baca Juga: Eng-Ing-Eng... Polisi Bilang Kasus Dugaan Ujaran Kebencian Habib Bahar dan Eggi Sudjana Akan...

        Di Indonesia, Partai Buruh bukan partai baru. Menghadapi Pemilu 1999 pasca keruntuhan Orde Baru, sejumlah pemimpin organisasi buruh telah membangun parpol. Ada Partai Pekerja Indonesia (PPI), Partai Buruh Nasional (PBN), Partai Solidaritas Pekerja Seluruh Indonesia (PSPSI), Partai Solidaritas Pekerja (PSP), dan Partai Rakyat Demokratik (PRD).

        "Walaupun tidak menamakan langsung dirinya sebagai partai buruh, basisnya sudah lama dibangun lewat kerja politik underground semasa orde baru berkuasa," ungkap dia.

        Akan tetapi, mereka tidak mendapatkan suara signifikan dalam Pemilu 1999. Kegagalan ini pun berlanjut pada Pemilu 2004 dan 2009. Sedangkan pada Pemilu 2014 dan 2019 tanpa Partai Buruh, suaranya malah terpecah karena mendukung calon presiden tertentu.

        "Siapa yang diuntungkan dari perpecahan buruh? Ya partai politik lain yang mengiming-imingi buruh dengan penitipan aspirasi. Faktanya bagaimana? Gerakan buruh justru dirampas dan ditunggangi untuk kepentingan politik jangka pendek," tegas Haidar.

        Baca Juga: Memanas! Ramai-Ramai Pengusaha Jakarta Melawan Anies Baswedan karena Ini

        Oleh karena itu, pengalaman membangun partai dan mengikuti pemilu sudah sepatutnya dijadikan pelajaran berharga bagi gerakan buruh. Kegagalan yang pernah terjadi perlu dievaluasi untuk mempersiapkan gerakan yang lebih matang.

        Alih-alih membunuh semangat gerakan buruh dalam berpolitik, justru semangat tersebut diperlukan untuk mendorong agar imajinasi kekuatan buruh dapat hidup kembali.

        "Strategi yang perlu dilakukan untuk menyatukan suara buruh adalah dengan melakukan konsolidasi nasional untuk bersatu. Seluruh aktivis buruh yang tersebar di berbagai serikat dan kota harus duduk bersama merumuskan tujuan untuk mengawali langkah membesarkan Partai Buruh," usul Haidar.

        Dia mengisahkan kesuksesan partai buruh di beberapa negara Eropa. Seperti Norwegia yang merupakan negara paling demokratis di dunia, pemilunya dimenangkan oleh Partai Buruh.

        Yang lebih heroik lagi adalah bagaimana seorang Lula da Silva, seorang aktivis buruh yang tak lulus Sekolah Dasar (SD) berhasil memenangkan pemilu di Brazil dengan angka meyakinkan sebesar 61,27 persen. Dua periode kepemimpinannya, Lula Da Silva bahkan dianggap sebagai presiden paling sukses dalam sejarah Brazil.

        "Kenaikan upah, delapan jam kerja, THR, jaminan sosial, cuti melahirkan dan lain-lain semuanya bisa dinikmati bukan karena kebaikan korporasi dan partai politik lainnya, tapi melalui perjuangan yang berdarah-darah dari buruh itu sendiri. Partai Buruh, the real partai wong cilik," tutur dia.

        Baca Juga: Sttt... Telah Dibongkar, Ini Dia Penyebab PSI Kerap 'Serang' Anies Baswedan

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Adrial Akbar

        Bagikan Artikel: