Soroti Anggaran Istana Negara di IKN Tak Masuk Akal, Omongan Ridwan Kamil Digoreng Habis-habisan
Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil menyoroti anggaran pembangunan Istana Negara di Ibu Kota Negara (IKN) baru di Kalimantan Timur yang mencapai Rp 2 triliun. Kang Emil-sapaan Ridwan Kamil-menilai anggaran tersebut terlalu mahal untuk satu buah gedung. Omongan Kang Emil “digoreng” oposisi jadi senjata penolakan pemindahan ibu kota.
Soal kebutuhan anggaran pembangunan Istana Negara pertama kali disampaikan oleh Perancang Istana Negara di IKN Nusantara, I Nyoman Nuarta di kanal YouTube Akbar Faizal Uncensored, Kamis (20/1).
Baca Juga: Ridwan Kamil Nilai Prospek Jamur Tiram Besar bagi Ekonomi Rakyat
Kata dia, anggaran Rp2 triliun itu baru hitung-hitungan kasar. Belum pasti karena proses masih berjalan.
Angka itu ia dapat dari menghitung biaya rata-rata pembangunan hotel bintang lima. “Kita lihat orang membangun hotel-lah sekarang ya. Kalau hotel bintang lima dengan luasan sekian kurang lebih miriplah,” beber seniman Bali itu.
Menurut dia, anggaran pasti pembangunan Istana di IKN baru akan diketahui setelah ada detail engineering design (DED). Tapi dia belum tahu kapan hal itu rampung. Meski demikian, perkiraannya dana yang dibutuhkan sekitar Rp 2 triliun.
Mendengar anggaran pembiayaan Istana Negara baru mencapai Rp 2 triliun, Kang Emil pun kaget. Menurutnya, anggarannya terlalu mahal jika hanya dipakai untuk membangun satu fungsi bangunan saja.
“Sangat berlebihan. Mahal sekali,” kata Emil pada acara Pro Talk bertajuk Arsitektur sebagai Artefak Peradaban dalam Prespektif Istana Negara yang dikutip dari akun YouTube Ikatan Arsitek Indonesia Nasional, kemarin.
Menurut dia, meski proses sayembara desain telah dilakukan dan cetak birunya sudah ada, tapi hal tersebut tak menjamin hasil akhirnya bakal sama seperti rencana. Pasalnya, lanjut Emil, acap kali keputusan politis mengintervensi pembangunan.
“Ini yang harus dikawal antara desain sayembara dengan hasil akhirnya,” ujarnya.
Lebih lanjut, sebagai seorang berlatar belakang arsitek, Emil juga mengkritisi arsitek lainnya yang ia nilai suka membuat desain proyek besar dengan luas berlebihan. Menurut dia, ada tiga faktor paling penting dalam mendesain sebuah kota, yakni desain, density, dan diversity.
Menurut mantan Wali Kota Bandung itu, tolak ukur kelayakan hidup (livability) sebuah kota tak diukur dari luasnya. “Makanya saya meyakini kota yang baik yang compact city, jalan kaki dengan suka rela bukan terpaksa,” jelas dia.
Penjabaran Emil mengundang reaksi dari ekonom senior Indef, Faisal Basri. Di akun Twitter pribadinya, @ FaisalBasri mengunggah tautan berita yang isinya kegelisahan Emil terhadap rencana pembangunan Istana Negara di Nusantara yang menyedot keuangan negara senilai Rp 2 triliun.
“Makin banyak keganjilannya,” tulis Faisal Basri.
Faisal Basri sendiri merupakan salah satu yang membuat petisi penolakan pemindahan Ibu Kota. Petisi berjudul “Pak Presiden, 2022-2024 bukan waktunya memindahkan ibu kota negara” itu diinisiasi oleh 45 tokoh dan sudah ditandatangani lebih dari 21 ribu orang.
Bagaimana tanggapan DPR soal omongan Kang Emil? Anggota Pansus IKN DPR Fraksi Demokrat, Hinca Panjaitan berharap, pemerintah mempertimbangkan omongan Kang Emil. Sebab yang ngomong kemahalan itu adalah seseorang yang piawai di bidang kontruksi bangunan.
“Makin banyak yang mengkritisi soal IKN ini tentu baik sebagai kontrol atas rencana besar ini,” tandas Hinca.
Pemerintah harus mendengarkan kritik sebagai vitamin. Apalagi rencana pembangunan IKN ini dibantu dari duit rakyat. Setiap sen dana APBN harus dapat dipertanggungjawabkan.
Apalagi hanya untuk bangun Istana biayanya sampai Rp 2 triliun,” tukas anggota Komisi III DPR itu.
Karenanya, dia mendesak KPK mengawasi proyek bersejarah in agar dapat dicegah kemungkinan pemborosan uang negara. “Kritik Kang Emil ini dapat dijadikan acuan untuk sumber informasi penting dalam menjalankan tugas KPK di bidang pencegahan,” pungkas dia.
Lalu apa kata pemerintah? Ketua Tim Komunikasi IKN Sidik Pramono mengingatkan Emil jangan asal spekulasi. Tunggu sampai ada keputusan resmi. “Kan masih proses. Setahu saya, belum ada perhitungan final,” tekan Sidik.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Fajria Anindya Utami