Joe Biden Layangkan Ultimatum Keras ke Vladimir Putin yang Isinya...
Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden pada Sabtu (12/2/2022) memberikan peringatan kepada Presiden Rusia Vladimir Putin bahwa invasi ke Ukraina akan menyebabkan penderitaan manusia yang meluas. Biden mengatakan, Barat berkomitmen pada diplomasi untuk mengakhiri krisis dan siap untuk skenario lain.
Biden melakukan pembicaraan dengan Putin melalui telepon untuk membahas krisis Rusia-Ukraina. Pembicaraan yang berlangsung selama satu jam itu tidak membuahkan hasil untuk mengurangi ancaman perang yang akan segera terjadi di Eropa.
Baca Juga: Joe Biden Berjanji Dukung Raja Salman Bantu Arab Saudi Membasmi Houthi
"Biden juga mengatakan AS dan sekutunya akan menanggapi dengan tegas dan mengenakan sanksi cepat dan berat jika Kremlin menyerang negara tetangganya," ujar pernyataan resmi dari Gedung Putih.
Sebelumnya, penasihat keamanan nasional AS, Jake Sullivan, memperingatkan, intelijen AS menyatakan bahwa invasi Rusia dapat dimulai dalam beberapa hari. Tepatnya sebelum Olimpiade Musim Dingin di Beijing berakhir pada 20 Februari.
Para pejabat AS meyakini, mereka hanya memiliki beberapa hari untuk mencegah invasi dan pertumpahan darah besar-besaran di Ukraina. AS dan sekutunya, Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), juga tidak memiliki rencana mengirim pasukan ke Ukraina untuk melawan Rusia.
"Presiden Biden menjelaskan kepada Presiden Putin bahwa AS tetap siap untuk terlibat dalam diplomasi, dalam koordinasi penuh dengan Sekutu dan mitra kami. Sementara kami sama-sama siap untuk skenario lain,” kata pernyataan Gedung Putih.
Seorang pejabat senior pemerintah AS yang berbicara dengan syarat anonim mengatakan, panggilan telepon antara Biden dan Putin bersifat substantif. Namun tidak ada perubahan mendasar dalam dinamika yang telah berlangsung di perbatasan Rusia-Ukraina. Pejabat itu menjelaskan, belum diketahui apakah Putin telah membuat keputusan akhir untuk melanjutkan aksi militer.
Ajudan utama kebijakan luar negeri Putin, Yuri Ushakov, mengatakan, Biden menyebutkan adanya kemungkinan sanksi yang dapat dijatuhkan kepada Rusia. Namun menurut Ushakov, masalah ini tidak menjadi fokus selama percakapan telepon antara Biden dan Putin.
Sebelum berbicara dengan Biden, Putin melakukan panggilan telepon dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron. Pembicaraan tersebut juga ternyata tidak membuahkan kemajuan.
Evakuasi warga dari berbagai negara, saat ini juga mulai digaungkan. AS mengumumkan rencana untuk mengevakuasi sebagian besar stafnya dari kedutaan di ibu kota Ukraina.
Sementara Inggris juga sudah mendesak warganya untuk segera meninggalkan Ukraina. Kemudian, Kanada telah menutup kedutaan besarnya di Kyiv dan memindahkan staf diplomatiknya ke kantor sementara di Lviv, yang terletak di bagian barat Ukraina. Lviv adalah rumah bagi pangkalan militer Ukraina yang berfungsi sebagai pusat utama misi pelatihan bagi 200 tentara Kanada.
Rusia telah mengerahkan lebih dari 100 ribu personel militer ke perbatasan Ukraina. Menurut pejabat AS, Rusia juga telah mengerahkan pasukan rudal, udara, angkatan laut, dan operasi khusus serta pasokan untuk persiapan perang. Pekan ini, Rusia memindahkan enam kapal serbu amfibi ke Laut Hitam dan menambah kemampuannya untuk mendaratkan marinir di pantai.
Biden telah mendukung kehadiran militer AS di Eropa sebagai jaminan bagi sekutu NATO di sisi timur. AS juga telah mengerahkan 3.000 tentara tambahan ke Polandia.
Di sisi lain, Angkatan Darat AS juga memindahkan 1.000 tentara dari Jerman ke Rumania, yang berbatasan dengan Ukraina. Dalam beberapa kesempatan diplomasi, Rusia menuntut agar Barat menjauhkan negara-negara bekas Soviet dari pengaruh NATO.
Rusia juga ingin NATO menahan diri agar tidak mengerahkan senjata di dekat perbatasannya. Tuntutan Rusia itu kemudian ditolak oleh Barat.
Rusia dan Ukraina telah terlibat dalam konflik sengit sejak 2014. Tepatnya ketika pemimpin Ukraina yang bersahabat dengan Kremlin digulingkan dari jabatannya oleh pemberontakan rakyat.
Moskow menanggapi dengan mencaplok Semenanjung Krimea dan kemudian mendukung pemberontakan separatis di Ukraina timur. Pertempuran telah menewaskan lebih dari 14 ribu orang.
Kesepakatan damai 2015 yang ditengahi oleh Prancis dan Jerman membantu menghentikan pertempuran skala besar. Tetapi pertempuran tetap saja berpotensi untuk terus berlanjut.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: