Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Alasan Polisi Tolak Laporan terhadap Menag Dinilai Mengada-ada, Bareskrim Polri Panen Kritik Pedas

        Alasan Polisi Tolak Laporan terhadap Menag Dinilai Mengada-ada, Bareskrim Polri Panen Kritik Pedas Kredit Foto: Antara/Reno Esnir
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Sejumlah pakar hukum pidana mengkritik keras sikap Bareskrim Polri yang menolak mentah- mentah laporan kepada Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang membandingkan suara azan dengan gonggongan anjing.

        Polisi menolak laporan yang dilayangkan Koalisi Ulama, Habaib, dan Pengacara Anti Penodaan Agama (KUHAP APA) karena alasan tidak adanya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).

        Salah satu pakar Hukum Pidana yang mengkritik keras Bareskrim Polri adalah Suparji Ahmad. Pakar Hukum  Pidana dari Universitas Al-Azhar Indonesia ini mengatakan dalam kasus ini, polisi tidak bisa dengan gampangnya menolak laporan masyarakat sebab beberapa unsur  telah telah terpenuhi.

        Baca Juga: Mendadak Mingkem Usai Bikin Geger, Menag Yaqut Didesak MUI Minta Maaf: Itu Tidak Hina, Malah Mulia!

        "Laporan bisa diterima jika syarat formil dan materiil terpenuhi. Misalnya laporan dilakukan harus di kantor polisi terdekat di lokasi tindak pidana. Jadi tidak bisa menolak laporan karena tidak ada fatwa dari MUI," kata Suparji saat dikonfirmasi Populis.id pada Rabu (02/03/2022).

        Ia memaparkan bahwa fatwa MUI saat ini tidak dicantumkan dalam KUHAP yang mengatur tentang tindak lanjut sebuah laporan. Menurutnya, tidak ada aturan yang mengharuskan laporan diterima jika ada fatwa MUI.

        "Fatwa MUI bukan diposisikan sebagai suatu aturan yang mengikat. Artinya baik ada atau tidak, polisi bisa menerima sebuah laporan. Bahkan, polisi bisa menindaklanjuti laporan tanpa ada fatwa MUI seperti dalam kasus-kasus yang ada," terangnya.

        Lebih lanjut, Suparji menyebutkan bahwa fatwa MUI lebih tepat jika digunakan sebagai rujukan saja. Jadi posisi sebagai penguat polisi dalam menentukan ini tindak pidana penistaan agama atau bukan.

        "Fatwa MUI layak digunakan sebagai pertimbangan. Karena dalam lingkup penistaan agama tentu yang lebih paham agama adalah MUI. Namun sekali lagi, tanpa fatwa atau sikap keagamaan, polisi tetap bisa menerima laporan," pungkasnya.

        Terpisah, kritik kepada Bareskrim Polri juga dilontarkan Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar. Dia mengatakan tidak alas hukum yang kuat bagi polisi untuk menolak laporan yang dilayangkan Novel Bamukmin dan kelompoknya tersebut. 

        "Tidak ada dasar hukumnya Polisi bisa menolak laporan karena belum ada sikap keagamaan dari MUI,” kata Fickar saat dikonfirmasi Populis.id.

        Fickar menegaskan, alasan polisi itu justru sangat berbahaya lantaran hal ini dapat membentuk persepsi publik yang bisa saja menganggap MUI ikut campur dalam penegakan hukum yang membelit Menag Yaqut. 

        “Ini justru berbahaya karena bisa dipersepsikan MUI melakukan intervensi dalam penegakan hukum," tegasnya.  

        Ia juga menegaskan bahwa Polisi dalam melakukan penegakan hukum berjalan secara independen dan tidak terpengaruh dari lembaga lain. Posisi MUI, menurut Fickar hanya sebagai pendukung saja.

        "Jadi polisi tidak boleh menolak laporan masyarakat karena tidak ada sikap keagamaan MUI. Mekanisme penolakan sudah diatur secara hukum yakni melalui mekanisme SP3. Fatwa MUI tidak bisa menjadi dasar hukum penegakan hukum pidana, ini alasan mengada-ada," tuturnya.

        "Polisi yang menolak seolah tidak tahu hukum, karena semua kemungkinan sudah diantisipasi oleh KUHAP. Sejak kapan Polisi menindaklanjuti laporan harus menunggu fatwa MUI? Ini aneh bin ajaib," sambungnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: