Komentari Keputusan Jaksa Agung Soal Hukuman Koruptor, Pengamat: Bukan Kali Ini Saja Loh
Direktur Eksekutif Oversight of Indonesia Democratic Policy Satyo Purwanto blak-blakan memberi tanggapan terkait pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin.
Seperti diketahui, ST Burhanuddin meminta perkara korupsi dengan kerugian di bawah Rp 50 juta tak diproses hukum.
"Sebenarnya diskresi Jaksa agung yang bersifat restorative justice bukan baru kali ini saja," jelas Satyo Purwanto kepada GenPI.co, Sabtu (29/1).
Menurut catatan Satyo Purwanto, beberapa Jaksa Agung dalam masa kepemimpinan sebelumnya juga sudah pernah menerapkan diskresi.
"Namun, simplifikasi pengenaan pidana ringan menjadi ganti rugi dalam perkara korupsi harus diatur dengan terang dan jelas mekanismenya," ungkapnya.
Selain itu, menurut Satyo Purwanto, regulasi aparatur penegak hukum juga harus dipersiapkan.
Sebab, menurutnya, maksud tujuan diskresi tersebut juga berpotensi memperburuk semangat pemberantasan korupsi.
"Pada prinsipnya tujuan Jaksa Agung perlu dihargai. Karena, restorative justice juga sudah mulai ditetapkan di Kepolisian dalam pidana tertentu," ucapnya.
Dirinya lantas memberikan beberapa contoh. Di antaranya, yakni pemidanaan dalam penerapan UU ITE, Narkoba dengan model rehabilitasi terbatas bagi user dengan ukuran tertentu atau perkara tipiring lainnya.
"Mens rea suatu peristiwa korupsi harus dijabarkan detail. Misal terkait missadministrasi, human error, dan nilai maksimal yang bisa diterapkan dalam konsep restorative justice untuk kasus korupsi," kata Satyo Purwanto.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: