Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) hingga saat ini terus dikebut. Meski masih dalam tahap pembangunan, proyek KCJB sudah memberikan kontribusi pada penerimaan negara. Hal itu disampaikan Presiden Direktur PT KCIC, Dwiyana Slamet Riyadi dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi V DPR RI.
"Kontribusi KCJB untuk penerimaan negara sampai 31 Desember 2021 sudah mencapai Rp 5,34 triliun. Detailnya, Rp3,73 triliun berupa Penerimaan Negara dari Pajak seperti setoran kewajiban pajak, dan sisanya berupa penerimaan Negara Bukan Pajak pembayaran penggantian PBB rumija Rp 16,9 miliar, pembayaran sewa BMN untuk stasiun Halim sampai 50 tahun ke depan sebesar Rp 1,16 triliun, pembayaran sewa rumija tol trase KCJB Rp 436,8 miliar," ujarnya di Jakarta, Jumat (11/2/2022).
Kontribusi lainnya dari KCJB hingga saat ini adalah adanya pertumbuhan ekonomi negara seperti yang tertuang dalam pre-assessment tahun 2018-2019 yang dilakukan oleh Sucofindo sebagai Assessor. Pertumbuhan ekonomi tersebut bersumber dari aktivitas local purchase yang mencapai 69,70% dari seluruh total belanja pengadaan yang dilakukan dalam proyek KCJB. Baca Juga: Jokowi Targetkan Uji Coba Kereta Cepat Jakarta-Bandung Akhir 2022
Proyek KCJB juga berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi warga terdampak lewat realisasi pengadaan lahan sebesar Rp15 triliun yang dibayarkan langsung pada warga dengan harga yang sesuai undang-undang terkait. Belum lagi, serapan tenaga lokal untuk proyek KCJB yang mencapai 13.477 orang.
Sementara mengenai Penyertaan Modal Negara (PMN) yang diberikan pemerintah, hal itu merupakan solusi yang diberikan negara berupa suntikan modal pada BUMN sponsor KCJB.
“Proyek KCJB, 75% dibiayai lewat pinjaman dari CDB, 25% dari ekuitas melalui PSBI 60% dan BUMN China 40%. Akibat adanya pandemi Covid-19, 4 BUMN sponsor Indonesia sampai dengan bulan April 2021 belum bisa melakukan setoran modal secara penuh sehingga pemerintah memutuskan untuk menyuntikan PMN kepada PT KAI yang kini menggantikan WIKA sebagai leading sponsor. Pada 31 Desember 2021, PT KAI telah melakukan setoran modal kepada KCIC lewat PT PSBI selaku konsorsium BUMN Indonesia untuk proyek KCJB,” jelas Dwiyana.
Adapun suntikan PMN kepada PT KAI tersebut saat ini digunakan untuk berbagai kebutuhan yang bersifat urgent dalam upaya percepatan pelaksanaan proyek seperti pembayaran sewa BMN Rumija Tol dan penggantian PBB Jasa Marga, biaya penyambungan UJL PLN, investasi untuk implementasi GSM-R, pembayaran progres pekerjaan kepada kontraktor dan konsultasi supervisi, asuransi, pajak, dan material offshore penting.
Dwiyana menjelaskan, meskipun proyek KCJB ini melibatkan APBN melalui PMN, skema bisnis KCJB tidak berubah dari B2B jadi B2G. Dwiyana mengatakan kalau PMN yang disuntikan untuk KCJB adalah berupa suntikan modal untuk PT KAI sebagai BUMN Sponsor KCJB.
“Skema proyek tidak berubah. PMN digunakan lebih untuk kebutuhan setoran modal PT KAI ke PSBI, PSBI ke KCIC, jadi skema projectnya masih B2B tidak B2G,” tegas Dwiyana.
Menjawab pertanyaan mengenai cost overrun, Dwiyana menyebut total cost overrun yang terjadi pada project KCJB masih dalam tahap review oleh BPKP. Meski begitu saat ini pihaknya masih terus berupaya melakukan efisiensi.
“Berapa total cost overrun tersebut belum dapat Kami sampaikan karena sampai saat ini masih dalam tahap review oleh BPKP. Kami masih terus berproses menemukan biaya yang akan diefisiensikan,” jawabnya.
Hasil dari review BPKP kemudian akan disetorkan kepada Komite Kereta Cepat yang diketuai oleh Menko Marvest dan beranggotakan Menteri Keuangan, Menteri Perhubungan, dan Menteri BUMN. Hasilnya nanti akan menjadi hitungan final dari cost overrun tersebut.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman