Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        CENTRIS Minta Dunia Tak Lupakan Pelanggaran HAM Muslim Uighur

        CENTRIS Minta Dunia Tak Lupakan Pelanggaran HAM Muslim Uighur Kredit Foto: ABC Australia
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Center for Indonesian Domestic and Foreign Policy Studies (CENTRIS) meminta negara-negara dunia khususnya Indonesia untuk terus mendesak China agar segera menyudahi kasus pelanggaran berat hak azazi manusia (HAM) terhadap jutaan muslim Uighur dan etnis minoritas lainnya di negara tersebut.

        Peneliti senior CENTRIS, AB Solissa mengatakan meski saat ini seluruh mata tertuju pada peristiwa invasi Rusia ke Ukraina, kejadian pilu yang menimpa jutaan muslim Uighur dan etnis minoritas lainnya di China harus tetap mendapatkan prioritas utama negara-negara dunia.

        Tidak sedikit informasi, dokumen dan fakta-fakta yang menunjukkan dugaan pelanggaran berat HAM, seperti penangkapan tanda dasar yang jelas hingga penyiksaan terhadap muslin Uighur dan etnis minoritas lainnya, masih terjadi di beberapa wilayah khususnya Xinjiang China.

        “Dari informasi yang banyak beredar di media massa dan media sosial akhir-alhir ini, sedikitnya 800 orang Uighur ditahan di sebuah kamp penahanan di daerah Manas Xinjiang, China barat laut, tanpa alasan yang jelas,” kata AB Solissa kepada wartawan, Rabu, (9/3/2022).

        Daerah Manas (dalam bahasa Cina, Manasi) adalah bagian dari prefektur otonomi Changji Hui (Changji Huizu) yang memiliki area seluas hampir 9.200 kilometer persegi atau 3.550 mil persegi.

        Di Manas inilah, diketahui terdapat kamp-kamp yang dibagi menjadi dua bagian. Kamp pertama di isi oleh 500 tahanan pria dan 270 tahanan wanita ditempafkan pada kamp kedua.

        Pihak berwenang China telah menargetkan dan menangkap beragam etnis minoritas mulai dari pengusaha, intelektual, tokoh budaya dan agama Islam di Xinjiang selama bertahun-tahun, sebagai bagian dari kampanye untuk memantau, mengendalikan serta mengasimilasi anggota kelompok minoritas.

        “Anehnya, Orang Uighur dan etnis minoritas muslim lainnya ditahan hanya karena tidak menggunakan bahasa nasional mandarin atau melakukan rangkaian ibadah agama yang dianggap sebagai ‘kejahatan serius’ oleh otoritas Tiongkok,” tutur AB Solissa.

        Meski tidak sedikit bukti-bukti yang menunjukkan pelanggaran berat HAM di Xinjiang, Beijing berulang kali membantah telah terjadi pelanggaran berat HAM diwilayahnya, dan selalu menyatakan bahwa kamp-kamp tersebut merupakan pusat pelatihan kejuruan bagi warga negaranya.

        Akan tetapi, dari berbagai data dan dokumen termasuk hasil investigasi organisasi HAM dunia menyebutkan fakta sedikitnya 1,8 juta orang Uighur dan minoritas Turki lainnya, diduga kuat telah ditahan di jaringan kamp-kamp penahanan di Xinjiang sejak 2017 dengan alasan mencegah ekstremisme agama dan kegiatan teroris.

        “Malansir laporan radio free asia (RFA), terungkap informasi terkait tidak sedikit orang Kazakh, minoritas muslim lainnya di China yang ditahan pada kamp-kamp interniran di Manas dan Kuytun (Kuitun), sebuah kota tingkat kabupaten di Prefektur Otonomi Ili Kazakh (Yili Hasake), yang juga di bagian utara Xinjiang,” ungkap AB Solissa.

        Masih terjadinya dugaan pelanggaran berat HAM di China khusunta wilayah Xinjian tentunya terus menjadi perhatian dunia, mengingat jejak digital kejahatan tersebut telah terdokumentasi dengan baik dan dapat di akses siapapun.

        “Sudah tidak bisa lagi mengelak apalagi membantah dugaan pelanggaran berat HAM di Xianjiang. Tidak sedikit jejak digital yang memperlihatkan derita muslim Uighur dan etnis minoritas lainnya di Xinjiang,” ucap AB Solissa.

        Bahkan, House of Lords di Inggris telah meloloskan amandemen untuk memastikan layanan kesehatan nasional, sistem perawatan kesehatan yang didanai publik di Inggris, tidak dapat membeli barang atau jasa dari wilayah atau negara pelanggar HAM, apalagi yang menjurus pada genosida.

        Tahun 2022 lalu, Parlemen Inggris menetapkan bahwa pelanggaran terhadap Uighur dan Muslim Turki lainnya di Xinjiang merupakan genosida.

        “CENTRIS menilai alasan kuat yang melatarbelakangi  Parlemen Inggris bertindak keras terhadap China, seyogianya menjadi dasar negara-negara dunia untuk memberikan sanksi kepada Tiongkok sebelum menyudahi pelanggaran berat HAM terhadap muslim Uighur,” pungkas AB Solissa.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ferry Hidayat

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: