Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pendeta Saifuddin Bikin Gaduh Minta Ayat Al Qur'an Dihapus, Mahfud MD Nggak Basa-basi: Kalau Bisa...

        Pendeta Saifuddin Bikin Gaduh Minta Ayat Al Qur'an Dihapus, Mahfud MD Nggak Basa-basi: Kalau Bisa... Kredit Foto: Youtube/Suara
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD meminta kepada kepolisian untuk menutup kanal Youtube milik Pendeta Saifuddin Ibrahim alias Abraham Ben Moses yang menyebut ada 300 ayat Alquran perlu dihapus karena memicu tindakan intoleran. Sebab, ia menilai, video-video yang diunggah dalam akun Saifuddin tersebut meresahkan masyarakat

        "Kalau bisa segera ditutup akunnya. Karena kabarnya belum ditutup sampai sekarang. Jadi itu meresahkan dan provokasi untuk mengadu domba antarumat (beragama)," kata Mahfud dalam video yang diunggah di kanal Youtube Kemenko Polhukam, Rabu (16/3).

        Mahfud menyampaikan, dalam ajaran pokok Islam, terdapat ayat Alquran sebanyak 6.666 dan tidak boleh dikurangi. Ia menyebut, jika mengurangi ayat Alquran, maka sama dengan melakukan penistaan terhadap agama Islam.

        Baca Juga: Ngakak! Pendeta Saifuddin Curhat Habis “Dihajar” Dosen: Saya Kira Ade Armando Mau Bela Saya

        "Ajaran pokok di dalam Islam itu Alquran itu ayatnya 6.666, tidak boleh dikurangi berapa yang disuruh cabut 3.000 atau 300 gitu. 300 misalnya, itu berarti penistaan terhadap Islam. Apalagi mengatakan konon, dia juga mengatakan bahwa Nabi Muhammad itu bermimpi bertemu Allah dan sebagainya, itu menyimpang dari ajaran pokok," jelas dia.

        Kemudian, ia menjelaskan, terdapat Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1965 yang mengatur Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini mengungkapkan, UU tersebut bisa dijadikan sebagai dasar untuk memproses Saifuddin melalui jalur hukum. 

        "Saya ingatkan, UU Nomor 5 tahun 1969 yang diperbarui dari UU PNPS Nomor 1 tahun 1965 yang dibuat oleh Bung Karno tentang Penodaan Agama, itu mengancam hukuman tidak main-main, lebih dari lima tahun hukumannya, yaitu barang siapa yang membuat penafsiran atau memprovokasi dengan penafsiran suatu agama yang keluar dari penafsiran pokoknya," jelas dia.

        Mahfud melanjutkan, aturan yang tercantum dalam UU Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama sebenarnya sudah benar. Hanya saja, menurut dia, ada beberapa kalimat yang perlu diperbarui. "Ketika saya jadi hakim MK 2010, itu saya nyatakan ketika diuji di MK UU ini isinya benar, cuma kalimat-kalimatnya supaya diperbarui oleh DPR. Tapi sampai sekarang belum diperbarui, artinya itu masih tetap berlaku," ungkapnya.

        Mahfud pun menyampaikan, tidak masalah jika setiap orang memiliki pendapat yang berbeda. Namun, ia menekankan agar perbedaan pendapat yang dilontarkan itu tidak menimbulkan kegaduhan.

        Baca Juga: Duarrr… Diceramahin Ade Armando, Pendeta Saifuddin Langsung Meledak-ledak: Potong Tangan Saya!

        "Kita boleh berbeda pendapat, tetapi jangan menimbulkan kegaduhan. Itu lah sebabnya dulu, karena dulu banyak orang begitu di tahun 60-an Bung Karno membuat PNPS No 1 tahun ‘65 yang mengancam siapa yang menodai agama lain jangan 'dihajar' oleh masyarakat, tapi bawa ke pengadilan," tutur dia.

        "Mari kita jaga kerukunan umat beragama kita. Kita tidak akan melarang orang berbicara, tetapi jangan memprovokasi hal-hal yang sensitif," imbuhnya.

        Sebelumnya diberitakan, Saifuddin Ibrahim alias Abraham Ben Moses, pendeta yang pernah ditangkap pada 2017 karena kasus ujaran kebencian, kembali menimbulkan kontroversi. Dia dinilai, kembali menghina Islam karena menyebut ada 300 ayat Alquran yang perlu dihapus karena memicu tindakan intoleran dalam video terbaru miliknya.

        Dalam videonya itu juga, Abraham bin Moses meminta Kemenag agar merevisi kurikulum madrasah dan pesantren karena melahirkan orang radikal. Menurutnya, semua teroris datang dari lembaga pendidikan pesantren.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Bayu Muhardianto

        Bagikan Artikel: